PERBANDINGAN DUA BUKU [BUKU Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau DENGAN BUKU Sosiologi Wanita] | CRITCAL BOOK REPORT


BAB I
PENGANTAR
A.  Latar Belakang Masalah
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya memerlukan data dan informasi kebudayaan, sebagai suatu sistem, ide dan nilai yang menjadi pedoman bagi pola-pola tingkah laku masyarakat itu. Karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang mekanisme kontrol bagi tingkah laku anggota masyarakat, yakni kebudayaan yang menjadi pedoman orang untuk memahami lingkungan, gejala-gejala yang dilihat, dirasa dan didengar, membuat perencanaan maupun memilah tindakan dalam menanggapi lingkungan maupun tindakan dalam menanggapi lingkungan dan tantangan sejarah yang dihadapi.
Masyarakat Indonesia terdiri dari aneka ragam kebudayaan daerah yang sedang terlibat dalam proses pembangunan. Telah banyak para ahli ilmu sosial, terutama para antropolog menaruh perhatian tentang keragaman kebudayaan suku bangsa di Indonesia. Studi tentang Minangkabau merupakan tanah subur para sarjana dalam dan luar negeri dalam berbagai bidang aspek kebudayaan matrilineal.
Itulah yang melatarbelakangi penulis memilih buku Kedudukan dan Peranan Kebudayaan dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau untuk dibandingkan dengan buku teori yang lain agar lebih memahami kedudukan dan peranan wanita itu sendiri.

B.   Tujuan
1.   Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
2.   Untuk mengetahui kebudayaan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau.

C.   Manfaat
1.   Menambah pengetahuan yang diperoleh dari buku utama dengan buku pembanding mengenai kebudayaan
2.   Mengetahui kebudayaan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau.

BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
A.  Identitas Buku

Identitas Buku Utama
    Judul Buku : Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau
    Pengarang : Drs. Sjafnir Abu Nain, Dra. Rosnida dan
  Drs.Ishaq Thaher
    Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
    Tahun Terbit : 1988
    ISBN : -
    Tebal Buku/Halaman : 220 halaman

Identitas Buku Pembanding
    Judul Buku : Sosiologi Wanita
    Pengarang : Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore
    Penerbit : PT Rineka Cipta
    Tahun Terbit : 2002
    ISBN : 979-518-652-3
    Tebal Buku/Halaman : 310 halaman



Baca Juga Postingan Lain Dari Blog Ini !!
Kumpulan Critical Book Report [Tersedia >50 Jenis CBR]
Critical Journal Report [Tersedia > 40 Jenis]
Contoh Laporan Mini Riset [Tersedia >25 Jenis]
Kumpulan Makalah Berbagai Jenis Tema [Tersedia >100 Jenis]

B.   Ringkasan Buku
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha  budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebuadayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kemajuan abad, budaya, persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat berkembang atau memperkaya kebudyaaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa sendiri. Orang Minangkabau merupakan salah satu diantara elompok suku bangsa yang menempati bagian tengan pulau Sumatera sebagai kampong halamannya. Orang Minangkabau menghitung garis keturunannya berdasarkan garis keibuan (matrilineal), dengan pengertian bahwa keturunan dan harta warisan diturunkan kepada anak-anak melaui ibu. Lingkungan ekologi memungkinkan sebagian besar orang Minangkabau menyibukkan diri dengan padi sawah serta kegiatan pertanian lainnya, yang dilaksanakan secara intensif dengan bibit unggul dan pupuk. Masyarakat Minangkabau dikenal kuat memegang adat istiadatnya dan teguh melaksanakan agama, sebagaimana terpantul dari pandangan hidupnya ‘Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah’ (Al Quran). Peranan dan pengaruh wanita dalam keluarga, rumah tangga serta masyarakatnya yang lebih luas dalam kebudayaan suku Minangkabau:
1.   Peranan wanita di dalam dan di luar rumah gadang adalah rumah yang berhubungan erat dengan kebudayaan Minangkabau, sebagai suatu masyarakat yang matrialineal, yaitu dalam pola hubungan kekerabatannya.
2.   Besarnya peranan wanita dalam pekerjaan rumah tangga, keluarga, saparuik, suku dan nagari dengan memperhatikan wewenang keluarga terhadap rumah tangga dan sebaliknya serta sumbangan terhadap kehidupan masyarakat desa, kampung.
Pendekatan yangdilakukan melihat pergeseran kedudukan dan peranan dilihat dari segi pendekatan:
1.   Analisis historis melihat perkembangan lembaga itu dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, kemudian mengambil analisa kedudukan dan peranan wanita dalam perkembangan itu sendiri.
2.   Analisa secara fungsional lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keluarga, lembaga keagamaan, dan lembaga pendidikan dalam adat Minangkabau. Pendekatan yang dilakukan lebih menekankan analisa historis dan kompataif.
Sehubungan dengan hal itu, sepantasnyalah kita memberikan ulasan kejelasan dengan menitik beratkan pada berbagai aspek yang terdapat di dalam unsure-unsur kehidupan wanita. Keseluruhan ulasan mencakup aspek: structural, fungsional, dan sikap yang memperlihatkan kepribadian Minangkabau.

BAB I PENDAHULUAN
1.   Latar Belakang
Garis-Garis Besar Haluan Negara TAP MPR Nomor II/MPR/1983 menjelaskan bahwa :
Dengan tumbuhnya kebudayaan yang berkepribadian dan berkesadaran nasional, maka sekaligus dapat dicegah nilai-nilai sosial budaya bersifat feodal dan kedaerahan yang sempit serta di tanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negative, sedang di pihak lain di tumbuhkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi pembaruan dan proses pembangunan.
Sistem sosial pada suku bangsa Minangkabau sebenarnya dapat dibagi berdasarkan umur, pendidikan, pelapisan sosial, jenis kelamin dan lain-lain. Sistem sosial berdasarkan jenis kelamin terbagi atas kategori pria dan wanita, yang dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Apabila disbanding dengan wanita lainnya di Indonesia terdapat perbedaan-perbedaan. Studi tentang Minangkabau merupakan tanah subur para sarjana dalam dan luar ngeri dalam berbagai bidang aspek kebudayaan matrilineal.

2.   Masalah
Dalam masyarakat manapun, baik dari masyarakat pedesaan sederhana, masyarakat kota, kaum wanita dalam sistem socialnya mempunyai peranan tertentu. Kedudukan dan peranan wanita Minangkabau diatur dan ditata oleh “adat”. Menurut hemat kami data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita Minangkabau belum diketahui secara baik. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional maupun menentukan langkah-langkah perencanaan pembangunan dalam arti yang luas, diperlukan data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita. Pembangunan yang berkaitan dengan wanita sudah seharusnya direncanakan ditunjang dengan pengetahuan yang lebih lengkap. Di samping itu setiap warga negar harus memahami hal itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mempercepat proses integrasi bangsa.

3.   Tujuan Utama
Tujuan utama penelitian ini adalah :
    Untuk dapat mengumpulkan data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau di Sumatera Barat.
    Data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita itu akan sangat diperlukan untuk menyusun kebijaksanaan kebudayaan nasional maupun menentukan langkah-langkah perencanaan pembangunan nasional dalam arti yang luas.
    Data dan informasi ini akan berguna bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menumbuhkan saling pengertian yang lebih mendalam.
    Data dan informasi itu dapat dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

4.   Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini perlu ditetapkan apa yang menjadi ruang lingkup penelitian meliputi :
    Deskripsi tentang lingkungan alam dan budaya Minangkabau tempat masyarakat bertumbuh dan berkembang. Tepatnya tentang identifikasi lingkungan alam, ekologi, system kekerabatan, mata pencaharian dan system religi.
    Kedudukan dan peranan wanita dalam adat Minangkabau, meliputi upacara-upacara daur hidup wanita.
    Pergeseran kedudukan dan peranan wanita, karena pengaruh yang datang dari luar, maupun akibat perkembangan dalam masyarakat itu sendiri.
    Analisa dan implikasi dari hasil penelitian sebagai rangkuman dan abstraksi.

5.   Pertanggung jawab ilmiah (metodologi)
Metoda penelitian yang dipakai adalah metoda dan teknik yang bisa dipergunakan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial disesuaikan dengan materi yang diperlukan dalam kerangka laporan.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut,
    Studi dokumentasi yang tersedia dan sesuia dengan kebutuhan data dan informasi.
    Lokasi Penelitian Berdasarkan hal di atas ditetapkan dua lokasi pedesaan di daerah kabupaten dan pedesaan di kota.
    Teknik Penelitian
(1) Teknik daftar isian (kwestioner) dilakukan secara menyeluruh di daerah tingkat II se Sumatera Barat. Pilihan bebas (random) terdiri dari 15 nagari.
(2) Teknik wawancara dengan melakukan analisa terhadap data yang diperoleh sambil mengembangkan konsep dalam penelitian lapangan di kedua pedesaan Kabupaten dan kota, yakni Lima Kaum dan Kuranji.
(3) Observasi terhadap gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
(4) Memperoleh data dan informasi melaui metoda sejarah hidup (life history method) dan metoda keturunan (genealogical method).
1.   Pelaksanaan dan Hambatan
Untuk mencapai hasil yang diharapkan dari penelitian tim telah melakukan kegiatan-kegiatan :
    Pengarahan dan petunjuk pelaksanaan dari Direktur Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan yang bertanggung jawab dalam perencanaaan, pengarahan, pembinaan, dan penyempurnaan hasil akhir dan penerbitnya.
    Pengarahan penelitian lapangan oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan yang bertanggung jawab mengkoordinasikan penelitian lapangan atas restu Bapak Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Barat.
    Dalam kegiatan penelitian pengumpulan data untuk bahan penulisan telah dilakukan hubungan pendekatan dengan beberapa instansi tingkat propinsi, tingkat II dan kelurahan dan desa serta tokoh-tokoh wanita lainnya.
    Perekaman data dan informasi di lokasi penelitian telah melibatkan mahasiswa, dosen, Kepala Desa, Rukun Kampung dan Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, terutama dari kecamatan Padang Barat yang memberikan informasi sebagai petunjuk di lapangan.
2.   Hasil akhir dan Sistematika Penulisan
Untuk memahami kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa, sebagai laporan hasil akhir dalam bentuk naskah sistematika adalah sebagai berikut.
Bab 1.Pendahuluan, menguraikan latar belakang, masalah, tujuan utma ruang lingkup, pertanggung jawab penelitian (metodologi), lokasi penelitian, pelaksanaan dan hambatan serta sistematika.
Bab 2.Identifikasi, uraian mengenai lokasi, lingkungan alam, penduduk dan lokasi penelitian di Lima Kaum dan Kuranji.Hal-hal yang berhubungan dengan system sosial, mata pencaharian dan system religi.
Bab 3.Kedudukan dan peranan wanita dalam bentuk kegiatan dijabarkan dalam kegiatan uapacara daur hidup (masa anak-anak, remaja, masa perkawinan dan kehamilan).Kedudukan dan peranan wanita di rumah sendiri, kelompok keluarga (rumah gadang, mamak, ninik mamak, urang sumando dan induak bako).
Bab 4.Pergeseran kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, meliputi lembaga pemeritahan, keluarga, kepemimpinan.Pergeseran dalam mata pencaharian, sistem religi dan pendidikan, sebagai tantangan alam dan sejarahnya.
Bab 5. Sebagai bahan pelengkap naskah ini akan memberikan ulasan, analisa dan implikasi dilengkapi dengan lampiran dan kepustakaan.

BAB II IDENTIFIKASI
1.   Letak, Lingkungan Alam dan Penduduk
Orang Minangkabau merupakan salah satu diantara kelompok suku bangsa yang menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya. Orang Minangkabau sekarang merupakan 3% dari  seluruh penduduk Indonesia, yakni mereka yang menempati Sumatera Barat dan salah satu kelompok suku bangsa terbesar keempat setelah Jawa, Sunda, dan Madura. Perasaan kesukuan orang Minangkabau umumnya berdasarkan persamaan bahasa, asal usul dan pengelompokan suku. Tradisi menyatakan bahwa orang Minangkabau menamai negeri mereka “Alam Manangkabau”. Negeri asal orang Minangkabau disebut “Luhak Nan Tigo”, yakni dataran tinggi di sekitar Gunung Merapi, Singgalang dan Sago.Daerah inilah merupakan “pusat” Minangkabau, disebut juga Ranah Minang. Dari sinilah bermuka perpindahan penduduk ke dataran rendah pantai barat, sehingga terbentuk ”rantau pesisir”. Ke timur melalui sungai-sungai besar sampai di pantai timur Sumatera, kemudian menjadi “rantau timur”.
Banyak dari rantau-rantau dulu, kini berada di luar propinsi Sumatera Barat.Kampar, Siak, Rokan, Panai, Bila, Kuala dan Asahan di propinsi Sumatera Utara; Indragiri di Riau; Batang hari di Jambi; Sibolga, Natal dan barus di propinsi Sumatera Utara; Singkel, Tapak Tuan, Trumon dan Meulaboh di Aceh.Ke timur rantau Naning di Malaka dan juga Negeri Sembilan berakhir menjadi rantau Minangkabau dengan lenyapnya dinasti Pagaruyung 1809.
Sumatera Barat terdiri atas 100 kecamatan, 543 nagari dan 3.518 desa.Nagari adalah pemerintahan tradisi yang otonom berdasarkan genealogis dan territorial, dan persamaan adat istiadat. Sekarang nagari dimekar atas dasar territorial semata.
Pola umum sebuah nagori mencakup seluruh kepentingan masyarakatnya adalah mempunyai balai, mesjid, labuah nan golong dan tepian.

1.1 Lokasi Penelitian
Studi tentang kedudukan dan peranan wanita dipusatkan di dua daerah, negari Lima Kaum dan Pauh IX, yang sekarang menjadi Kecamatan Lima Kaum dan Kecamatan Kuranji.

1.2 Pola Permukiman dan Letak Bangunan
Penyebaran permukiman yang terdapat dalam suatu desa dapat dikaji penyebarannya, yaitu :
(1) Pola tempat kediaman penduduk, yang disebut rural settlement type.
(2) Penyebaran rumah penduduk desa membentuk sebuah pola, yakni pola desa atau village type.

1.3 Pola Rumah Tangga
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruhnya bagunan fisik serta makan dari “satu dapur” (Sensus Pertanian 1983:6).Menurut adat Minangkabau “rumah tango” adalah sepasang suami istri bersama anak-anak mereka.

1.4 Pola Kepemimpinan di Pedesaan
Nagari Lima Kaum dulunya secara adat dipimpin oleh Datuk Nan Balimo.Masing-masing secara tradisi mempimpin kaumnya, yang terdiri dari datuk-datuk suku.Datuk-datuk suku inilah yang secara langsung berhubungan dengan rakyatnya, anak kemenakan.Kelima Datuk Nan Balimo dipimpin oleh seorang “raja” Lima Kaum XII Koto IX Koto di dalam, melambangkan wakil Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Sejalan dengan perkembangan pemerintahan pedesaan dan keluarnya lembaga adat dalam struktur pemerintahan, maka lahir dalam zaman peralihan ini suatu kelompok dengan sifat kepemimpinan “power” serta kekuasaan patron client.

1.5 Penduduk
Luas daerah Sumatera Barat 42.297,30 km2 dengan jumlah penduduk 3.524.198 jiwa.Di derah kabupaten kepadatan rata-rata 67 jiwa/km2, sedangkan di daerah perkotaan yang kurang kepadatannya adalah kotamadia Padang. Ini disebabkan perluasan kota terjadi pada tahun 1980, masuknya 7 kecamatan Padang Pariaman sehingga kepadatan rata-rata 656 km2. Kalau memperhatikan luas daerah rata-rata 83 jiwa/km2.

2.   Sistem Kemasyarakatan
Orang Minangkabau menghitung garis keturunannya berdasarkan garis keibuan (matrilineal), dengan pengertian bahwa keturunan dan harta warisan diturunkan kepada anak-anak melalui ibu. Menurut tradisi dua suku induk dihubungkan dengan kedua pendiri dan pembentuk adat Minangkabau.Koto Piliang dihubungkan dengan Datuk perpatih Nan Sabatang. Kedua suku induk ini dibedakan dalam cara mengambil keputusan dan pemilihan kepala adat disebut penghulu. Dari perbedaan dua sistem mengambil keputusan dan kedudukan penghulu dalam kedua suku induk itu lahir istilah “keselarasan”, yaitu kelarasan Bodi Caniago dan kelarasan Koto Piliang. Tiap suku terdiri dari beberapa “parulik”, orang yang berasal dari satu nenek.Dalam “saparuik” terdapat seorang yang berwibawa dan merupakan pimpinan dalam paruk itu.Ia dinamakan mamak kepala waris, yang membimbing kemenakannya terutama dalam harta pusaka. Saparuik kemudian terpecah dalam beberapa kelompok yang biasa disebut jurai. Perkawinan bersifat matrilokal, suami bertempat tinggal di rumah istrinya sesudah perkawinan. Dalam hal adat, seorang ayah berada di luar suku istri dan anak-anaknya. Demikian juga halnya di dalam upacara-upacara adat, ia berada di luar keluarga istrinya, walaupun kedudukannya sebagai “semenda” ditentukan dalam hubungannya dengan berdasarkan statusnya dalam hubungan kekerabatan itu.

2.1 Sistem Kekerabatan
Pengertian “keluarga” dan “rumah tangga”
Prinsip keturunan diatur menurut garis ibu. Setiap individu akan melihat dirinya sebagai keturunan ibu dan neneknya tanpa melihat pada keturunan bapaknya. Prinsip matrilineal ini juga menentukan pewarisan dalam gelar pusaka yang disebut “sako”, yaitu gelar jabatan dalam keluarga. Sebagai akibat logis garis keturunan keibuan ini menempatkan seseorang dalam suku ibunya. Pengertian keluarga di Minangkabau adalah kerabat terdiri dari nenek perempuan dan saudar-saudaranya, anak laki-laki dan perempuan dari nenek perempuan terdiri dari ibu dan saudara laki-laki  dan perempuan dan seluruh anak ibu dan anak saudara-saudaranya yang perempuan. Karena perkawinan bersifat matrilokal, maka seorang ayah bertempat tinggal di rumah isterinya. Dalam adat Minangkabau peranan wanita seperti “umban puruak”, penyimpanan perbendaharaan rumah tangga. Kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya di Minangkabau disebut “rumah tango”, rumah tangga.

2.2 Adat Menetap Sesudah Menikah
(1) Hubungan Tali Kekerabatan “Mamak-Kemenakan”
Ada dua pengertian “mamak-kemenakan” dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau. Pertama : panggilan “mamak” adalah istilah kekerabatan ego menyapa terhadap saudara ibunya yang laki-laki. Sebaliknya anak-anak ibu dan anak-anak saudara ibu yang perempuan adalah kemenakan dari saudara-saudaranya yang laki-laki. Demikianlah pengertian kemenakan adalah : panggilan terhadap anak saudara perempuan. Hubungan mamak dan kemenakan merupakan kerabat keluarga yang menjadi turutan dan anutan sepanjang adat. Sejalan dengan pengertian mamak sebagai pelindung dan Pembina keluarga kerabat wanita itu, maka mamak merupakan panggilan yang umum untuk seluruh jenjang kekerabatan. Kedudukan seorang laki-laki pada suatu ketika merupakan mamak terhadap kemenakannya dan apabila berhadapan dengan mamaknya ia adaah kemenakan. Suatu kekecualian apabila mamak itu berkedudukan sebagai Ninik Mamak, yakni Imam, Khatib, Penghulu dan wakilnya (tungkatan). Fungsi mamak tidak mungkin diberikan kepada suami, karena itulah wanita mempunyai hak dan tanggung jawab sebagai pelaksana harian tugas mamak.
(2) Hubungan Ayah dengan Anak
Secara hukum adat, ayah berada di luar kerabat keluarga anak-anaknya.Menurut kenyataan sehari-hari suku ayah berbeda dengan suku anak-anak dan istrinya.Dengan demikian seorang anak mengenal dua lingkungan kekerabatan, di pihak ibu dan kekerabatan ayahnya.
Dalam hal ini sebagai anak mendapat dua perlindungan, pertama dari mamak guna memelihara kelangsungan hak-hak, kewajibannya terhadap kerabatnya ; kedua dia mendapat pemeliharaan dan pembinaan kehidupan dan penghidupan dari ayahnya. Melalui hubungan anak dan ayah, seorang mendapat harta pencaharian dan warisan dari ayahnya.Adakala kalanya harta pusaka kerabat ayah diberikan kepada anak dalam bentuk hiba, baik hiba terbatas maupun hiba langsung dengan persetujuan kerabat ayah.
(3) Hubungan Bako-Anak Pisang
Hubungan bako dan anak pisang (panggilan kerabat ayah) terhadap anak-anak saudara laki-lakinya berdasarkan “hubungan darah”.Dalam hal ini anak pisang mendapat hak kebebasan dan kasih sayang dari “bako”nya.Setiap upacara yang berhubungan dengan daur hidup anak juga adalah upacara mereka.Maksudnya bako memegang peranan terhadap anak pisang mereka.Demikian juga halnya Ego terhadap anak-anak mamak mereka.Anak-anak mamak adalah “anak pisang” Ego dan kerabatnya.Karena telah saling mengenal inilah maka lahir perkawinan pulang ke bako dan ke anak pisang. Apabila dikalangan bako terjadi “punah” kerap kali harta pusaka mereka hibahkan kepada anak pisang.
(4) Hubungan ipar bisan Pasmandan (Hubungan yang Lebih Luas)
Perkawinan pada suku bangsa Minangkabau bersifat matrilokal, artinya dengan perkawinan seorang laki-laki akan menetap di rumah istrinya. Disamping itu disebabkan perkawinan itu terjadi pula kelompok “bisan”.Seluruh kerabat ibu yang perempuan merupan bisan oleh ipar dari pihak kerabat istri anaknya.Disebabkan perkawinan yang saling berhubungan dalam suatu nagari dan desa, maka hubungan ipar bisan semakin meluas dan kompleks.
Semua interaksi kaum wanita karena hubungan ipar bisan ini telah saling silang. Hubungan wanita antara ipar bisan ini sangat baik, karena akan membawa pengaruh dalam hubungan rumah tangga. Sejalan dengan hubungan ipar bisan adalah hubungan semenda-mamak tunganai bagi laki-laki.Hubungan semenda-mamak tunganai adalah hubungan keseganan dan keseimbangan dalam fungsi.Bagi laki-laki disamping perlakuan ipar bisannya, karena dwikepimpinannya, sebagai ayah dalam rumah tangganya dan sebagai mamak terhadap kemenakannya dalam kerabat keluarganya.
Dari hubungan seseorang terhadap lingkungannya itu telah dijelaskan empat pasang tali hunungan kekerabatan. Pada dasarnya laki-laki Minangkabau telah kita lihat secara adat : tidak mempunyai kekuatan apa-apa dalam masyarakatnya itu. Di rumah gadang tidak ada tempat baginya, karena rumah gadang ditempati oleh saudara-saudaranya yang perempuan bersama suami dan anak-anak mereka.Dalam setiap upacara adat atau pertemuan musyawarah dalam rumah gadang tempat kedudukan seseorang pun telah terpola pula.
Kedua istilah panggilan musyawarah atau upacara itu memperlihatkan pemisah fungsi semenda dan mamak tunganai, sehingga akhirnya terlihat dalam pergaulan sehari-hari.

2.3 Wanita dalam Hubungan Kekerabatan
Seorang wanita dalam adat Minangkabau naik statusnya karena perkawinan. Didalam kerabat keluarganya pendapatnya telah diminta. Semenjak perkawinan itu ia sudah dituntut dapat menempatkan diri dalam setiap posisi tali hubungan itu. Dengan memasuki jenjang perkawinan bagi wanita adalah suatu pendidikan diri sendiri dikalangan rumah tangga, kerabat, suku, bahkan seluruh desanya.Semuanya berlaku dan berjalan dalam “patut” dan “mungkin”, “raso” jo pareso”.Patut dan mungkin lahir dari dsar pertimbangan yang rasional, datang dari pemikiran yang mendalam.Suatu tindakan yang dilakukannya melalui pertumbangan yang masak dan memperhitungkan segi manfaat dan mudaratnya adalah patut. Namun ada suatu pertimbangan lain yang perlu pula menjadi bahan pertimbangan disebut mungkin. Pendidikan bagi wanita disini adalah moral dan etika.Setiap tindakannya telah dipirkan secara matang dengan segala pertimbangan buruk baiknya. Untuk menyalurkan keputusan dan menyampaikannya ia harus dapat menempatkan dirinya dalam posisi mana ia sedang berada. Penyalurannya disebut “tahu di ampek”, kenal ajaran empat, yakni jalan empat kata.
1.   Mendatar
2.   Mendaki
3.   Menurun
4.   Melereng

3.   Mata Pencaharian
Lingkungan ekologi memungkinkan sebagian orang Minangkabau menyibukkan diri dengan padi sawah serta kegiatan pertanian lainnya, yang dilaksanakan secara intensif dengan bibit unggul dan pupuk. Di samping mengumpulkan hasil hutan bertenak ikan (budi daya ikan, menangkap ikan di sungai, danau dan laut). Selain itu penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang perantara yang menghubungkan Sumatera Barat dengan Mrdan, Pekanbaru, Jambi, Palembang dan Jakarta, membawa hasil pertanian dan sayura-sayuran hasil dataran tinggi Sumatera Barat. Penenun, dan pengrajin pakaian tradisional seperti kain balapak dilaksanakan wanita di Pandai Sikat, Payakumbuh dan Sungayang.

3.1 Pola Penguasaan dan Penggunaan Tanah
Pola pemilikan tanah pada umumnya tidak berapa mengalami perubahan mendasar.Tanah tetap menjadi milik bersama, tetapi penguasaannya berada di tangan keluarga atau rumah tangga. Pemilikan tanah pedesaan berubah, karena :
a.   Penjualan, oleh waris laki-laki (Padang) karena keturunan wanita punah tidak ada pelanjut dalam cabang keluarga itu.
b.   Hibah, terjadi karena pemberian kepada anak pisang, termasuk karena punahnya cabang keluarga tertentu.
c.   Pagang Gadai, adalah menggadaikan tanah yang sangat tinggi, bahkan kadang-kadang melebihi harga beli yang sebenarnya.

3.2 Pola Penggunaan Tanah
Menurut jenisnya tanah yang dikuasai penduduk Kuranji, terdiri dari :
1.   Sawah berpengairan
2.   Sawah tadah hujan
3.   Tanah kering
Dengan penggunaan tanah, perlu kita perhatikan lagi daya gunaan tanah untuk penghasilan rumah tangga dan kita akan membedakannya antara pekerjaan pokok manakah diantaranya pekerjaan yang dilakukan semata-mata oleh wanita dan mana pula dikerjakan bersama suami istri.

3.3 Pola Pekerjaan Rumah Tangga Pertanian
Untuk mendapatkan gambaran peranan rumah tangga dan pembagian kerja antara suami isteri, dilihat dari segi pekerjaan pokok dan pekerjaan sambilan, kemudian memperinci pelaksanaannya untuk menentukan tugas atau kegiatan antara suami dan isteri.

4.   Sistem Religi
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat memegang adat istiadat dan teguh melaksanakan agama, sebagaimana terpantul dari pandangan hidupnya “Adat bersendi syarak-syarak bersendi kitabullah” (Al Quran).
Ini tercemin dalam tiga fungsional dalam adat, yakni Ninik Mamak (Penghulu), Imam Khatib dan Cerdik Pandai. Pada upacara yang dilakukan, sesudah makan dengan memanggil kedua fungsional itu, ditutup dengan  do’a. Mendo’a dilakukan oleh seorang ulama atas persetujuan Imam Khatib. Memang masih ada sisa-sisa kebudayaan lama dalam upacara keagamaan namun oleh masyarakat sudah dianggap sudah tradisi saja.

4.1 Upacara- Upacara Agama
(1) Kelahiran
Anak laki-laki yang baru lahir di “abang” kan dan anak wanita Qamat. Sebaiknya dilakukan oleh bapaknya sendiri, kalau tidak boleh seorang malin.
(2) Aqiqah
Makanan dan syarat-syaratnya disediakan oleh suami istri. Di hadapan imam khatib nasi dan gulai diletakkan di atas dulang bekaki, sejenis talam besar yang berkaki tiga, ditutup dengan dalamak.Pemotongan rambut dilakukan oleh imam khatib mendoa oleh malin atau guru agama.
(3) Khatam Qur’an
Bisa dilakukan di Mushalla atau mesjid dipimpin oleh guru agama dihadiri oleh orang tua danmurid yang memakai pakaian haji berarak-arak dengan rebana.
(4) Mengaji Tammat
Mengaji atau berzikir dilakukan di mesjid, malam-malam hari.Pagi-pagi isteri penghulu dan Imam Khatib membawa makanan di atas dulang berkaki, nasi di cambung, piring dan gelas.Apabila dilakukan penyembelihan sapi, maka lauk pauk dibagikan dalam pinggan, piring porselen bagi penghulu dan imam khatib. Upacara ini dilakukan sewaktu akan turun ke sawah.
(5) Upacara Maulud
Dulunya dilakukan oleh masing-masing suku, berzikir dan berzanji (membawa riwayat nabi).Isteri imam khatib, penghulu dan seluruh kerabat membawa makanan dalam dulang.Sesudah acara, makan bersama.Pada waktu sekarang ini hanya beberapa daerah saja yang melakukannya.Sekarang upacara ini merupakan peringatan di mesjid dengan mendatangkan guru yang baik dan dapat menarik masyarakat sebanyaknya guna pembangunan mesjid.
(6) Upacara Kematian
Ada juga yang melakukan meniga hari, menujuh hari, bahkan empat puluh hari dan seratus hari.Upacara dan persediaan diadakan oleh rumah tangga atau keluarga si mati.Malamnya berzikir, mendo’a dan makan bersama.
(7) Pada upacara keagamaan setiap istri membawa makanan adat ke rumah mertuanya, sebagai suatu kewajiban.
Kesimpulannya adalah, bahwa di tengah-tengah desa dan nagari terdapat dua macam imam khatib; yaitu imam khatib adat dan ulama yang bertindak sebagai imam dan kahtib di mesjid.

4.2 Sarana Agama dan Pengajian
Mesjid, surau dan mushalla adalah lembaga agama di desa dan nagari, yang membentuk kelompok pengajian (jama’ah) untuk kepentingan agama. Tujuannya sebagai pedoman hidup umatnya berdasarkan ketentuan bersama dalam mencapai uchuwah Islamiah menurut Qur’an dan Sunnah Rasul.
(1) Lembaga Mesjid
Organisasi mesjid diselenggarakan oleh suatu pengurus yang mengatur pembangunan dan penyelenggaraan kegiatan ibadah. Diantara kepepimpinan mesjid yaitu : Imam Khatib dan Bilal. Salah satu kegiatan utama di mesjid adalah “pelajaran Al Qur’an dan agama”, disamping kegiatan sehari-hari yaitu sembahyang berjamaah dan wirid.Sumber pembiayaan mesjid adalah menjadi tanggungan bersama anggota masyarakat dari zakat, infak (iyuran), wakaf (sumbangan), dan gotong royong.
(2) Surau
Pengertian surau mula-mulanya sebagai tempat tinggal pemuda dan duda, dan tempat mengaji.Kedua surau merupakan tempat pengajian oleh seorang guru agama tertentu untuk anak-anak dan ibu-ibu dewasa.Malamnya anak-anak tidur disana.Surau sudah meruapakan semacam pesantren.
(3) Mushalla, hampir sama fungsinya dengan mesjid. Pengurus mushalla bekerja atas dorongan berbakti pada agama, sehingga dijadikan tempat sembahyang berjamaah, wirid-wirid, pengajian dan pendidikan pengajian bagi anak-anak di samping pendidikan informal di sekolah.

BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN WANITA DALAM ADAT MINANGKABAU
Rogers, 1978 menyatakan bahwa untuk mengerti sebaik-baiknya kedudukan wanita dalam suatu kebudayaan tertentu adalah dengan mempelajari hubungan antara kedua kelompok kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Blood dan Wolfe, 1960 mencoba mengerti kedudukan wanita di dalam maupun di luar keluarga dan rumah tangga, maka aspek yang paling penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga karena distribusi dan alokasi kekuasaan. Seorang laki-laki harus memandang gadis-gadis sekampungnya atau sesuku sebagai adiknya sendiri. Jika ia wanita ia harus menganggap dan meperlakukan laki-laki sekampungnya sebagai mamak. Ada tiga tingkatan lembaga kemasyarakatan harus ditempuh seorang wanita hingga sampai dewasa yang sangat mempengaruhi pandangan hidupnya. Berturut-turut akan diungkapkan peranan wanita dalam berbagai tingkatan perkembangan.
1.   Kedudukan dan Peranan terhadap Anak-Anak (Proses Sosialisasi)
Pada umumnya orang Minangkabau menganggap seseorang yang berumur antara 5 sampai 15 tahun masih anak-anak. Pola peranan wanita disini terhadap proses pendidikan dalam arti luas atau proses sosialisasi hampir seluruhnya terletak di tangan wanita.
1.1 Pola Hubungan di Rumah (Gadang) Keluarga
Keterlibatan wanita dalam proses pendidikan atau sosialisasi terhadap anak ini dapat dimengerti sebaik-baiknya tentang kedudukan wanita dalam kebudayaan Minangkabau dengan mempelajari hubungan antara kedua grup jenis kelamin pria dan wanita.
Wanitalah yang menetapkan persiapan dan pelaksanaan upacara, terutama dalam :persiapan penantian, “panggilan” terhadap anggota keluarga lain (mamak, orang semenda, bako, anak pisang, ipar bisan), pengadaan “makanan dan minuman” secara adat dan membalas “jalang” (pembawaan dan balasannya).
Disamping pendidikan formal di sekolah anak laki-laki bisa di bawa oleh bapak ke rumah kerabat ayah (bako), sehingga disanalah ia mendapat perlakuan yang lebih baik dan mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya. Di rumah ibunya ia kurang mendapat kebebasan dalam arti yang luas. Anak itu bermain terbatas di sekitar “bilik” tuanya dan di halaman.
Berbeda dengan anak-anak wanita yang diharapkan sebagai penerus penghuni rumah gadang yang kelak diharapkan “tempat meminta air” oleh laki-laki di kala haus di samping di rumah istrinya sendiri. Sedari kecil anak-anak wanita sudah dibiasakan bekerja sama dengan saudara-saudara mereka semandeh. Mereka dibiasakan dengan sifat-sifat malu berbuat salah dan dapat menenggang orang sekeliling.
1.2 Upacara Masa Anak-Anak
Kedudukan dan peranan wanita sebagai “keluarga initi” atau rumah tangga terhadap kerabat keluarga dan masyarakat luas di desa dan nagarinya. Kita akan memperinci atas :
(1) Keterlibatan wanita dalam upacara dengan melihat pula peranan pria dalam pola hubungan kekerabatan
(2) Pengambilan keputusan dalam setiap tahap kegiatan mulai dari persiapan, perlengkapan dan jalannya upacara
(3) Peranannya dalam penyediaan bahan, bawaan dan makanan menghubungkannya dengan pembiayaan yang diperlukan.
Upacara dan kenduri pada masa kanak-kanak dan pendewasaan anak wanita adalah :
(1) Batanam uri, upacara ba jago-jago (berjaga-jaga).
Waktu penyelenggaraan dan maksudnya
Batanam uri dilakukan pada waktu kelahiran bayi sebagai rasa syukur atas keselamatan bayi dan ibunya.Batanam uri, biasanya disebut juga “adat baso basi” (50 Kota, Tanah Datar).
Peserta yang terlibat (partisipan)
Ibu mertua beserta kerabat ayah (baso si anak) dan istri-istri mamak (bisan ibu) serta mamak dan semenda dekat.
Persiapan dan penyelenggara upacara
Pada waktu kelahiran bayi, seorang dari kerabat ibu member tahu kepada kerabat ayah.Atau adakalanya mereka telah tahu sendiri.Mertua perempuan dari kerabat ayah (biasanya ibu dari ayah) datang ke rumah anak pisangnya membawa ayam jantan apabila si bayi ang baru lahir seorang anak laki-laki.Apabila si anak perempuan bawaannya berupa ayam betina.
       Makna dan perlambangan upacara
(1) Penyediaan dan penyelenggaraan batanam uri dilakukan oleh ibu dan ayah sebagai anggota rumah tangga dibantu dengan pembawaan dari bako si anak.
(2) Adat baso basi suatu pertanda hubungan bako dan anak pisang melalui ayah. Maksudnya kemenakan ayah kepada anaknya.
(3) Kerabat ayah memanfaatkan kesempatan ini memperkenalkan anak gadis mereka dengan kerabat anak pisangnya, sekaligus menunjukkan sifat erat hubungan mereka.
(4) Bawaan yang bersifat bantuan itu semuanya ditentukan oleh wanita sendiri sesuai dengan sifat hubungan mereka.
(5) Upacara betanam uri kemudian dilanjutkan dengan berjago-jago biasanya dilanjutkan lagi oleh kerabat ayah yang disebu : “menjemput anak pisang”. Setelah 40 hari, setelah ibu kuat dan anak sehat ibu dan anak dibawa ke rumah bakonya.
(2) Upacara aqiqah
Upacara aqiqah adalah salah satu pelaksanaan ajaran Islam bersumberkan Hadith Nabi Muhammad s.a.w, yang berbunyi :
“Anak yang baru lahir menjadi rungguhan sampai dilakukan penyembelihan teruntuk baginya, aqiqah, pada hari ketujuh semenjak hari lahirnya dan pada hari itu juga hendaklah dicukur rambutnya serta diberi nama”.
Pada upacara ini disyaratkan menyembelih seekor kambing yang dewasa bagi anak wanita dan dua ekor untuk anak laki-laki.
(3) Upacara turun mandi
Upacara turun mandi dilaksanakan pada persalinan yang dilakukan dengan perantaraan dukun.Setelah tali pusar putus, biasanya setelah seminggu dilakukan upacara turun mandi.Maksudnya, membawa anak dan ibunya ke sungai untuk membersihkan diri mereka.
(4) Upacara babako (baanak pisang)
Baanak pisang bukanlah merupakan upacara yang melibatkan pihak laki-laki.Kegiatan ini semat-mata kegiatan wanita di pihak kerabat ayah (bako).Ibu dan anak bermalam selama 3 atau 4 hari, didatangi oleh beberapa kerabat bako yang terdekat.Ada kalanya kerabat lainnya memanggil bermalam di rumahnya.

2.   Kedudukan dan Peranan pada Masa Remaja
Menurut kebiasaan masyarakat di pedesaan Minangkabau seorang anak wanita telah berumur 15 tahun atau lebih, telah balig. Bagi ibu bapak kelainan tingkah laku anaknya dari kebiasaannya sehari-hari menjadi perhatian. Sedangkan sebagai gadis remaja, ia hanya dapat membantu. Tugas-tugas yang dilakukannya adalah :
(1) Untuk dirinya sendiri, adalah menyelesaikan pendidikannya di sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai kesanggupan orang tuanya.
(2) Di rumah tangga semenjak remaja, anak gadis sudah dibiasakan membantu ibunya mengasuh adik dan bekerja mencuci piring, menyapu dan pekerjaan lainya yang ringan.
(3) Melalui hubungan kekeluargaan itu tingkah lakunya dikendalikan menurut adat dan agama.
(4) Dalam upacara adat seperti perkawinan, ia ditugaskan pendamping seorang dewasa “memanggia” (mengundang dengan sirih pinang).
(5) Sebagai gadis remaja ia telah mengenal, bahwa ia tidaklah berdiri sendiri. Ibu bapaknya, kerabatnya, pendeknya selurug kelompok kekerabatan yang berhubungan dengan keluarganya ikut bertanggung jawab terhadap dirinya.
(6) Perlakuan orang tua-tua menumbuhkan rasa harga dirinya.
(7) Kepercayaan terhadap diri sendiri dan rasa harga diri inilah tembok besar yang memisahkan dari tindakan semena-mena pemuda.

3.   Kedudukan dan Peranan Masa Penganten
Perhelatan perkawinan atau masa penganten adalah suatu peristiwa yang dapat memperlihatkan tali hubungan kekerabatan (saluak baluak), peralatan dan perlengkapan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi, cermin kelompok, cirri pakaian dan pembawaan.
Pola umum, tata cara perkawinan itu adalah :
(1) Ma resek-resek
(2) Meminang, ba timbang tando
(3) Hari perkawinan
-     Persiapan (alek randam)
-     Hari upacara (baralek) : uapacara ba bako, menjemput marapulai (mempelai), bersanding di rumah (gadang), manjalang mintou dan pulang malam
-     Kewajiban-kewajiban seseudah perkawinan : manjalang mamak-mamak, berkisar duduk dan do’a selamat, ke rumah mertua, kewajiban-kewajiban lainnya dan masa kehamilan

4.   Kedudukan dan Peranan Wanita di Rumah Sendiri
Sebelum memperkatakan wanita di rumah tangganya sebagai keluarga kecil, lebih dahulu dijelaskan kedudukannya dalam keluarga Minangkabau. Secara umum wanita disebut juga “sumarak kampung” atau “pamenan nagari”. Yatim-yatim yang tidak kawin biasanya untuk penghidupannya menggabung diri pada sudara perempuan yang telah kawin. Dalam rapat-rapat atau musyawarah kaum wanita banyak berpengaruh. Wanita dinamakan juga “amban puruak” kunci nan taguah artinya kunci yang kokoh dari perbendaharaan pusaka. Wanita disebabkan warisan adatnya berusaha selalu memperkembang harta pusaka. Pekerjaan sambilan lainnya dilakukannya dalam usaha mendapat penghasilan yang langsung diterimanya. Dengan penghasilan tambahan inilah mereka pergunakan untuk biaya pendidikan anak-anak terutama belanja ke sekolah.

5.   Kelompok Keluarga
(1) Kelompok keturunan menurut ibu yang terdiri umunya atas wanita-wanita.
(2) Kelompok sumando, yang terdiri atas suami-suami wanita-wanita.
(3) Kelompok pasumandan, yaitu istri-istri dari laki-laki rumah gadang itu.
Pada upacara-upacara adat ketiga kelompok itu mempunyai peranan dan kedudukan masing-masing.Semuanya dilakukan oleh wanita.

BAB IV PERGESERAN KEDUDUKAN DAN PERANAN WANITA DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU
Dalam membicarakan pergeseran kedudukan dan peranan wanita tidak telepas dari perubahan sosial dalam struktur dan fungsinya. Selo Sumardjan (1962:379) menyatakan, bahwa perubahan sosial itu adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola peri kelakuan di antara kelompoknya.
Pendekatan yang dilakukan melihat pergeseran kedudukan dan peranan itu dilihat dari segi pendekatan :
(1) Analisa historis, melihat perkembangan lembaga itu dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, kemudian mengambil analisa kedudukan dan peranan wanita dalam perkembangan itu sendiri.
(2) Analisa fungsional lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan dalam adat Minangkabau. Pendekatan yang dilakukan lebih menekankan analisa historis dan kompatatif.
Kedua pendekatan di atas sifatnya saling melengkapi, sehingga mendapatkan kenyataan yang ada berdasarkan keadaan yang ideal dari kebudayaan Minangkabau itu dan perubahan-perubahan yang telah terjadi. Dan perubahan-perubahan terjadi dalam bidang lembaga pemerintahan, lembaga keluarga, sistem religi, dan pendidikan.

BAB V ANALISA DAN IMPLIKASI
1.   Ulasan
1.1 Kedudukan sebagai Limpapeh Rumah Gadang
Konsep limpapeh merumuskan kedudukan wanita dalam kekeluargaan matrilineal.Hal pewarisan dan pelanjut system menurut garis keibuan.Sistem matrilineal tercermin dalam kehidupan di rumah gadang.Pengaturan ruangan didasarkan atas prinsip membuka kemungkinan pengawasan terhadap anggotanya sebagai suatu keluarga besar. Prinsip ini dinyatakan dalam : Anak dipangku, kemenakan dibimbing.
Sehubungan dengan hal itu, pembagian ruangan yang ketat, menentukan kedudukan dan fungsinya dalam kekerabatan.
1.2 Konsep “bundo kandung”
Pada konsep limpapeh rumah gadang, adalah perumusan peranan wanita di tengah-tengah masyarakatnya. Konsep bundo kandung merumuskan peranannya dalam hubungan kekerabatan luas, termasuk kampong dan nagari dan negaranya.Bundo Kandung lebih mengutamakan kebijaksanaan, perimbangan dan keserasian masyarakat. Peranan itu terletak di tangan ibu yang bijaksana. Tepatan undang, sangkutan pusaka, tempat meniru meneladan, memakai rasa periksa.Itulah fungsi yang harus dilaksanakan.

2.   Analisa dan Kesimpulan
(1) Pertentangan Matrilineal dan Patrilineal
Dalam adat orang Minangkabau menganut matrilineal. Wanita merupakan penentu dalam pewarisan dan garis keturunan (suku). Dalam kehidupan patrilineal, kekuasaan sepenuhnya terletak di tangan suami.Kehidupan modern, dimana pun menuntut persamaan hak antara laki-laki dan wanita.Sedangkan di Minangkabau hak itu telah mereka punyai.
(2) Pertentangan antara Islam dan Adat
Islam mewariskan harta orang tua kepada anak laki-laki dan anak wanita, dengan ketentuan laki-laki mendapat dua anak perempuan. Suami berkewajiban mencari nafkah untuk mereka.Adat menetapkan harta pusaka turun kepada kemenakan.Mamak bertanggung jawab terhadap kemenakan yang sesuku dengan dia.

3.   Implikasi
(1) Di Bidang Pertanian
Untuk meningkatkan penghasilan rumah tangga, tetap mempertahankan kuasa usaha tani yang ternyata menguntungkan petani penggarap. Mengembangkan pola keragaman tanaman tahunan dan palawijaya, serta mengembangkan kesempatan kerja di luar pertanian.
(2) Pekerjaan Wanita di Bidang Penghasilan
Melihat gejala di daerah Sumatera Barat, yang menunjukkan gejala istri terlibat dalam pengelolaan dan pekerjaan sambilan yang member penghasilan langsung.

Penutup
Setelah mempelajari kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, ada hubungan yang terbaca oleh indra kita. Masih banyak yang mengembangkan tak terlihat sedikitpun.Di ala mini selalu terjadi menurut hukum dialektika. Kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan Minangkabau tidak luput antara tugas dan perintah.


BAB III
KEUNGGULAN BUKU
A.  Keterkaitan Antar Bab
Dalam buku ini setiap bab memiliki keterkaitan dan hubungan antar babnya, dimana dalam buku ini diawali dengan pendahuluan yang menceritakan tentang latar belakang, masalah, tujuan utama, dan ruang lingkup penelitiannya. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi yang menjelaskan letak, lingkungan alam dan penduduk, sistem kemasyarakatan, mata pencaharian, dan sistem religi dari masyarakat Minangkabau. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang kedudukan dan peranan wanita dalam adat Minangkabau. Dan di bab terakhir peneliti menganalisa dan menjelaskan implikasi dari peranan dan kedudukan wanita di bidang pertanian dan penghasilan.
Adapun kelebihan buku lainnya adalah:
1.   Buku ini secara jelas atau rinci menceritakan peranan dan kedudukan wanita di Minangkabau baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosialnya.
2.   Buku ini dilengkapi dengan tabel, bagan, dan peta untuk memberitahukan lahan, pekerjaan, struktur keluarga dan letak dari suku Minangkabau
3.   Buku ini dilengkapi implikasi peranan dan kedudukan wanita terhadap pendidikan dan pekerjaan.

B.   Kemutakhiran Buku
Buku ini masih dapat dikatakan mutakhir karena kebudayaan suku Minangkabau dalam buku ini masih berlaku sampai sekarang contohnya Matrilineal. Dan mungkin masih banyak lagi adat dan budaya suku Minangkabau yang masih dipertahankan sampai sekarang yangmanapenulis tidak terlalu mengetahuinya.

BAB IV
KELEMAHAN BUKU
A.  Keterkaitan Antar Bab
Buku ini memang sudah memiliki keterkaitan antar babnya namun ada kekurangannya yaitu setelah melakukan identifikasi penulis langsung menjelaskan kedudukan dan peranan wanita dalam adat Minangkabau tanpa menjelaskan bagaimana adat Minangkabau itu sendiri dan apa saja yang menjadi tradisi pada suku Minangkabau. Dan dari penjelasan bab 3 mengenai peranan dan kedudukan wanita dalam ada minangkabau kurang memiliki keterkaitan ke bab selanjutnya yaitu mengenai pergeseran kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau.
Adapun kelemahan lainnya adalah sebagai berikut:
1.   Bahasa yang digunakan dalam buku ini agak rumit sehingga pembaca tidak terlalu mudah memahami apa maksud dari penulis.
2.   Tanda baca yang digunakan dalam buku ini masih banyak tidak benar.
3.   Dalam buku ini ada sebutan pada orang Minangkabau namun penulis tidak mengartikannya kedalam bahasa Indonesia.

B.   Kemutakhiran Buku
Buku ini juga dapat kita katakan tidak mutakhir karena tahun terbitnya sudah lebih dari 25 tahun, dimana dalam rentang waktu itu terjadi globalisasi yang mempengaruhi pandangan orang suku Minangkabau dan ada budaya yang dulu di pegang kuat suku Minangkabau sekarang hanya menjadi ciri khas dari budaya Minangkabau. Contohnya di zaman sekarang tidak semua orang Minangkabau tinggal di rumah gadang namun tempat tinggalnya sudah direnovasi sedemikian rupa mengikuti perkembangan yang ada.


BAB V
IMPLIKASI
A.  Terhadap Teori/Konsep
Budaya yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan kebudayaan adalah bagian dari limgkungan hidup yang diciptakan oleh manusia. Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material.
Sifat hakiki dari kebudayaan antara lain :
1.   Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2.   Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
3.   Budaya di perlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
4.   Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang di ijinkan.
Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Tahap eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus-menerus ke dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental. Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan masyarakat sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dalam tindakan utntuk melindungi diri dari lingkungan alam, pada tanah permulaan manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya.
Di dalam sosiologi, wanita sebagai suatu objek studi banyak diabaikan. Hanya di bidang perkawaninan dan keluarga ia dilihat keberadaannya. Kedudukannya bersifat tradisional sebagaimana ditugaskan kepadanya oleh masyarakat yang lebih besar : tempat kaum wanita adalah di rumah. Didalam keluarga, wanita kehilangan otoritas terhadap laki-laki atau laki-laki dianggap memegang otoritas karena keluarga membutuhkan seorang pemimpin. Otoritas ini meliputi kontrol atas sumber-sumber ekonomi dan suatu pembagian kerja secara seksual di dalam keluarga yang menurunkan derajat wanita menjadi interior, anak buah, serta peran-peran sosial yang berlandaskan pada perbedaan inheren dalam kemampuan dan moralitas sosial.
Pekerjaan wanita mengandung arti yang berbeda di masyarakat-masyarakat yang berlainan. Wanita lebih cenderung meninggalkan pasar secara keseluruhan untuk memenuhi tanggung jawab melahirkan dan membesarkan anak.
Pendidikan sekolah merupakan sebuah isu signifikan bagi wanita sekarang, karena mereka makin banyak terlibat dalam sejumlah tingkatan dan aneka ragam lingkungan, mulai dari pendidikan prasekolah dan taman kanak-kanak, hingga sekolah menengah, dan barangkali perguruan tinggi,dengan begerak melalui struktur yang sama seperti murid laki-laki. Bagaimanapun, pendidikan formal bagi wanita dibatasi oleh undang-undang dan adat istiadat. Ditemukan bahwa para guru sekolah dasar menekankan pada keterampilan-keterampilan pekerjaan ibu rumah tangga bagi murid-murid perempuan mereka.

B.   Terhadap Program Pembangunan di Indonesia
Menurut penulis, implikasi peranan dan kedudukan wanita terhadap program pembangunan di Indonesia cukup besar karena dalam era saat ini penulis banyak nelihat bahwa wanita dapat meningkatkan pembangunan Indonesia misalnya dalam bidang pekerjaan dan pendidikan. Wanita tidak hanya sebagai pengamat namun sebagai pelaku dan ikut camper dalam melakukan pembangunan tersebut. Misalnya saat ini banyak wanita menjadi seorang pendidik dan memilih mendidik ke pedalaman Indonesia guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dalam bidang pekerjaan,wanita sudah hamper ada di segala bidang pekerjaan. Hal ini berarti wanita juga ikut ambil bagian dalam pembangunan Indonesia.

C.   Analisis Mahasiswa
Dalam buku ini sudah menjelaskan tentang kedudukan dan peranan wanita dalam budaya Minangkabau namun tidak menjelaskan kedudukan dan peranan wanita dalam bidang pendidikan dan pekerjaan secara rinci dan tidak ada bagaimana para suku Minangkabau menanggapi pendidikan terhadap perempuan.
Sedangkan dalam buku pembanding dijelaskan dengan jelas bagaimana kedudukan dan peranan wanita dalam bidang pendidika, pekerjaan, hukum dan usia tua. Jaga dijelaskan interaksi jenis kelamin, kelas dan ras. Sedang dalam buku penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana pandangan suku Minang terhadap budaya lain. Apakah mereka tertutup atau terbuka pada suku lain.
Dalam buku pembanding dikatakan bahwa wanita hanya berperan dan diakui dalam keluarga saja, sedang untuk pekerjaan dan lainnya wanita masih direndahkan. Dan juga dalam buku ini dikatakan bahwa dalam keluarga, laki-lakilah yang memiliki otoritas sedang wanita hanya mengikuti saja karena lai-laki lah sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga.
Penulis menemukan perbedaan yang cukup signifikan dalam buku ini, karena dalam suku Minangkabau mungkin hal seperti itu tidak berlaku. Lain halnya dalam suku Minangkabau, walaupun laki-laki sebagai kepala keluarga, namun yang banyak mengambil keputusan adalah wanita dan yang memimpin jika ada musyawarah adalah wanita itu sendiri. Wanita dalam suku Minagkabau memiliki peranan besar dalam adat mereka.
Dan untuk pendidikan dalam suku Minangkabau, para wanita disekolahkan hingga tingkat tinggi sesuai kesanggupan orang tua mereka. Berarti tidak ada perbedaan antar pendidikan antara wanita dan laki-laki dalam suku ini. Wanita juga diperbolehkan bekerja jika kondisi ekonomi mereka kurang atau untuk menambah penghasilan mereka guna membiayai pendidikan anaknya namun tidak juga mengabaikan keluarganya.
Lihat Juga!

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan ini bahwa buku utama sudah menjelaskan secara lengkap tentang peranan dan kedudukan wanita dalam kebudayaan Minangkabau. Dimana suku Minangkabau menghitung garis keturunan berdasarkan garis keibuan (matrialineal) dan juga wanita memiliki peranan yang besar dalam adat Minangkabau itu sendiri. Dan peranan dan kedudukan wanita juga sangat dipelukan dalam bidang pendidikan dan pekerjaan guna meningkatkan pembangunan di Indonesia.

B.   Saran
Adapun saran penulis terhadap pembaca adalah agar pembaca tidak menerima laporan ini begitu saja namun harus mencari referensi yang lebih banyak lagi agar pembaca lebih memahami mengenai peranan dan kedudukan wanita tidak hanya dalam satu kebudayaan saja,namun kebudayaan yang lain juga an secara umum di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Nain, Sjafnir, dkk. 1988. Kedudukan dan Peranan Wanita dalam        Kebudayaan Suku Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Ollenburger, Jane C dan Helen. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka Cipta
Setiadi & Elly. 2008. Ilmu Social Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Followers

Copyright © Education Support. Designed by OddThemes and Seotray.com