BAB I
PENGANTAR
A. Latar
Belakang Masalah
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya memerlukan data dan informasi kebudayaan, sebagai suatu sistem, ide dan nilai yang menjadi pedoman bagi pola-pola tingkah laku masyarakat itu. Karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang mekanisme kontrol bagi tingkah laku anggota masyarakat, yakni kebudayaan yang menjadi pedoman orang untuk memahami lingkungan, gejala-gejala yang dilihat, dirasa dan didengar, membuat perencanaan maupun memilah tindakan dalam menanggapi lingkungan maupun tindakan dalam menanggapi lingkungan dan tantangan sejarah yang dihadapi.
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya memerlukan data dan informasi kebudayaan, sebagai suatu sistem, ide dan nilai yang menjadi pedoman bagi pola-pola tingkah laku masyarakat itu. Karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang mekanisme kontrol bagi tingkah laku anggota masyarakat, yakni kebudayaan yang menjadi pedoman orang untuk memahami lingkungan, gejala-gejala yang dilihat, dirasa dan didengar, membuat perencanaan maupun memilah tindakan dalam menanggapi lingkungan maupun tindakan dalam menanggapi lingkungan dan tantangan sejarah yang dihadapi.
Masyarakat Indonesia terdiri dari aneka ragam kebudayaan daerah yang
sedang terlibat dalam proses pembangunan. Telah banyak para ahli ilmu sosial,
terutama para antropolog menaruh perhatian tentang keragaman kebudayaan suku
bangsa di Indonesia. Studi tentang Minangkabau merupakan tanah subur para
sarjana dalam dan luar negeri dalam berbagai bidang aspek kebudayaan
matrilineal.
Itulah yang melatarbelakangi penulis memilih buku Kedudukan dan Peranan
Kebudayaan dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau untuk dibandingkan dengan
buku teori yang lain agar lebih memahami kedudukan dan peranan wanita itu
sendiri.
B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
2. Untuk mengetahui kebudayaan dan
peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau.
C.
Manfaat
1. Menambah pengetahuan yang
diperoleh dari buku utama dengan buku pembanding mengenai kebudayaan
2. Mengetahui kebudayaan dan
peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau.
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
A. Identitas
Buku
Identitas Buku Utama
• Judul Buku : Kedudukan dan
Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa
Minangkabau
• Pengarang : Drs. Sjafnir Abu
Nain, Dra. Rosnida dan
Drs.Ishaq Thaher
• Penerbit : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
• Tahun Terbit : 1988
• ISBN : -
• Tebal Buku/Halaman : 220
halaman
Identitas Buku Pembanding
• Judul Buku : Sosiologi Wanita
• Pengarang : Jane C. Ollenburger
dan Helen A. Moore
• Penerbit : PT Rineka Cipta
• Tahun Terbit : 2002
• ISBN : 979-518-652-3
• Tebal Buku/Halaman : 310
halaman
Baca Juga Postingan Lain Dari Blog Ini !!
Kumpulan Critical Book Report [Tersedia >50 Jenis CBR]
Critical Journal Report [Tersedia > 40 Jenis]
Contoh Laporan Mini Riset [Tersedia >25 Jenis]
Kumpulan Makalah Berbagai Jenis Tema [Tersedia >100 Jenis]
B. Ringkasan
Buku
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebuadayaan di
daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha
kebudayaan harus menuju kemajuan abad, budaya, persatuan dengan tidak menolak
bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat berkembang atau memperkaya
kebudyaaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
sendiri. Orang Minangkabau merupakan salah satu diantara elompok suku bangsa
yang menempati bagian tengan pulau Sumatera sebagai kampong halamannya. Orang
Minangkabau menghitung garis keturunannya berdasarkan garis keibuan
(matrilineal), dengan pengertian bahwa keturunan dan harta warisan diturunkan
kepada anak-anak melaui ibu. Lingkungan ekologi memungkinkan sebagian besar
orang Minangkabau menyibukkan diri dengan padi sawah serta kegiatan pertanian
lainnya, yang dilaksanakan secara intensif dengan bibit unggul dan pupuk.
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat memegang adat istiadatnya dan teguh
melaksanakan agama, sebagaimana terpantul dari pandangan hidupnya ‘Adat
bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah’ (Al Quran). Peranan dan pengaruh
wanita dalam keluarga, rumah tangga serta masyarakatnya yang lebih luas dalam
kebudayaan suku Minangkabau:
1. Peranan wanita di dalam dan di
luar rumah gadang adalah rumah yang berhubungan erat dengan kebudayaan
Minangkabau, sebagai suatu masyarakat yang matrialineal, yaitu dalam pola
hubungan kekerabatannya.
2. Besarnya peranan wanita dalam
pekerjaan rumah tangga, keluarga, saparuik, suku dan nagari dengan
memperhatikan wewenang keluarga terhadap rumah tangga dan sebaliknya serta
sumbangan terhadap kehidupan masyarakat desa, kampung.
Pendekatan yangdilakukan melihat pergeseran kedudukan dan peranan dilihat
dari segi pendekatan:
1. Analisis historis melihat
perkembangan lembaga itu dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, kemudian
mengambil analisa kedudukan dan peranan wanita dalam perkembangan itu sendiri.
2. Analisa secara fungsional
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keluarga, lembaga keagamaan, dan
lembaga pendidikan dalam adat Minangkabau. Pendekatan yang dilakukan lebih
menekankan analisa historis dan kompataif.
Sehubungan dengan hal itu, sepantasnyalah kita memberikan ulasan
kejelasan dengan menitik beratkan pada berbagai aspek yang terdapat di dalam
unsure-unsur kehidupan wanita. Keseluruhan ulasan mencakup aspek: structural,
fungsional, dan sikap yang memperlihatkan kepribadian Minangkabau.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Garis-Garis Besar Haluan Negara TAP MPR Nomor II/MPR/1983 menjelaskan
bahwa :
Dengan tumbuhnya kebudayaan yang berkepribadian dan berkesadaran
nasional, maka sekaligus dapat dicegah nilai-nilai sosial budaya bersifat feodal
dan kedaerahan yang sempit serta di tanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang
negative, sedang di pihak lain di tumbuhkan kemampuan masyarakat untuk
menyaring dan menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang memang
diperlukan bagi pembaruan dan proses pembangunan.
Sistem sosial pada suku bangsa Minangkabau sebenarnya dapat dibagi
berdasarkan umur, pendidikan, pelapisan sosial, jenis kelamin dan lain-lain.
Sistem sosial berdasarkan jenis kelamin terbagi atas kategori pria dan wanita,
yang dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau mempunyai kedudukan dan peranan
tertentu. Apabila disbanding dengan wanita lainnya di Indonesia terdapat
perbedaan-perbedaan. Studi tentang Minangkabau merupakan tanah subur para
sarjana dalam dan luar ngeri dalam berbagai bidang aspek kebudayaan
matrilineal.
2. Masalah
Dalam masyarakat manapun, baik dari masyarakat pedesaan sederhana,
masyarakat kota, kaum wanita dalam sistem socialnya mempunyai peranan tertentu.
Kedudukan dan peranan wanita Minangkabau diatur dan ditata oleh “adat”. Menurut
hemat kami data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita Minangkabau
belum diketahui secara baik. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional maupun
menentukan langkah-langkah perencanaan pembangunan dalam arti yang luas, diperlukan
data dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita. Pembangunan yang
berkaitan dengan wanita sudah seharusnya direncanakan ditunjang dengan
pengetahuan yang lebih lengkap. Di samping itu setiap warga negar harus
memahami hal itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mempercepat proses
integrasi bangsa.
3.
Tujuan Utama
Tujuan utama penelitian ini adalah :
• Untuk dapat mengumpulkan data
dan informasi tentang kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa
Minangkabau di Sumatera Barat.
• Data dan informasi tentang
kedudukan dan peranan wanita itu akan sangat diperlukan untuk menyusun
kebijaksanaan kebudayaan nasional maupun menentukan langkah-langkah perencanaan
pembangunan nasional dalam arti yang luas.
• Data dan informasi ini akan
berguna bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menumbuhkan saling pengertian
yang lebih mendalam.
• Data dan informasi itu dapat
dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
4. Ruang
Lingkup
Dalam penelitian ini perlu ditetapkan apa yang menjadi ruang lingkup
penelitian meliputi :
• Deskripsi tentang lingkungan
alam dan budaya Minangkabau tempat masyarakat bertumbuh dan berkembang.
Tepatnya tentang identifikasi lingkungan alam, ekologi, system kekerabatan,
mata pencaharian dan system religi.
• Kedudukan dan peranan wanita
dalam adat Minangkabau, meliputi upacara-upacara daur hidup wanita.
• Pergeseran kedudukan dan
peranan wanita, karena pengaruh yang datang dari luar, maupun akibat
perkembangan dalam masyarakat itu sendiri.
• Analisa dan implikasi dari
hasil penelitian sebagai rangkuman dan abstraksi.
5. Pertanggung
jawab ilmiah (metodologi)
Metoda penelitian yang dipakai adalah metoda dan teknik yang bisa
dipergunakan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial disesuaikan dengan materi
yang diperlukan dalam kerangka laporan.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut,
• Studi dokumentasi yang tersedia
dan sesuia dengan kebutuhan data dan informasi.
• Lokasi Penelitian Berdasarkan
hal di atas ditetapkan dua lokasi pedesaan di daerah kabupaten dan pedesaan di
kota.
• Teknik Penelitian
(1) Teknik daftar isian (kwestioner)
dilakukan secara menyeluruh di daerah tingkat II se Sumatera Barat. Pilihan
bebas (random) terdiri dari 15 nagari.
(2) Teknik wawancara dengan melakukan
analisa terhadap data yang diperoleh sambil mengembangkan konsep dalam
penelitian lapangan di kedua pedesaan Kabupaten dan kota, yakni Lima Kaum dan
Kuranji.
(3) Observasi terhadap gejala-gejala
sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
(4) Memperoleh data dan informasi
melaui metoda sejarah hidup (life history method) dan metoda keturunan
(genealogical method).
1. Pelaksanaan dan Hambatan
Untuk mencapai hasil yang diharapkan dari penelitian tim telah melakukan
kegiatan-kegiatan :
• Pengarahan dan petunjuk
pelaksanaan dari Direktur Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan yang bertanggung jawab dalam perencanaaan, pengarahan,
pembinaan, dan penyempurnaan hasil akhir dan penerbitnya.
• Pengarahan penelitian lapangan
oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan yang bertanggung
jawab mengkoordinasikan penelitian lapangan atas restu Bapak Kepala Kantor
Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Barat.
• Dalam kegiatan penelitian
pengumpulan data untuk bahan penulisan telah dilakukan hubungan pendekatan
dengan beberapa instansi tingkat propinsi, tingkat II dan kelurahan dan desa
serta tokoh-tokoh wanita lainnya.
• Perekaman data dan informasi di
lokasi penelitian telah melibatkan mahasiswa, dosen, Kepala Desa, Rukun Kampung
dan Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, terutama dari kecamatan Padang
Barat yang memberikan informasi sebagai petunjuk di lapangan.
2. Hasil
akhir dan Sistematika Penulisan
Untuk memahami kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa,
sebagai laporan hasil akhir dalam bentuk naskah sistematika adalah sebagai
berikut.
Bab 1.Pendahuluan, menguraikan latar belakang, masalah, tujuan utma ruang
lingkup, pertanggung jawab penelitian (metodologi), lokasi penelitian,
pelaksanaan dan hambatan serta sistematika.
Bab 2.Identifikasi, uraian mengenai lokasi, lingkungan alam, penduduk dan
lokasi penelitian di Lima Kaum dan Kuranji.Hal-hal yang berhubungan dengan
system sosial, mata pencaharian dan system religi.
Bab 3.Kedudukan dan peranan wanita dalam bentuk kegiatan dijabarkan dalam
kegiatan uapacara daur hidup (masa anak-anak, remaja, masa perkawinan dan
kehamilan).Kedudukan dan peranan wanita di rumah sendiri, kelompok keluarga
(rumah gadang, mamak, ninik mamak, urang sumando dan induak bako).
Bab 4.Pergeseran kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku
bangsa Minangkabau, meliputi lembaga pemeritahan, keluarga,
kepemimpinan.Pergeseran dalam mata pencaharian, sistem religi dan pendidikan,
sebagai tantangan alam dan sejarahnya.
Bab 5. Sebagai bahan pelengkap naskah ini akan memberikan ulasan, analisa
dan implikasi dilengkapi dengan lampiran dan kepustakaan.
BAB II IDENTIFIKASI
1. Letak,
Lingkungan Alam dan Penduduk
Orang Minangkabau merupakan salah satu diantara kelompok suku bangsa yang
menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya. Orang
Minangkabau sekarang merupakan 3% dari
seluruh penduduk Indonesia, yakni mereka yang menempati Sumatera Barat
dan salah satu kelompok suku bangsa terbesar keempat setelah Jawa, Sunda, dan
Madura. Perasaan kesukuan orang Minangkabau umumnya berdasarkan persamaan
bahasa, asal usul dan pengelompokan suku. Tradisi menyatakan bahwa orang
Minangkabau menamai negeri mereka “Alam Manangkabau”. Negeri asal orang
Minangkabau disebut “Luhak Nan Tigo”, yakni dataran tinggi di sekitar Gunung
Merapi, Singgalang dan Sago.Daerah inilah merupakan “pusat” Minangkabau,
disebut juga Ranah Minang. Dari sinilah bermuka perpindahan penduduk ke dataran
rendah pantai barat, sehingga terbentuk ”rantau pesisir”. Ke timur melalui
sungai-sungai besar sampai di pantai timur Sumatera, kemudian menjadi “rantau
timur”.
Banyak dari rantau-rantau dulu, kini berada di luar propinsi Sumatera
Barat.Kampar, Siak, Rokan, Panai, Bila, Kuala dan Asahan di propinsi Sumatera
Utara; Indragiri di Riau; Batang hari di Jambi; Sibolga, Natal dan barus di
propinsi Sumatera Utara; Singkel, Tapak Tuan, Trumon dan Meulaboh di Aceh.Ke
timur rantau Naning di Malaka dan juga Negeri Sembilan berakhir menjadi rantau
Minangkabau dengan lenyapnya dinasti Pagaruyung 1809.
Sumatera Barat terdiri atas 100 kecamatan, 543 nagari dan 3.518
desa.Nagari adalah pemerintahan tradisi yang otonom berdasarkan genealogis dan
territorial, dan persamaan adat istiadat. Sekarang nagari dimekar atas dasar
territorial semata.
Pola umum sebuah nagori mencakup seluruh kepentingan masyarakatnya adalah
mempunyai balai, mesjid, labuah nan golong dan tepian.
1.1 Lokasi Penelitian
Studi tentang kedudukan dan peranan wanita dipusatkan di dua daerah,
negari Lima Kaum dan Pauh IX, yang sekarang menjadi Kecamatan Lima Kaum dan
Kecamatan Kuranji.
1.2 Pola Permukiman dan Letak Bangunan
Penyebaran permukiman yang terdapat dalam suatu desa dapat dikaji
penyebarannya, yaitu :
(1) Pola tempat kediaman penduduk,
yang disebut rural settlement type.
(2) Penyebaran rumah penduduk desa
membentuk sebuah pola, yakni pola desa atau village type.
1.3 Pola Rumah Tangga
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruhnya bagunan fisik serta makan dari “satu dapur” (Sensus Pertanian
1983:6).Menurut adat Minangkabau “rumah tango” adalah sepasang suami istri
bersama anak-anak mereka.
1.4 Pola Kepemimpinan di Pedesaan
Nagari Lima Kaum dulunya secara adat dipimpin oleh Datuk Nan
Balimo.Masing-masing secara tradisi mempimpin kaumnya, yang terdiri dari
datuk-datuk suku.Datuk-datuk suku inilah yang secara langsung berhubungan
dengan rakyatnya, anak kemenakan.Kelima Datuk Nan Balimo dipimpin oleh seorang
“raja” Lima Kaum XII Koto IX Koto di dalam, melambangkan wakil Datuk Perpatih
Nan Sabatang.
Sejalan dengan perkembangan pemerintahan pedesaan dan keluarnya lembaga
adat dalam struktur pemerintahan, maka lahir dalam zaman peralihan ini suatu kelompok
dengan sifat kepemimpinan “power” serta kekuasaan patron client.
1.5 Penduduk
Luas daerah Sumatera Barat 42.297,30 km2 dengan jumlah penduduk 3.524.198
jiwa.Di derah kabupaten kepadatan rata-rata 67 jiwa/km2, sedangkan di daerah
perkotaan yang kurang kepadatannya adalah kotamadia Padang. Ini disebabkan
perluasan kota terjadi pada tahun 1980, masuknya 7 kecamatan Padang Pariaman
sehingga kepadatan rata-rata 656 km2. Kalau memperhatikan luas daerah rata-rata
83 jiwa/km2.
2. Sistem
Kemasyarakatan
Orang Minangkabau menghitung garis keturunannya berdasarkan garis keibuan
(matrilineal), dengan pengertian bahwa keturunan dan harta warisan diturunkan
kepada anak-anak melalui ibu. Menurut tradisi dua suku induk dihubungkan dengan
kedua pendiri dan pembentuk adat Minangkabau.Koto Piliang dihubungkan dengan
Datuk perpatih Nan Sabatang. Kedua suku induk ini dibedakan dalam cara
mengambil keputusan dan pemilihan kepala adat disebut penghulu. Dari perbedaan
dua sistem mengambil keputusan dan kedudukan penghulu dalam kedua suku induk
itu lahir istilah “keselarasan”, yaitu kelarasan Bodi Caniago dan kelarasan
Koto Piliang. Tiap suku terdiri dari beberapa “parulik”, orang yang berasal
dari satu nenek.Dalam “saparuik” terdapat seorang yang berwibawa dan merupakan
pimpinan dalam paruk itu.Ia dinamakan mamak kepala waris, yang membimbing
kemenakannya terutama dalam harta pusaka. Saparuik kemudian terpecah dalam
beberapa kelompok yang biasa disebut jurai. Perkawinan bersifat matrilokal,
suami bertempat tinggal di rumah istrinya sesudah perkawinan. Dalam hal adat,
seorang ayah berada di luar suku istri dan anak-anaknya. Demikian juga halnya
di dalam upacara-upacara adat, ia berada di luar keluarga istrinya, walaupun
kedudukannya sebagai “semenda” ditentukan dalam hubungannya dengan berdasarkan
statusnya dalam hubungan kekerabatan itu.
2.1 Sistem Kekerabatan
Pengertian “keluarga” dan “rumah tangga”
Prinsip keturunan diatur menurut garis ibu. Setiap individu akan melihat
dirinya sebagai keturunan ibu dan neneknya tanpa melihat pada keturunan
bapaknya. Prinsip matrilineal ini juga menentukan pewarisan dalam gelar pusaka
yang disebut “sako”, yaitu gelar jabatan dalam keluarga. Sebagai akibat logis
garis keturunan keibuan ini menempatkan seseorang dalam suku ibunya. Pengertian
keluarga di Minangkabau adalah kerabat terdiri dari nenek perempuan dan
saudar-saudaranya, anak laki-laki dan perempuan dari nenek perempuan terdiri
dari ibu dan saudara laki-laki dan
perempuan dan seluruh anak ibu dan anak saudara-saudaranya yang perempuan.
Karena perkawinan bersifat matrilokal, maka seorang ayah bertempat tinggal di
rumah isterinya. Dalam adat Minangkabau peranan wanita seperti “umban puruak”,
penyimpanan perbendaharaan rumah tangga. Kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anaknya di Minangkabau disebut “rumah tango”, rumah tangga.
2.2 Adat Menetap Sesudah Menikah
(1) Hubungan Tali Kekerabatan
“Mamak-Kemenakan”
Ada dua pengertian “mamak-kemenakan” dalam kebudayaan suku bangsa
Minangkabau. Pertama : panggilan “mamak” adalah istilah kekerabatan ego menyapa
terhadap saudara ibunya yang laki-laki. Sebaliknya anak-anak ibu dan anak-anak
saudara ibu yang perempuan adalah kemenakan dari saudara-saudaranya yang
laki-laki. Demikianlah pengertian kemenakan adalah : panggilan terhadap anak
saudara perempuan. Hubungan mamak dan kemenakan merupakan kerabat keluarga yang
menjadi turutan dan anutan sepanjang adat. Sejalan dengan pengertian mamak
sebagai pelindung dan Pembina keluarga kerabat wanita itu, maka mamak merupakan
panggilan yang umum untuk seluruh jenjang kekerabatan. Kedudukan seorang
laki-laki pada suatu ketika merupakan mamak terhadap kemenakannya dan apabila
berhadapan dengan mamaknya ia adaah kemenakan. Suatu kekecualian apabila mamak
itu berkedudukan sebagai Ninik Mamak, yakni Imam, Khatib, Penghulu dan wakilnya
(tungkatan). Fungsi mamak tidak mungkin diberikan kepada suami, karena itulah
wanita mempunyai hak dan tanggung jawab sebagai pelaksana harian tugas mamak.
(2) Hubungan Ayah dengan Anak
Secara hukum adat, ayah berada di luar kerabat keluarga
anak-anaknya.Menurut kenyataan sehari-hari suku ayah berbeda dengan suku
anak-anak dan istrinya.Dengan demikian seorang anak mengenal dua lingkungan
kekerabatan, di pihak ibu dan kekerabatan ayahnya.
Dalam hal ini sebagai anak mendapat dua perlindungan, pertama dari mamak
guna memelihara kelangsungan hak-hak, kewajibannya terhadap kerabatnya ; kedua
dia mendapat pemeliharaan dan pembinaan kehidupan dan penghidupan dari ayahnya.
Melalui hubungan anak dan ayah, seorang mendapat harta pencaharian dan warisan
dari ayahnya.Adakala kalanya harta pusaka kerabat ayah diberikan kepada anak
dalam bentuk hiba, baik hiba terbatas maupun hiba langsung dengan persetujuan
kerabat ayah.
(3) Hubungan Bako-Anak Pisang
Hubungan bako dan anak pisang (panggilan kerabat ayah) terhadap anak-anak
saudara laki-lakinya berdasarkan “hubungan darah”.Dalam hal ini anak pisang
mendapat hak kebebasan dan kasih sayang dari “bako”nya.Setiap upacara yang
berhubungan dengan daur hidup anak juga adalah upacara mereka.Maksudnya bako
memegang peranan terhadap anak pisang mereka.Demikian juga halnya Ego terhadap
anak-anak mamak mereka.Anak-anak mamak adalah “anak pisang” Ego dan
kerabatnya.Karena telah saling mengenal inilah maka lahir perkawinan pulang ke
bako dan ke anak pisang. Apabila dikalangan bako terjadi “punah” kerap kali
harta pusaka mereka hibahkan kepada anak pisang.
(4) Hubungan ipar bisan Pasmandan
(Hubungan yang Lebih Luas)
Perkawinan pada suku bangsa Minangkabau bersifat matrilokal, artinya
dengan perkawinan seorang laki-laki akan menetap di rumah istrinya. Disamping
itu disebabkan perkawinan itu terjadi pula kelompok “bisan”.Seluruh kerabat ibu
yang perempuan merupan bisan oleh ipar dari pihak kerabat istri
anaknya.Disebabkan perkawinan yang saling berhubungan dalam suatu nagari dan
desa, maka hubungan ipar bisan semakin meluas dan kompleks.
Semua interaksi kaum wanita karena hubungan ipar bisan ini telah saling
silang. Hubungan wanita antara ipar bisan ini sangat baik, karena akan membawa
pengaruh dalam hubungan rumah tangga. Sejalan dengan hubungan ipar bisan adalah
hubungan semenda-mamak tunganai bagi laki-laki.Hubungan semenda-mamak tunganai
adalah hubungan keseganan dan keseimbangan dalam fungsi.Bagi laki-laki
disamping perlakuan ipar bisannya, karena dwikepimpinannya, sebagai ayah dalam
rumah tangganya dan sebagai mamak terhadap kemenakannya dalam kerabat
keluarganya.
Dari hubungan seseorang terhadap lingkungannya itu telah dijelaskan empat
pasang tali hunungan kekerabatan. Pada dasarnya laki-laki Minangkabau telah
kita lihat secara adat : tidak mempunyai kekuatan apa-apa dalam masyarakatnya
itu. Di rumah gadang tidak ada tempat baginya, karena rumah gadang ditempati oleh
saudara-saudaranya yang perempuan bersama suami dan anak-anak mereka.Dalam
setiap upacara adat atau pertemuan musyawarah dalam rumah gadang tempat
kedudukan seseorang pun telah terpola pula.
Kedua istilah panggilan musyawarah atau upacara itu memperlihatkan
pemisah fungsi semenda dan mamak tunganai, sehingga akhirnya terlihat dalam
pergaulan sehari-hari.
2.3 Wanita dalam Hubungan Kekerabatan
Seorang wanita dalam adat Minangkabau naik statusnya karena perkawinan.
Didalam kerabat keluarganya pendapatnya telah diminta. Semenjak perkawinan itu
ia sudah dituntut dapat menempatkan diri dalam setiap posisi tali hubungan itu.
Dengan memasuki jenjang perkawinan bagi wanita adalah suatu pendidikan diri
sendiri dikalangan rumah tangga, kerabat, suku, bahkan seluruh desanya.Semuanya
berlaku dan berjalan dalam “patut” dan “mungkin”, “raso” jo pareso”.Patut dan
mungkin lahir dari dsar pertimbangan yang rasional, datang dari pemikiran yang
mendalam.Suatu tindakan yang dilakukannya melalui pertumbangan yang masak dan
memperhitungkan segi manfaat dan mudaratnya adalah patut. Namun ada suatu
pertimbangan lain yang perlu pula menjadi bahan pertimbangan disebut mungkin.
Pendidikan bagi wanita disini adalah moral dan etika.Setiap tindakannya telah
dipirkan secara matang dengan segala pertimbangan buruk baiknya. Untuk
menyalurkan keputusan dan menyampaikannya ia harus dapat menempatkan dirinya
dalam posisi mana ia sedang berada. Penyalurannya disebut “tahu di ampek”,
kenal ajaran empat, yakni jalan empat kata.
1. Mendatar
2. Mendaki
3. Menurun
4. Melereng
3. Mata
Pencaharian
Lingkungan ekologi memungkinkan sebagian orang Minangkabau menyibukkan
diri dengan padi sawah serta kegiatan pertanian lainnya, yang dilaksanakan
secara intensif dengan bibit unggul dan pupuk. Di samping mengumpulkan hasil
hutan bertenak ikan (budi daya ikan, menangkap ikan di sungai, danau dan laut).
Selain itu penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang perantara yang
menghubungkan Sumatera Barat dengan Mrdan, Pekanbaru, Jambi, Palembang dan
Jakarta, membawa hasil pertanian dan sayura-sayuran hasil dataran tinggi
Sumatera Barat. Penenun, dan pengrajin pakaian tradisional seperti kain balapak
dilaksanakan wanita di Pandai Sikat, Payakumbuh dan Sungayang.
3.1 Pola Penguasaan dan Penggunaan Tanah
Pola pemilikan tanah pada umumnya tidak berapa mengalami perubahan
mendasar.Tanah tetap menjadi milik bersama, tetapi penguasaannya berada di
tangan keluarga atau rumah tangga. Pemilikan tanah pedesaan berubah, karena :
a. Penjualan, oleh waris laki-laki
(Padang) karena keturunan wanita punah tidak ada pelanjut dalam cabang keluarga
itu.
b. Hibah, terjadi karena pemberian
kepada anak pisang, termasuk karena punahnya cabang keluarga tertentu.
c. Pagang Gadai, adalah
menggadaikan tanah yang sangat tinggi, bahkan kadang-kadang melebihi harga beli
yang sebenarnya.
3.2 Pola Penggunaan Tanah
Menurut jenisnya tanah yang dikuasai penduduk Kuranji, terdiri dari :
1. Sawah berpengairan
2. Sawah tadah hujan
3. Tanah kering
Dengan penggunaan tanah, perlu kita perhatikan lagi daya gunaan tanah
untuk penghasilan rumah tangga dan kita akan membedakannya antara pekerjaan
pokok manakah diantaranya pekerjaan yang dilakukan semata-mata oleh wanita dan
mana pula dikerjakan bersama suami istri.
3.3 Pola Pekerjaan Rumah Tangga Pertanian
Untuk mendapatkan gambaran peranan rumah tangga dan pembagian kerja
antara suami isteri, dilihat dari segi pekerjaan pokok dan pekerjaan sambilan,
kemudian memperinci pelaksanaannya untuk menentukan tugas atau kegiatan antara
suami dan isteri.
4. Sistem
Religi
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat memegang adat istiadat dan teguh
melaksanakan agama, sebagaimana terpantul dari pandangan hidupnya “Adat
bersendi syarak-syarak bersendi kitabullah” (Al Quran).
Ini tercemin dalam tiga fungsional dalam adat, yakni Ninik Mamak
(Penghulu), Imam Khatib dan Cerdik Pandai. Pada upacara yang dilakukan, sesudah
makan dengan memanggil kedua fungsional itu, ditutup dengan do’a. Mendo’a dilakukan oleh seorang ulama
atas persetujuan Imam Khatib. Memang masih ada sisa-sisa kebudayaan lama dalam
upacara keagamaan namun oleh masyarakat sudah dianggap sudah tradisi saja.
4.1 Upacara- Upacara Agama
(1) Kelahiran
Anak laki-laki yang baru lahir di “abang” kan dan anak wanita Qamat.
Sebaiknya dilakukan oleh bapaknya sendiri, kalau tidak boleh seorang malin.
(2) Aqiqah
Makanan dan syarat-syaratnya disediakan oleh suami istri. Di hadapan imam
khatib nasi dan gulai diletakkan di atas dulang bekaki, sejenis talam besar
yang berkaki tiga, ditutup dengan dalamak.Pemotongan rambut dilakukan oleh imam
khatib mendoa oleh malin atau guru agama.
(3) Khatam Qur’an
Bisa dilakukan di Mushalla atau mesjid dipimpin oleh guru agama dihadiri
oleh orang tua danmurid yang memakai pakaian haji berarak-arak dengan rebana.
(4) Mengaji Tammat
Mengaji atau berzikir dilakukan di mesjid, malam-malam hari.Pagi-pagi
isteri penghulu dan Imam Khatib membawa makanan di atas dulang berkaki, nasi di
cambung, piring dan gelas.Apabila dilakukan penyembelihan sapi, maka lauk pauk
dibagikan dalam pinggan, piring porselen bagi penghulu dan imam khatib. Upacara
ini dilakukan sewaktu akan turun ke sawah.
(5) Upacara Maulud
Dulunya dilakukan oleh masing-masing suku, berzikir dan berzanji (membawa
riwayat nabi).Isteri imam khatib, penghulu dan seluruh kerabat membawa makanan
dalam dulang.Sesudah acara, makan bersama.Pada waktu sekarang ini hanya
beberapa daerah saja yang melakukannya.Sekarang upacara ini merupakan
peringatan di mesjid dengan mendatangkan guru yang baik dan dapat menarik
masyarakat sebanyaknya guna pembangunan mesjid.
(6) Upacara Kematian
Ada juga yang melakukan meniga hari, menujuh hari, bahkan empat puluh
hari dan seratus hari.Upacara dan persediaan diadakan oleh rumah tangga atau
keluarga si mati.Malamnya berzikir, mendo’a dan makan bersama.
(7) Pada upacara keagamaan setiap
istri membawa makanan adat ke rumah mertuanya, sebagai suatu kewajiban.
Kesimpulannya adalah, bahwa di tengah-tengah desa dan nagari terdapat dua
macam imam khatib; yaitu imam khatib adat dan ulama yang bertindak sebagai imam
dan kahtib di mesjid.
4.2 Sarana Agama dan Pengajian
Mesjid, surau dan mushalla adalah lembaga agama di desa dan nagari, yang
membentuk kelompok pengajian (jama’ah) untuk kepentingan agama. Tujuannya
sebagai pedoman hidup umatnya berdasarkan ketentuan bersama dalam mencapai
uchuwah Islamiah menurut Qur’an dan Sunnah Rasul.
(1) Lembaga Mesjid
Organisasi mesjid diselenggarakan oleh suatu pengurus yang mengatur
pembangunan dan penyelenggaraan kegiatan ibadah. Diantara kepepimpinan mesjid
yaitu : Imam Khatib dan Bilal. Salah satu kegiatan utama di mesjid adalah
“pelajaran Al Qur’an dan agama”, disamping kegiatan sehari-hari yaitu
sembahyang berjamaah dan wirid.Sumber pembiayaan mesjid adalah menjadi
tanggungan bersama anggota masyarakat dari zakat, infak (iyuran), wakaf
(sumbangan), dan gotong royong.
(2) Surau
Pengertian surau mula-mulanya sebagai tempat tinggal pemuda dan duda, dan
tempat mengaji.Kedua surau merupakan tempat pengajian oleh seorang guru agama
tertentu untuk anak-anak dan ibu-ibu dewasa.Malamnya anak-anak tidur
disana.Surau sudah meruapakan semacam pesantren.
(3) Mushalla, hampir sama fungsinya
dengan mesjid. Pengurus mushalla bekerja atas dorongan berbakti pada agama,
sehingga dijadikan tempat sembahyang berjamaah, wirid-wirid, pengajian dan
pendidikan pengajian bagi anak-anak di samping pendidikan informal di sekolah.
BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN
WANITA DALAM ADAT MINANGKABAU
Rogers, 1978 menyatakan bahwa untuk mengerti sebaik-baiknya kedudukan
wanita dalam suatu kebudayaan tertentu adalah dengan mempelajari hubungan
antara kedua kelompok kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Blood dan
Wolfe, 1960 mencoba mengerti kedudukan wanita di dalam maupun di luar keluarga
dan rumah tangga, maka aspek yang paling penting dalam struktur keluarga adalah
posisi anggota keluarga karena distribusi dan alokasi kekuasaan. Seorang
laki-laki harus memandang gadis-gadis sekampungnya atau sesuku sebagai adiknya
sendiri. Jika ia wanita ia harus menganggap dan meperlakukan laki-laki
sekampungnya sebagai mamak. Ada tiga tingkatan lembaga kemasyarakatan harus
ditempuh seorang wanita hingga sampai dewasa yang sangat mempengaruhi pandangan
hidupnya. Berturut-turut akan diungkapkan peranan wanita dalam berbagai
tingkatan perkembangan.
1. Kedudukan dan Peranan terhadap
Anak-Anak (Proses Sosialisasi)
Pada umumnya orang Minangkabau menganggap seseorang yang berumur antara 5
sampai 15 tahun masih anak-anak. Pola peranan wanita disini terhadap proses
pendidikan dalam arti luas atau proses sosialisasi hampir seluruhnya terletak
di tangan wanita.
1.1 Pola Hubungan di Rumah (Gadang)
Keluarga
Keterlibatan wanita dalam proses pendidikan atau sosialisasi terhadap
anak ini dapat dimengerti sebaik-baiknya tentang kedudukan wanita dalam
kebudayaan Minangkabau dengan mempelajari hubungan antara kedua grup jenis
kelamin pria dan wanita.
Wanitalah yang menetapkan persiapan dan pelaksanaan upacara, terutama
dalam :persiapan penantian, “panggilan” terhadap anggota keluarga lain (mamak,
orang semenda, bako, anak pisang, ipar bisan), pengadaan “makanan dan minuman”
secara adat dan membalas “jalang” (pembawaan dan balasannya).
Disamping pendidikan formal di sekolah anak laki-laki bisa di bawa oleh
bapak ke rumah kerabat ayah (bako), sehingga disanalah ia mendapat perlakuan
yang lebih baik dan mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya. Di rumah ibunya ia
kurang mendapat kebebasan dalam arti yang luas. Anak itu bermain terbatas di
sekitar “bilik” tuanya dan di halaman.
Berbeda dengan anak-anak wanita yang diharapkan sebagai penerus penghuni
rumah gadang yang kelak diharapkan “tempat meminta air” oleh laki-laki di kala
haus di samping di rumah istrinya sendiri. Sedari kecil anak-anak wanita sudah
dibiasakan bekerja sama dengan saudara-saudara mereka semandeh. Mereka
dibiasakan dengan sifat-sifat malu berbuat salah dan dapat menenggang orang
sekeliling.
1.2 Upacara Masa Anak-Anak
Kedudukan dan peranan wanita sebagai “keluarga initi” atau rumah tangga
terhadap kerabat keluarga dan masyarakat luas di desa dan nagarinya. Kita akan
memperinci atas :
(1) Keterlibatan wanita dalam
upacara dengan melihat pula peranan pria dalam pola hubungan kekerabatan
(2) Pengambilan keputusan dalam
setiap tahap kegiatan mulai dari persiapan, perlengkapan dan jalannya upacara
(3) Peranannya dalam penyediaan
bahan, bawaan dan makanan menghubungkannya dengan pembiayaan yang diperlukan.
Upacara dan kenduri pada masa kanak-kanak dan pendewasaan anak wanita
adalah :
(1) Batanam uri, upacara ba jago-jago
(berjaga-jaga).
Waktu penyelenggaraan dan maksudnya
Batanam uri dilakukan pada waktu kelahiran bayi sebagai rasa syukur atas
keselamatan bayi dan ibunya.Batanam uri, biasanya disebut juga “adat baso basi”
(50 Kota, Tanah Datar).
Peserta yang terlibat (partisipan)
Ibu mertua beserta kerabat ayah (baso si anak) dan istri-istri mamak
(bisan ibu) serta mamak dan semenda dekat.
Persiapan dan penyelenggara upacara
Pada waktu kelahiran bayi, seorang dari kerabat ibu member tahu kepada
kerabat ayah.Atau adakalanya mereka telah tahu sendiri.Mertua perempuan dari
kerabat ayah (biasanya ibu dari ayah) datang ke rumah anak pisangnya membawa
ayam jantan apabila si bayi ang baru lahir seorang anak laki-laki.Apabila si
anak perempuan bawaannya berupa ayam betina.
Makna dan perlambangan
upacara
(1) Penyediaan dan penyelenggaraan
batanam uri dilakukan oleh ibu dan ayah sebagai anggota rumah tangga dibantu
dengan pembawaan dari bako si anak.
(2) Adat baso basi suatu pertanda
hubungan bako dan anak pisang melalui ayah. Maksudnya kemenakan ayah kepada
anaknya.
(3) Kerabat ayah memanfaatkan
kesempatan ini memperkenalkan anak gadis mereka dengan kerabat anak pisangnya,
sekaligus menunjukkan sifat erat hubungan mereka.
(4) Bawaan yang bersifat bantuan itu
semuanya ditentukan oleh wanita sendiri sesuai dengan sifat hubungan mereka.
(5) Upacara betanam uri kemudian
dilanjutkan dengan berjago-jago biasanya dilanjutkan lagi oleh kerabat ayah
yang disebu : “menjemput anak pisang”. Setelah 40 hari, setelah ibu kuat dan
anak sehat ibu dan anak dibawa ke rumah bakonya.
(2) Upacara aqiqah
Upacara aqiqah adalah salah satu pelaksanaan ajaran Islam bersumberkan
Hadith Nabi Muhammad s.a.w, yang berbunyi :
“Anak yang baru lahir menjadi rungguhan sampai dilakukan penyembelihan
teruntuk baginya, aqiqah, pada hari ketujuh semenjak hari lahirnya dan pada
hari itu juga hendaklah dicukur rambutnya serta diberi nama”.
Pada upacara ini disyaratkan menyembelih seekor kambing yang dewasa bagi
anak wanita dan dua ekor untuk anak laki-laki.
(3) Upacara turun mandi
Upacara turun mandi dilaksanakan pada persalinan yang dilakukan dengan
perantaraan dukun.Setelah tali pusar putus, biasanya setelah seminggu dilakukan
upacara turun mandi.Maksudnya, membawa anak dan ibunya ke sungai untuk
membersihkan diri mereka.
(4) Upacara babako (baanak pisang)
Baanak pisang bukanlah merupakan upacara yang melibatkan pihak
laki-laki.Kegiatan ini semat-mata kegiatan wanita di pihak kerabat ayah
(bako).Ibu dan anak bermalam selama 3 atau 4 hari, didatangi oleh beberapa
kerabat bako yang terdekat.Ada kalanya kerabat lainnya memanggil bermalam di
rumahnya.
2. Kedudukan
dan Peranan pada Masa Remaja
Menurut kebiasaan masyarakat di pedesaan Minangkabau seorang anak wanita
telah berumur 15 tahun atau lebih, telah balig. Bagi ibu bapak kelainan tingkah
laku anaknya dari kebiasaannya sehari-hari menjadi perhatian. Sedangkan sebagai
gadis remaja, ia hanya dapat membantu. Tugas-tugas yang dilakukannya adalah :
(1) Untuk dirinya sendiri, adalah
menyelesaikan pendidikannya di sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai
kesanggupan orang tuanya.
(2) Di rumah tangga semenjak remaja,
anak gadis sudah dibiasakan membantu ibunya mengasuh adik dan bekerja mencuci
piring, menyapu dan pekerjaan lainya yang ringan.
(3) Melalui hubungan kekeluargaan
itu tingkah lakunya dikendalikan menurut adat dan agama.
(4) Dalam upacara adat seperti
perkawinan, ia ditugaskan pendamping seorang dewasa “memanggia” (mengundang
dengan sirih pinang).
(5) Sebagai gadis remaja ia telah
mengenal, bahwa ia tidaklah berdiri sendiri. Ibu bapaknya, kerabatnya,
pendeknya selurug kelompok kekerabatan yang berhubungan dengan keluarganya ikut
bertanggung jawab terhadap dirinya.
(6) Perlakuan orang tua-tua
menumbuhkan rasa harga dirinya.
(7) Kepercayaan terhadap diri
sendiri dan rasa harga diri inilah tembok besar yang memisahkan dari tindakan
semena-mena pemuda.
3. Kedudukan
dan Peranan Masa Penganten
Perhelatan perkawinan atau masa penganten adalah suatu peristiwa yang
dapat memperlihatkan tali hubungan kekerabatan (saluak baluak), peralatan dan
perlengkapan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi, cermin kelompok, cirri
pakaian dan pembawaan.
Pola umum, tata cara perkawinan itu adalah :
(1) Ma resek-resek
(2) Meminang, ba timbang tando
(3) Hari perkawinan
- Persiapan (alek randam)
- Hari upacara (baralek) :
uapacara ba bako, menjemput marapulai (mempelai), bersanding di rumah (gadang),
manjalang mintou dan pulang malam
- Kewajiban-kewajiban seseudah
perkawinan : manjalang mamak-mamak, berkisar duduk dan do’a selamat, ke rumah
mertua, kewajiban-kewajiban lainnya dan masa kehamilan
4. Kedudukan
dan Peranan Wanita di Rumah Sendiri
Sebelum memperkatakan wanita di rumah tangganya sebagai keluarga kecil,
lebih dahulu dijelaskan kedudukannya dalam keluarga Minangkabau. Secara umum
wanita disebut juga “sumarak kampung” atau “pamenan nagari”. Yatim-yatim yang
tidak kawin biasanya untuk penghidupannya menggabung diri pada sudara perempuan
yang telah kawin. Dalam rapat-rapat atau musyawarah kaum wanita banyak
berpengaruh. Wanita dinamakan juga “amban puruak” kunci nan taguah artinya
kunci yang kokoh dari perbendaharaan pusaka. Wanita disebabkan warisan adatnya
berusaha selalu memperkembang harta pusaka. Pekerjaan sambilan lainnya
dilakukannya dalam usaha mendapat penghasilan yang langsung diterimanya. Dengan
penghasilan tambahan inilah mereka pergunakan untuk biaya pendidikan anak-anak
terutama belanja ke sekolah.
5. Kelompok
Keluarga
(1) Kelompok keturunan menurut ibu
yang terdiri umunya atas wanita-wanita.
(2) Kelompok sumando, yang terdiri
atas suami-suami wanita-wanita.
(3) Kelompok pasumandan, yaitu
istri-istri dari laki-laki rumah gadang itu.
Pada upacara-upacara adat ketiga kelompok itu mempunyai peranan dan
kedudukan masing-masing.Semuanya dilakukan oleh wanita.
BAB IV PERGESERAN KEDUDUKAN DAN
PERANAN WANITA DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU
Dalam membicarakan pergeseran kedudukan dan peranan wanita tidak telepas
dari perubahan sosial dalam struktur dan fungsinya. Selo Sumardjan (1962:379)
menyatakan, bahwa perubahan sosial itu adalah perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai,
sikap-sikap dan pola peri kelakuan di antara kelompoknya.
Pendekatan yang dilakukan melihat pergeseran kedudukan dan peranan itu
dilihat dari segi pendekatan :
(1) Analisa historis, melihat
perkembangan lembaga itu dalam kebudayaan suku bangsa Minangkabau, kemudian
mengambil analisa kedudukan dan peranan wanita dalam perkembangan itu sendiri.
(2) Analisa fungsional
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga
pendidikan dalam adat Minangkabau. Pendekatan yang dilakukan lebih menekankan
analisa historis dan kompatatif.
Kedua pendekatan di atas sifatnya saling melengkapi, sehingga mendapatkan
kenyataan yang ada berdasarkan keadaan yang ideal dari kebudayaan Minangkabau
itu dan perubahan-perubahan yang telah terjadi. Dan perubahan-perubahan terjadi
dalam bidang lembaga pemerintahan, lembaga keluarga, sistem religi, dan
pendidikan.
BAB V ANALISA DAN IMPLIKASI
1. Ulasan
1.1 Kedudukan sebagai Limpapeh Rumah
Gadang
Konsep limpapeh merumuskan kedudukan wanita dalam kekeluargaan
matrilineal.Hal pewarisan dan pelanjut system menurut garis keibuan.Sistem
matrilineal tercermin dalam kehidupan di rumah gadang.Pengaturan ruangan
didasarkan atas prinsip membuka kemungkinan pengawasan terhadap anggotanya
sebagai suatu keluarga besar. Prinsip ini dinyatakan dalam : Anak dipangku,
kemenakan dibimbing.
Sehubungan dengan hal itu, pembagian ruangan yang ketat, menentukan
kedudukan dan fungsinya dalam kekerabatan.
1.2 Konsep “bundo kandung”
Pada konsep limpapeh rumah gadang, adalah perumusan peranan wanita di
tengah-tengah masyarakatnya. Konsep bundo kandung merumuskan peranannya dalam
hubungan kekerabatan luas, termasuk kampong dan nagari dan negaranya.Bundo
Kandung lebih mengutamakan kebijaksanaan, perimbangan dan keserasian
masyarakat. Peranan itu terletak di tangan ibu yang bijaksana. Tepatan undang,
sangkutan pusaka, tempat meniru meneladan, memakai rasa periksa.Itulah fungsi
yang harus dilaksanakan.
2. Analisa
dan Kesimpulan
(1) Pertentangan Matrilineal dan
Patrilineal
Dalam adat orang Minangkabau menganut matrilineal. Wanita merupakan
penentu dalam pewarisan dan garis keturunan (suku). Dalam kehidupan
patrilineal, kekuasaan sepenuhnya terletak di tangan suami.Kehidupan modern,
dimana pun menuntut persamaan hak antara laki-laki dan wanita.Sedangkan di
Minangkabau hak itu telah mereka punyai.
(2) Pertentangan antara Islam dan
Adat
Islam mewariskan harta orang tua kepada anak laki-laki dan anak wanita,
dengan ketentuan laki-laki mendapat dua anak perempuan. Suami berkewajiban
mencari nafkah untuk mereka.Adat menetapkan harta pusaka turun kepada
kemenakan.Mamak bertanggung jawab terhadap kemenakan yang sesuku dengan dia.
3. Implikasi
(1) Di Bidang Pertanian
Untuk meningkatkan penghasilan rumah tangga, tetap mempertahankan kuasa
usaha tani yang ternyata menguntungkan petani penggarap. Mengembangkan pola
keragaman tanaman tahunan dan palawijaya, serta mengembangkan kesempatan kerja
di luar pertanian.
(2) Pekerjaan Wanita di Bidang
Penghasilan
Melihat gejala di daerah Sumatera Barat, yang menunjukkan gejala istri
terlibat dalam pengelolaan dan pekerjaan sambilan yang member penghasilan langsung.
Penutup
Setelah mempelajari kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku
bangsa Minangkabau, ada hubungan yang terbaca oleh indra kita. Masih banyak
yang mengembangkan tak terlihat sedikitpun.Di ala mini selalu terjadi menurut
hukum dialektika. Kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan Minangkabau
tidak luput antara tugas dan perintah.
BAB III
KEUNGGULAN BUKU
A. Keterkaitan
Antar Bab
Dalam buku ini setiap bab memiliki keterkaitan dan hubungan antar babnya,
dimana dalam buku ini diawali dengan pendahuluan yang menceritakan tentang
latar belakang, masalah, tujuan utama, dan ruang lingkup penelitiannya.
Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi yang menjelaskan letak, lingkungan
alam dan penduduk, sistem kemasyarakatan, mata pencaharian, dan sistem religi
dari masyarakat Minangkabau. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang kedudukan
dan peranan wanita dalam adat Minangkabau. Dan di bab terakhir peneliti
menganalisa dan menjelaskan implikasi dari peranan dan kedudukan wanita di
bidang pertanian dan penghasilan.
Adapun kelebihan buku lainnya adalah:
1. Buku ini secara jelas atau
rinci menceritakan peranan dan kedudukan wanita di Minangkabau baik dalam
keluarga maupun dalam kehidupan sosialnya.
2. Buku ini dilengkapi dengan
tabel, bagan, dan peta untuk memberitahukan lahan, pekerjaan, struktur keluarga
dan letak dari suku Minangkabau
3. Buku ini dilengkapi implikasi
peranan dan kedudukan wanita terhadap pendidikan dan pekerjaan.
B. Kemutakhiran
Buku
Buku ini masih dapat dikatakan mutakhir karena kebudayaan suku
Minangkabau dalam buku ini masih berlaku sampai sekarang contohnya Matrilineal.
Dan mungkin masih banyak lagi adat dan budaya suku Minangkabau yang masih
dipertahankan sampai sekarang yangmanapenulis tidak terlalu mengetahuinya.
BAB IV
KELEMAHAN BUKU
A. Keterkaitan
Antar Bab
Buku ini memang sudah memiliki keterkaitan antar babnya namun ada
kekurangannya yaitu setelah melakukan identifikasi penulis langsung menjelaskan
kedudukan dan peranan wanita dalam adat Minangkabau tanpa menjelaskan bagaimana
adat Minangkabau itu sendiri dan apa saja yang menjadi tradisi pada suku
Minangkabau. Dan dari penjelasan bab 3 mengenai peranan dan kedudukan wanita
dalam ada minangkabau kurang memiliki keterkaitan ke bab selanjutnya yaitu
mengenai pergeseran kedudukan dan peranan wanita dalam kebudayaan suku bangsa
Minangkabau.
Adapun kelemahan lainnya adalah sebagai berikut:
1. Bahasa yang digunakan dalam
buku ini agak rumit sehingga pembaca tidak terlalu mudah memahami apa maksud
dari penulis.
2. Tanda baca yang digunakan dalam
buku ini masih banyak tidak benar.
3. Dalam buku ini ada sebutan pada
orang Minangkabau namun penulis tidak mengartikannya kedalam bahasa Indonesia.
B. Kemutakhiran
Buku
Buku ini juga dapat kita katakan tidak mutakhir karena tahun terbitnya
sudah lebih dari 25 tahun, dimana dalam rentang waktu itu terjadi globalisasi
yang mempengaruhi pandangan orang suku Minangkabau dan ada budaya yang dulu di
pegang kuat suku Minangkabau sekarang hanya menjadi ciri khas dari budaya
Minangkabau. Contohnya di zaman sekarang tidak semua orang Minangkabau tinggal
di rumah gadang namun tempat tinggalnya sudah direnovasi sedemikian rupa
mengikuti perkembangan yang ada.
BAB V
IMPLIKASI
A. Terhadap
Teori/Konsep
Budaya yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam. Budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Sedangkan kebudayaan adalah bagian dari limgkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia. Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut
keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material.
Sifat hakiki dari kebudayaan antara lain :
1. Budaya terwujud dan tersalurkan
dari perilaku manusia
2. Budaya telah ada terlebih
dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan
habisnya usia generasi yang bersangkutan
3. Budaya di perlukan oleh manusia
dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
4. Budaya mencakup aturan-aturan
yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan
ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang di
ijinkan.
Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi
antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Kebudayaan adalah produk
manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Tahap
eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus-menerus ke
dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental. Kebudayaan mempunyai kegunaan
yang sangat besar bagi manusia. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya
melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan masyarakat
sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu
sendiri. Dalam tindakan utntuk melindungi diri dari lingkungan alam, pada tanah
permulaan manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam
batas-batas untuk melindungi dirinya.
Di dalam sosiologi, wanita sebagai suatu objek studi banyak diabaikan.
Hanya di bidang perkawaninan dan keluarga ia dilihat keberadaannya.
Kedudukannya bersifat tradisional sebagaimana ditugaskan kepadanya oleh
masyarakat yang lebih besar : tempat kaum wanita adalah di rumah. Didalam
keluarga, wanita kehilangan otoritas terhadap laki-laki atau laki-laki dianggap
memegang otoritas karena keluarga membutuhkan seorang pemimpin. Otoritas ini
meliputi kontrol atas sumber-sumber ekonomi dan suatu pembagian kerja secara
seksual di dalam keluarga yang menurunkan derajat wanita menjadi interior, anak
buah, serta peran-peran sosial yang berlandaskan pada perbedaan inheren dalam
kemampuan dan moralitas sosial.
Pekerjaan wanita mengandung arti yang berbeda di masyarakat-masyarakat
yang berlainan. Wanita lebih cenderung meninggalkan pasar secara keseluruhan
untuk memenuhi tanggung jawab melahirkan dan membesarkan anak.
Pendidikan sekolah merupakan sebuah isu signifikan bagi wanita sekarang,
karena mereka makin banyak terlibat dalam sejumlah tingkatan dan aneka ragam
lingkungan, mulai dari pendidikan prasekolah dan taman kanak-kanak, hingga
sekolah menengah, dan barangkali perguruan tinggi,dengan begerak melalui
struktur yang sama seperti murid laki-laki. Bagaimanapun, pendidikan formal
bagi wanita dibatasi oleh undang-undang dan adat istiadat. Ditemukan bahwa para
guru sekolah dasar menekankan pada keterampilan-keterampilan pekerjaan ibu
rumah tangga bagi murid-murid perempuan mereka.
B. Terhadap
Program Pembangunan di Indonesia
Menurut penulis, implikasi peranan dan kedudukan wanita terhadap program
pembangunan di Indonesia cukup besar karena dalam era saat ini penulis banyak
nelihat bahwa wanita dapat meningkatkan pembangunan Indonesia misalnya dalam
bidang pekerjaan dan pendidikan. Wanita tidak hanya sebagai pengamat namun
sebagai pelaku dan ikut camper dalam melakukan pembangunan tersebut. Misalnya
saat ini banyak wanita menjadi seorang pendidik dan memilih mendidik ke
pedalaman Indonesia guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dalam bidang
pekerjaan,wanita sudah hamper ada di segala bidang pekerjaan. Hal ini berarti
wanita juga ikut ambil bagian dalam pembangunan Indonesia.
C. Analisis
Mahasiswa
Dalam buku ini sudah menjelaskan tentang kedudukan dan peranan wanita
dalam budaya Minangkabau namun tidak menjelaskan kedudukan dan peranan wanita
dalam bidang pendidikan dan pekerjaan secara rinci dan tidak ada bagaimana para
suku Minangkabau menanggapi pendidikan terhadap perempuan.
Sedangkan dalam buku pembanding dijelaskan dengan jelas bagaimana
kedudukan dan peranan wanita dalam bidang pendidika, pekerjaan, hukum dan usia
tua. Jaga dijelaskan interaksi jenis kelamin, kelas dan ras. Sedang dalam buku
penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana pandangan suku Minang terhadap
budaya lain. Apakah mereka tertutup atau terbuka pada suku lain.
Dalam buku pembanding dikatakan bahwa wanita hanya berperan dan diakui
dalam keluarga saja, sedang untuk pekerjaan dan lainnya wanita masih
direndahkan. Dan juga dalam buku ini dikatakan bahwa dalam keluarga,
laki-lakilah yang memiliki otoritas sedang wanita hanya mengikuti saja karena
lai-laki lah sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga.
Penulis menemukan perbedaan yang cukup signifikan dalam buku ini, karena
dalam suku Minangkabau mungkin hal seperti itu tidak berlaku. Lain halnya dalam
suku Minangkabau, walaupun laki-laki sebagai kepala keluarga, namun yang banyak
mengambil keputusan adalah wanita dan yang memimpin jika ada musyawarah adalah
wanita itu sendiri. Wanita dalam suku Minagkabau memiliki peranan besar dalam
adat mereka.
Dan untuk pendidikan dalam suku Minangkabau, para wanita disekolahkan
hingga tingkat tinggi sesuai kesanggupan orang tua mereka. Berarti tidak ada
perbedaan antar pendidikan antara wanita dan laki-laki dalam suku ini. Wanita
juga diperbolehkan bekerja jika kondisi ekonomi mereka kurang atau untuk
menambah penghasilan mereka guna membiayai pendidikan anaknya namun tidak juga
mengabaikan keluarganya.
Lihat Juga!
Lihat Juga!
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan ini bahwa buku utama sudah menjelaskan secara
lengkap tentang peranan dan kedudukan wanita dalam kebudayaan Minangkabau.
Dimana suku Minangkabau menghitung garis keturunan berdasarkan garis keibuan
(matrialineal) dan juga wanita memiliki peranan yang besar dalam adat
Minangkabau itu sendiri. Dan peranan dan kedudukan wanita juga sangat dipelukan
dalam bidang pendidikan dan pekerjaan guna meningkatkan pembangunan di
Indonesia.
B. Saran
Adapun saran penulis terhadap pembaca adalah agar pembaca tidak menerima
laporan ini begitu saja namun harus mencari referensi yang lebih banyak lagi
agar pembaca lebih memahami mengenai peranan dan kedudukan wanita tidak hanya
dalam satu kebudayaan saja,namun kebudayaan yang lain juga an secara umum di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Nain, Sjafnir, dkk. 1988. Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Minangkabau. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Ollenburger, Jane C dan Helen. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Setiadi & Elly. 2008. Ilmu Social Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group