BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi
yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk
(a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat
umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas
individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis
mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan
individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian
hasil-hasil pendidikan).
Mengacu pada hal tersebut, kiranya sangat beralasan apabila
dalam kesempatan ini peneliti menempatkan buku berfokus materi psikologi
pendidikan sebagai objek penelitian untuk menelusuri lebih lanjut tentang
pembahasan dari psikologi tersebut. Selain itu, latar belakang pendidikan yang
sedang ditempuh oleh peneliti sebagai calon guru sangat mendukung untuk
memahami teori maupun praktek psikologi pendidikan yang harus dipelajarinya agar
setelah menjadi guru peneliti mampu memahami jiwa keseluruhan peserta didik
secara baik dan bersikap secara tepat terhadap setiap kejadian yang akan
terjadi di dunia pendidikan. Jika dilihat dari segi materi isi buku, sangat
diperlukan bagi sebuah isi buku tentang kelemahan dan kelebihan yang
dimilikinya, agr terciptanya buku yang lebih berkualitas di kemudian hari.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
kritikal buku adalah
1. Mengetahui
bagaimana konsep psikologi pendidikan secara umum
2. Mengetahui
aplikasi isi buku terhadap kehidupan sehari – hari dimasa kini
3. Mengetahui
kelemahan dan kelebihan dari isi buku
4. Memenuhi tugas
perkuliahan matakuliah Psikologi Pendidikan.
1.3 Manfaat
Setelah semua tujuan terjawab dalam proses kritikal buku,
maka manfaat yang didapatkan adalah telah selesainya proses kritikal buku, dan
hasil dari kritikal buku dapat dimanfaatkan oleh penulis, reviewer dan pembaca
sebagai wawasan tambahan.
Baca Juga Postingan Lain Dari Blog Ini !!
Kumpulan Critical Book Report [Tersedia >50 Jenis CBR]
Critical Journal Report [Tersedia > 40 Jenis]
Contoh Laporan Mini Riset [Tersedia >25 Jenis]
Kumpulan Makalah Berbagai Jenis Tema [Tersedia >100 Jenis]
BAB II
RINGKASAN
ISI BUKU
2.1 Identitas Buku
Judul Buku : Psikologi
Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif
Pengarang :
Prof.Dr.Syamsul Bachri Thalib, M.Si
Penerbit : Kencana
Tahun Terbit : 2010
ISBN : 978-602-8730-11-2
Jumlah Halaman : 318
Judul Buku : Psikologi
Pendidikan
Penulis
: Drs.M.Ngalim Purwanto,MP
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Tahun Terbit : 2004
ISBN : 979-514-036-1
Halaman
: 169
2.2 Ringkasan Buku Utama Setiap Bab
2.2.1 Bab I (Pendahuluan)
2.2.1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Kalat (2003) dalam bukunya Introduction to Psychology,
menegaskan bahwa psikologi secara umum didefinisikan sebagai perilaku dan
pengalaman manusia secara sistematis. Secara konseptual, psikologi bertujuan
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol perilaku manusia.
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi
yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk
(a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat
umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas
individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis
mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan
individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian
hasil-hasil pendidikan).
Glover dan Ronning (dalam Elliot, dkk., 2000) menyatakan
bahwa ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik tentang
perkembangan manusia, perbedaan-perbedaan individual, pengukuran pendidikan,
belajar dan motivasi belajar, dan persoalan-persoalan belajar dan pembelajaran.
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa pada prinsipnya
persoalan psikologis yang menjadi fokus utama dalam psikologi pendidikan adalah
peserta didik, yakni sifat-sifat psikologis yang ada pada peserta didik dalam
proses pendidikan. Di samping itu, juga terdapat masalah khusus dalam proses
pendidikan, termasuk pengembangan ragam potensi peserta didik yang mencakup
potensi spiritual, sosial, emosional, akademik, dan fisik, masalah kesehatan
mental, dan evaluasi hasil belajar.
2.2.1.2 Perlu dan Pentingnya Psikologi Pendidikan
Secara historis, peranan psikologi pendidikan telah ada
sejak psikologi masih merupakan bagian dari filsafat. Peranan tersebut tampak
antara lain dalam bentuk penerapan psikologi, terutama psikologi pendidikan
anak dalam pendidikan. Usaha-usaha tersebut terutama dilakukan oleh ahli-ahli
filsafat yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Perintis gerakan tersebut
antara lain John Amos Comenius, Johann Henrich Pestalozzi, dan Friederich
Frobel (Masrun,1996).
Di Indonesia, dewasa ini para pendidik sebagai tenaga
profesional dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal
Sarjana/Diploma IV (S1/D4) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen
pembelajaran. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen
pembelajaran meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogis, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial dibuktikan dengan sertifikasi pendidik.
Landasan yuridis persyaratan guru sebagai tenaga profesional mencakup
Undang-Undang RI No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN),
Undang-Undang RI No. 14/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
menyatakan guru adalah pendidik profesional (Thalib, 2007;2008).
Tuntutan persyaratan guru sebagai tenaga profesional
menunjukkan bahwa sudah menjadi keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk berbuat dalam cara yang sesuai dengan
keadaan peserta didik. Fokus persoalan pendidikan adalah peserta didik (student
centered education). Artinya, pendidikan adalah suatu proses yang berorientasi
pada perubahan psikologis peserta didik. Perlakuan psikologis yang tepat
menjadi salah satu faktor utama tercapainya proses pembudayaan (enkulturisasi)
peserta didik.
Standar nasional pendidikan berisi kerangka tentang apa
yang harus diketahui, dilakukan dan dikuasai oleh peserta didik pada setiap
tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam bentuk pengembangan penguasaan
ilmu-ilmu dasar dengan sistematika keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademik. Standar ini juga disertai dengan standar pembentukan akhlak
mulia yang mengutamakan pembentukan sistem nilai untuk mewujudkan manusia
Indonesia yang berkepribadian dan beretos kerja.
2.2.2 Bab II Perkembangan Individu
2.2.2.1 Teori-Teori
Perkembangan
Pada hakikatnya perkembangan mengandung makna perubahan
yang terjadi dari waktu ke waktu (change over behavior), suatu proses atau
tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara umum,
konsepsi-konsepsi itu mencakup teori psikodinamika, teori yang berorientasi
biologis, lingkungan, dan interaksionisme atau teori kognitif Piaget (Thalib,
2005).
1. Teori
Psikodinamika Sigmund Freud
Teori Psikodinamika Sigmund Freud lebih dikenal dengan istilah
teori psikoanalitik. Freud sebagai konseptor psikoanalitik, memandang bahwa
seorang anak yang dilahirkan memiliki dua kekuatan (energi) biologik, yaitu
libido dan nafsu mati. Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah das es yang
mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya. Karena pengaruh lingkungan, Das
es menimbulkan struktur das ich (aku) yang berfungsi sebagai penentu diri
terhadap dunia luar maupun terhadap das es sesuai dengan realita. Kemudian
karena pengaruh orang tua, terbentuklah das uber ich yang berfungsi mengatur
perilaku das ich, dan tuntunan-tuntunan yang bersumber dari das es. Apabila das
ich tidak berhasil memkompromikan tuntutan das es, dan uber ich, maka
nasu-nafsu yang berasal dari das es
ditekan secara tidak sadar (Monks, Knoers, dan Haditono, 2002).
2. Teori yang
Berorientasi Biologis
Teori yang menekankan faktor biologis menitikberatkan
pengaruh faktor bawaan atau keturunan, termasuk faktor bakat atau keadaan
psikofisik yang dibawa sejak lahir. Perkembangan bersifat endogen, artinya
perkembangan itu tidak hanya secara spontan saja, melainkan juga harus
dimengerti sebagai pemekaran predisposisi yang sudah ditentukan secara biologis
(genotype).
3. Konsep yang
Berorientasi Faktor Lingkungan
Konsep lingkungan adalah kelompok konsep yang mementingkan
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak, termasuk konsep-konsep mengenai
sosialisasi yang bersifat sosiologis. Konsep belajar sosial memandang belajar
sebagai suatu bentuk perubahan atas perilaku seseorang dalam disposisi atau potensi
yang bersifat relatif tetap dan tidak disebabkan oleh pertumbuhan.
Asumsi dasar dari konsep dan penelitian-penelitian belajar
observasional adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil
belajar melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh
individu-individu lain yang menjadi model. Bandura (1977) menjelaskan bahwa
belajar observasional mencakup 4 proses, yaitu proses atensional, ritensi,
reproduksi, dan motivasional. Pertama, proses atensional yakni proses dimana
individu tertarik untuk memerhatikan atau mengamati perilaku model. Kedua,
proses ritensi yakni proses dimana invidu pengamat menyimpan perilaku model
yang telah diamatinya melalui kode simbolik atau verbal maupun performansi
motorik. Ketiga, proses reproduksi yaitu individu pengamat mencoba mengungkap
ulang perilaku model yang telah diamatinya. Keempat, proses motivasional,
Bandura berpendapat bahwa motivasi individu untuk mencontoh agresi yang
ditampilkan oleh model menjadi lebih kuat apabila model memiliki daya tarik dan
agresi yang dilakukannya tidak memperoleh efek negatif.
Hasil penelitian Chomsky (Miller, 1993) mengungkapkan bahwa
konsep belajar sosial tidak dapat menjelaskan perolehan suatu keterampilan
belajar yang kompleks.\
4. Teori
Interaksionisme
Teori ini sering pula disebut teori perkembangan kognitif
Piaget. Menurut Piaget, perkembangan adalah suatu proses perubahan sebagai
hasil dari proses belajar yang merupakan kombinasi atau interaksi dari
pembelajaran, pengalaman, dan kematangan. Konsep kognitif bermaksud memahami
aktivitas perilaku manusia seperti perhatian, rekognisi, pembuatan keputusan,
pemecahan masalah, pengetahuan konseptual, belajar, penalaran, prinsip-prinsip
dan mekanisme perkembangan, inteligensi, interpretasi, atribusi, penilaian, memori
dan imajinasi (Bordwell, 1989; Frederick, 1995). Secara lebih khusus, konsep
kognitif mengacu pada tingkat aktivitas mental yang tidak dapat diubah begitu
saja dalam menjelaskan tindakan sosial dengan postulat yang sesungguhnya,
seperti presepsi, pikiran, intensi, perencanaan, keterampilan dan perasaan
(Bordwell, 1989).
Piaget menyatakan bahwa pengalaman sosial juga merupakan
faktor penting dalam perkembangan. Tanpa pengalaman sosial, manusia akan
mengalami keterbatasan dalam memperoleh pengetahuan. Jika pembelajaran bermakna
dan transfer terjadi, maka siswa dapat membangun konsep secara aktif mengenai
materi yang akan dipelajarinya. Piaget juga mementingkan aktivitas spontan
karena adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) melalui proses asimilasi
dan akomodasi.
2.2.2.2 Tahap – tahap Perkembangan
Perkembangan individu terjadi secara berurutan artinya
tahap awal merupakan dasar untuk perkembangan pada tahap selanjutnya.
Perkembangan individu tidak dapat melompat-lompat (Nuryoto, 2003).
Menurut Ericson (Wu, 2003) bayi yang baru lahir menunjukkan
temperamen dan kemampuan dasar yang bersifat individual. Ericson membedakan
tahap perkembangan manusia atas 8 tahap.
Pertama, perkembangan pada masa bayi (infancy), yaitu usia
0-1 tahun. Krisis yang timbul adalah kepercayaan vs ketidakpercayaan, terutama
dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua, perkembangan pada masa prasekolah
(toddler), yaitu masa usia 2-6 tahun, terjadi krisis otonomi (independensi) vs
keragu-raguan atau rasa malu. Ketiga, perkembangan pada masa kanak-kanak (early
childhood), yaitu usia 2-6 tahun. Krisis yang terjadi adalah inisiatif vs rasa
bersalah (initiative vs guilt). Keempat, perkembangan pada masa sekolah, yaitu
usia 6-12 tahun. Krisis yang terjadi adalah kompetensi vs rendah diri (competence
vs inferiority). Kelima, perkembangan pada masa remaja, yaitu usia 12-18 tahun.
Krisis yang terjadi adalah identitas vs kebingungan peran (identity vs role
confusion). Keenam, masa dewasa usia 19-40 tahun. Karakteristik periode ini
adalah keintiman vs isolasi (intimacy vs isolation). Ketujuh, tahap dewasa
pertengahan, yaitu usia 40-65 tahun. Krisis pada tahap ini adalah kebangkitan
dan stagnasi. Kedelapan, masa dewasa akhir (usia > 65 tahun). Krisis
integritas vs rasa putus asa.
Menurut Monks, et al. (2002) menggolongkan fase
perkembangan atas 7 fase, yaitu masa bayi, kanak-kanak, sekolah, remaja,
dewasa, tua, usia lanjut. Tahap perkembangan ini menunjukkan pertumbuhan
individu berjalan secara berurutan. Pada setiap tahapan tersebut terdapat tugas
perkembangan yang harus diselesaikan.
Perkembangan kognitif menurut Piaget melalui 4 tahap atau
periode perkembangan, yaitu (a) periode sensorimotorik(usia 0-2 tahun), (b)
periode pra-operasional(2-7 tahun), (c) periode operasional konkret (7-11
tahun), dan (d) operasional formal (11-15 tahun).
2.2.2.3 Tugas-tugas Perkembangan Secara Umum
Pakar psikologi perkembangan Indonesia, Nuryoto (1994)
menggolongkan fase-fase kehidupan manusia atas 3 kategori utama, yaitu masa
progresif umur 0-25 tahun, (b) masa statis umur 25-50 tahun, dan (c) masa
regresif umur > 50 tahun. Pada masa progresif, individu akan tumbuh dan
berkembang dalam segi fisik, psikis, maupun sosial dari kondiri yang sangat
sederhana menuju ke arah yang sempurna. Pada masa statis individu telah
mencapai kematangan perkembangan secara menyeluruh dan sempurna. Selanjutnya,
pada masa regresif seseorang secara alami mulai mengalami kemunduran, khususnya
kemampuan fisik.
2.2.2.4 Tugas-tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak
Pola-pola perilaku motorik pada anak semakin baik
koordinasinya sejalan usia perkembangannya. Anak yang baru dilahirkan sudah
mempunyai aktiviitas kinestetik, yaitu sudah mempunyai penghayatan gerakan
aktif, dan sudah dapat merasakan gerakan-gerakannya, termasuk perasaan, posisi
tubuh, anggota-anggota badan, keseimbangan, dan gerakan memutar.
2.2.3 Bab III (Perkembangan Remaja)
2.2.3.1 Perkembangan
Remaja Secara Umum
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa. Adapun batas umur pada remaja bersifat fleksibel, artinya dapat
maju atau mundur seuai dengan kecepatan perkembangan masing-masing individu.
Kesulitan yang dialami remaja yaitu apabila remaja harus
memasuki dunia kerja pada usia 16 atau 17 tahun, remaja yang masih tergantung
secara ekonomi kepada orang lain sehingga tidak bebas menentukan keinginan
sendiri dan akan merasa tidak tenang dan tidak percaya diri, rema perempuan
merasakan lebih terhambat dalam transisi, dan anak-anak yang tidak dipersiapkan
dan dilatih untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remajanya dalam rangka
memasuki masa dewasa.
Faktor faktor yang memengaruhi kesulitan dalam perkembangan
remaja adalah masa transisi yang berlangsung cepat, lamanya masa transisi,
latihan yang terputus, tingkat ketergantungan, status yang tidak kelas,
tuntutan yang menimbulkan konflik, dan tingkat realisme.
Adapun akibat rasa tidak berbahagia terhadap tingkah laku
remaja mencakup tingkah laku yang tidak terorganisir, emosional, remaja yang
suka menentang, tingkah laku anti sosial, kesepian, prestasi belajar rendah,
kambing hitam, dan melarikan diri.
2.2.3.2 Perkembangan Fisik
Cole (dalam Monks, 2002) berpendapat bahwa perkembangan
fisik merupakan dasar perkembangan dari aspek lain yang mencakup perkembangan
psikis dan sosial. Secar khusus, tugas tugas perkembangan fisik remaja mencakup
sembilan macam, yaitu :
a. Menerima
perubahan fisik yang dialaminya dan melakukan peran sesuai dengan jenisnya.
b. Mengembangkan
hubungan secara tepat dengan teman sebaya baik yang sama jenis maupun lawan
jenis.
c. Mampu berdiri
sendiri dalam bidang emosi, tidak lagi tergantung pada orang tua maupun orang
dewasa yang lain.
d. Mencari jaminan
bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi.
e. Menentukan dan
mempersiapkan diri untuk kariernya dan memasuki pasaran kerja.
f. Mengembangkan
kemampuan kognitif dan konsep-konsep yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
g. Memahami dan
mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggung jawabkan.
h. Mempersiapkan
diri untuk berkeluarga.
i. Mendapatkan
penilaian bahwa dirinya mampu bersikap secara tepat sesuai dengan pandangan
ilmiah.
Pada masa remaja akan terjadi pula kematangan seksual yang
akan ditandai dengan mulai berfungsinya hormon seksual menurut Dusek (dalam
Nuryoto, 1994) adalah fungsi morfogenesis, fungsi integrasi, dan fungsi
regulasi. Beberapa faktor yang memengaruhi datangnya kematangan seksual adalah
keturunan, inteligensi, kesehatan, gizi, status sosial ekonomi keluarga, ukuran
tubuh dan bentuk tubuh.
2.2.3.3 Perkembangan Kognitif
Remaja yang sudah mencapai perkembangan operasi formal
secara maksimum mempunyai kelengkapan strutural kognitif sebagaimana halnya
orang dewasa. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pemikiran (thinking) remaja
dengan penalaran formal sama baiknya dengan pemikiran aktual orang dewasa
karena hanya secra potensial sudah tercapai. Setelah perkembangan operasi
formal, perubahan dalam kemampuan penalaran lebih bersifat kuantitatif dan
remaja akan dapat mengatasi persoalan di kelas, persoalan hipotesis, dan
persoalan proporsi verbal.
2.2.3.4 Perkembangan Emosi
Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam
ranah afektif. Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam kehidupan
manusia pada umumnya, dan dalam hubungannya dengan orang lain pada khususnya.
Keseimbangan di antara ketiga ranah psikologis sangat dibutuhkan sehingga
manusia dapat berfungsi dengan tepat sesuai dengan stimulus yang dihadapinya.
Berdasar hasil penelitian, Prawitasari (1993) mengungkap enam emosi dalam
manusia, yaitu senang, sedih, terkejut, jijik, marah, takut, dan malu. Berdasar
pendapat Hurlock, pakar psikologi perkembangan lainnya, Nuryoto (1994)
mengemukakan bahwa emosi dasar manusia terdiri atas tiga kategori utama, yaitu
marah, senang dan takut.
2.2.3.5 Perkembangan Moral
Secara umum, alur pengembangan moral adalah suatu
pengampunan dalam pertimbangan moral yang menggambarkan dengan jelas sikap yang
benar atau salah terhadap komitmen personal dalam kesadaran legitimasi
alternatif kompetisi. Menurut perspektif psikodinamik, dorongan pembawaan
terutama dorongan seksual dan agresif dikontrol oleh perkembangan superego.
Sedangkan berdasar perspektif behavioristik adalah melalui model, proses
imitasi, dan penguatan. Berdasar perspektif kognitif, internalisasi peran
masyarakat dan belajar sosial berperan penting dalam perkembangan moralitas
remaja.
2.2.3.6 Perkembangan Sosial
Perilaku menggambarkan terjadinya proses sosialisasi
kehidupan seseorang. Secara umum perkembangan sosial merupakan ekspresi dari kondisi
fisik dan psikis individu yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada
waktu mulai merenggangnya ikatan-ikatan keluarga, para remaja juga membina
identifikasi yang lebih besar dengan orang-orang lain dari kelompok umur yang
sama, dan mengembangkan rasa bersatu sebagai suatu generasi.
2.2.4 Bab IV (Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam PAUD)
2.2.4.1 Pengantar
Usia dini (0-6
tahun) merupakan masa penting dalam pembentukan pribadi seorang anak, baik dari
segi intelektual, kepribadian, kesehatan, maupun dari segi psikososialnya.
2.2.4.2 Konsep Pengasuhan Secara Umum
Pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh model interaksi orang
tua (ayah-ibu) dan anak, kondisi keluarga dan harapan orang tua, keadaan sosial
ekonomi, pendidikan dan pekerjaan orang tua, besar kecilnya anggota keluarga
dan karakteristik anak (Kuczynski, et al).
Baumrind (1971) menggolongkan model pengasuhan orang tua
atas tiga kategori utama, yaitu model pengasuhan otoriter, model pengasuhan
otoritatif dan model pengasuhan permisif. Pengasuhan dengan model otoriter
menunjukkan ciri ciri : orang tua cenderung melakukan kontrol secara ketat
dengan standar perilaku yang ditentukan oleh orang tua tanpa kompromi dan
negosiasi dengan anak, disiplin yang kaku, dan lainnya. Pengasuhan dengan model
otoritatif menunjukkan ciri-ciri orang tua mengarahkan, lebih terbuka,
memberikan pertimbangan dan penjelasan yang rasional tentang kebijakan yang
akan dilaksanakan, dan lainnya. Pengasuhan permisif menunjukkan ciri tidak ada
kontrol dari orang tua, memberikan kebebasan terhadap harapan dan tindakan
anak, dan lainnya.
2.2.4.3 Konsep Pengasuhan Berdasarkan Kearifan Lokal
Keluarga adalah pendukung nilai-nilai kearifan lokal
terutama dalam pengasuhan anak karena anak merupakan pusat perhatian keluarga,
bahkan semenjak masih dalam kandungan. Bronfenbrenner (dalam Reaves, 1999)
secara eksplisit memprediksi bahwa perbedaan status sosial ekonomi, rasial,
kelompok etnis, dan lingkungan budaya secara umum mempengaruhi praktek
pengasuhan.
Selanjutnya Ekowarni (2007) menjelaskan variasi kearifan
loal dalam mendidik dan mengasuh anak. Masyarakat Batak Mandailing sangat
menjunjung tinggi falsafah 3H, yaitu hamoroan (kekayaan), hagabeon(kehormatan)
dan hasangapon (kebahagiaan). Budaya Minangkabau menganut tatanan kewajiban
menjaga kepentingan keluarga, dan lainnya.
1. Pengetahuan
tentang Anak Usia Dini
Pandangan
responden tentang anak ideal cukup bervariasi, berdasarkan aspek pendidikan,
agama, perbedaan gender, dan kondisi mental.
2. Sikap Orang Tua
Terhadap Anak Usia Dini
Sikap
masyarakat terhadap PAUD pada dasarnya hampir sama, yaitu mereka menginginkan
anaknya untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan anak dan kemampuan
ekonomi orang tuanya.
3. Kegiatan dala
Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini
Untuk mewujudkan
agar anak menjadi yang ideal, maka masyarakat
mengajarkan atau mengasuh anak dengan cara yang sudah berlangsung secara
turun temurun, dan adapun hambatan dalam mewujudkan anak yang ideal menurut
persepsi mereka yaitu faktor yang bersumber dari orang tua dan faktor yang
bersumber dari anak.
4. Kesehatan/Gizi
Kebiasaan atau
pola makan dalam keluarga sangat tergantung pada kondisi keluarga, begitupula
dalam pengaturan pola makan, tergantung dari kondisi, namun dalam hal siapa
yang memutuskan atau mengatur, maka mereka menyatakan terkadang suami mereka,
tentang menu makan antara ana dan orangtua sama saja, namun untuk anak bayi
mereka tentu menyediakan makanan khusus.
2.2.4.4 Penutup
Secara kodrati, manusia menunjukkan perbedaan-perbedaan
individual dalam aspek fisik, sosial, ekonomi, dan intelektual. Aspek-aspek
tersebut saling berinteraksi dalam membentuk perilaku manusia.
2.2.5 Bab V (Analisis Sosiokultural Vygotsky dalam
Perspektif Psikologi Pendidikan)
2.2.5.1 Pengantar
Psikolog Kognitif, Vygotsky, yang lebih menekankan
perkembangan kognitif anak dalam perspektif perkembangan sosial kultural, dan
interaksi sosial.
2.2.5.2 Pokok-pokok Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, interaksi sosial merupakan landasan
terjadinya perkembangan kognitif. Di samping itu, perkembangan biologis dan
kultural tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan kognitif anak (Driscoll,
dalam Riddle & Dabbagh,1999). Vygotsky percaya bahwa perkembangan adalah
suatu proses yang harus dianalisis sebagai suatu produk yang akan dicapai.
Vygotsky menjelaskan bahwa jarak antara tingkat perkembangan aktual ditentukan
oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan potensial
ditentukan oleh pemecahan masalah melalui kolaborasi antara guru pembimbing dan
arahan orang dewasa dan atau antar teman sebaya yang lebih mampu.
2.2.5.3 Aplikasi Teori Vygotsky dalam Pendidikan
Secara singkat dikemukakan bahwa tepri Vygotsky berfokus
pada 4 hal pokok, yaitu pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan,
scaffolding (perancah atau pemberian bantuan), modeling zone of proximal
development (perbedaan antara apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh anak dan
apa yang dapat dikerjakan dengan bantuan orang lain). Model pembelajaran
kooperatif menekankan interaksi sosial dalam upaya pengembangan kehidupan
sosial dalam wilayah perkembangan proximal anak.
2.2.6 Bab VI (Kontrol diri dan Kematangan Emosional)
2.2.6.1 Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk
mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri
individu. Kontrol diri berkaitan erat pula dengan keterampilan emosional.
Keterampilan mencakup tiga unsur penting, yaitu (a) kecakapan pribadi, (b)
keterampilan interpersonal, dan (c) keterampilan sosial (kepandaian mengunggah
tanggapan yang dikehendaki.
2.2.6.2 Aspek-Aspek Kontrol Diri
1. Mengontrol
Perilaku (behavioral control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi
suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol diri dibedakan atas
dua komponen, yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan dan kemampuan mengatur
stimulus.
2. Mengontrol
Kognitif
Mengontrol kognitif merupakan kemampuan dalam mengelola
informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Mengontrol kognitif
dibedakan atas dua komponen, yaitu kemampuan untuk memperoleh informasi, dan
kemampuan melakukan penilaian.
3. Mengontrol
Keputusasaan (decision control)
Mengontrol keputusasaan merupakan kemampuan individu untuk
memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.
2.2.6.3 Bagaimana Cara Mengembangkan Kemampuan Kontrol
Diri
Kontrol diri menggambarkan kemampuan individu untuk
mengontrol lingkungan pribadi sebagai kebutuhan intrinsik. Secara umum,
strategi untuk memaksimalkan kontrol diri dapat digolongkan dalam tiga kategori
Wandersman (dalam Holahan & Wadersman,1987) yaitu :
1. Membuat atau
memodifikasi lingkungan menjadi responsif atau menunjang tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh individu.
2. Memperbanyak
informasi dan kemampuan untuk menghadapi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3. Menggunakan
secara lebih efektif kebebasan memilih dalam pengaturan lingkungan.
2.2.7 Bab VII (Konsep Diri dan Pengembangannya)
2.2.7.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merpakan gambaran diri, penilaian diri, dan
penerimaan diri yang bersifat dinamis, terbentuk melalui persepsi dan
interpretasi terhadap diri sendiri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum
dan konsep diri yang lebih spesifik termasuk konsep diri akademis, sosial dan
fisik.
2.2.7.2 Aspek-Aspek Konsep Diri
Hattie (2000) menggolongkan konsep diri atas dua kategori
utama, yaitu konsep diri umum dan konsep diri khusus. Konsep diri khusus
mencakup konsep diri akademik, konsep diri sosial, dan presentasi diri.
2.2.7.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri
Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri siswa mencakup
faktor keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik individu; faktor
keluarga termasuk pengasuhan orang tua, pengalaman perilaku kekerasan, sikap
saudara, dan status sosial ekonomi; dan faktor lingkungan sekolah.
2.2.7.4 Konsep Diri dan Perilaku Kekerasan
Secara empiris dilaporkan bahwa rendahnya konsep diri
berkorelasi positif dengan agresi dan perilaku kekerasan, prasangka, kecemasan,
depresi, dan gangguan mental lainnya.
2.2.8 Bab VIII (Keterampilan Komunikasi Diadik dan
Implikasinya dalam Pembelajaran)
2.2.8.1 Pengantar
Keterampilan komunikasi diadik berperan penting dalam
proses belajar mengajar. Secara empiris hasil penelitian Rubin & Graham
(dalam Devito, 1995) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang positif antara
kompetensi interpersonal dengan kesuksesan studi.
2.2.8.2 Apakah Komunikasi Diadik itu?
Komunikasi diadik adalah salah satu bentuk komunikasi yang
melibatkan saling hubungan antara dua orang yang bersfat interdepensi antara
satu dengan yang lainnya dalam proses komunikasi. Komunikasi diadik merupakan
titik sentral dalam hubungan interpersonal atau interaksi sosial.
2.2.8.3 Proses Komunikasi Diadik
Proses komunikasi interpersonal maupun komunikasi diadik
menunjukkan adanya saling keterkaitan antara unsur-unsur; pengirim (sender),
penerima (receiver), pesan (messages), penghubung (channel), dan pengaruh
(effect). Pengirim pesan berhubungan secara timbal balik dengan penerima pesan.
Artinya, pengirim dapat berfungsi sebagai penerima pesan dan sebaliknya
penerima pesan dapat pula berfungsi sebagai pengirim (Beck, 1992; DeVito,
1995).
2.2.8.4 Faktor-faktor Penentu Keterampilan Komunikasi
Diadik
Secara umum, faktor-faktor penentu komunikasi diadik,
sebagai mana terungkap secara implisit dalam uraian tentang proses komunikasi,
dapat dibedakan atas : (1) faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari
individu baik pengirim maupun penerima pesan, (2) faktor eksternal atau faktor
yang bersumber dari luar yang memengaruhi komunikasi diadik.
2.2.8.5 Implikasi Keterampilan Komunikasi Diadik dalam
Proses Belajar Mengajar
1. Keterampilan Bertanya dan Membuka Percakapan
Untuk memahami
situasi diadik, keterampilan membuka percakapan dan bertanya sangat penting
terutama dalam mengawali suatu pembicaraan. Keterampilan ini mencakup
keterampilan dalam menggunakan pertanyaan yang memungkinkan jawaban baru yang
lain, dan rangsangan minimal untuk berbicara.
2. Keterampilan Membuat Paraphrase
Keterampilan
paraphase merupakan dasar komunikasi untuk memperbaiki hubungan intetrpersonal
dengan siswa. Keterampilan ini membutuhkan kemampuan untuk menangkap perasaan
dan ucapan-ucapan siswa, serta mengungkapkannya kembali dengan kata-kata
sendiri secara singkat kepada siswa.
3. Keterampilan Merefleksikan Perasaan
Merefleksi
perasaan berarti menyampaikan kepada siswa apa yang kita pahami mengenai
perasaannya.
4. Keterampilan Konfrontasi
Keterampilan
konfrontasi adalah suatu keterampilan komunikasi antarpersonal yang menunjukkan
secara terus terang dan langsung kepada siswa bahwa apa yang dikemukakannya
tentang dirinya sendiri atau keadaan tertentu jelas-jelas tidak sesuai dengan
apa yang kita lihat dalam kenyataan yang sama atau sebenarnya.
2.2.8.6 Penutup
Komunikasi diadik menunjukkan adanya saling ketergantungan
atau hubungan antara dua orang dalam proses komunikasi. Agar komunikasi diadik
berlangsung secara efektif, khususnya dalam proses belajar mengajar diperlukan
keterampilan khusus baik secara teoritis maupun aplikasi praktis.
2.2.9 Bab IX (Keterampilan Sosial dan Upaya
Pengembangannya)
2.2.9.1 Pengertian Keterampilan Sosial
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan
remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial, yaitu
keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis,
pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.
2.2.9.2 Faktor-faktor Penentu Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial itu memuat aspek aspek keterampilan
untuk hidup dan bekerja sama, keterampilan untuk hidup dan bekerja sama,
keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain, keterampilan untuk saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, saling bertukar pikiran dan
pengalaman sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota dari
kelompok tersebut.
2.2.9.3 Bagaimana Cara Mengembangkan Keterampilan Sosial ?
Secara singkat
dapat dikemukakan bahwa keterampilan sosial siswa dapat berkembang dengan baik,
jika (a) interaksi atau individu dalam suatu kelompok, yaitu bisa terlaksana
apabila individu dalam kelompok telah dibekali dengan berbagai keterampilan
sosial termasuk cara berbicara, mendengar, memberi pertolongan, dan lain
sebagainya.; serta (b) suasana dalam suatu kelompok, yaitu suasana kerja dalam
kelompok itu hendaknya memberi kesan semua anggota, bahwa mereka dianggap
setaraf (equal), khususnya dalam pengembangan keterampilan sosial.
2.2.9.4 Permainan Bujur Sangkar Berantakan
Permainan bujur sangkar berantakan bertujuan untuk (a)
menjelaskan faktor-faktor yang dapat menghambat dan mendorong kerja sama yang
baik (b) menyadarkan anggota tim akan pentingnya kerja sama satu sama lain.
2.2.10 Bab X (Persepsi Interpersonal : Dasar Psikologis
Perilaku Sosial)
2.2.10.1 Pendahuluan
Persepsi interpersonal sebagai suatu gambaran
penyederhanaan kesimpulan tentang orang lain (interaksi antara guru dan siswa
atau antara siswa dengan siswa lainnya) dapat menimbulkan bias berkenaan dengan
kekeliruan dan/atau kesalahan persepsi karena faktor personal, sosial, dan
aspek-aspek psikologis lainnya.
2.2.10.2 Pengertian Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal adalah respons terhadap stimulus
(verbal atau nonverbal) sehingga terbentuk suatu kesan yang berfungsi mengatur
dan mempermudah hubungan sosial. Proses persepsi interpersonal ini melibatkan
keseluruhan aspek pribadi seperti : pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman,
dan situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus.
2.2.10.3 Proses
Terbentuknya Persepsi Interpersonal
Menurut Brehm & Kassin, pembentukan esan dapat timbul
melalui dua cara, yaitu (a) stimulus yang diterima melalui observasi memperoleh
penilaian atau atribusi, pengelolaan atau disposisi, dan interpretasi secara
terintegrasi dengan keseluruhan aspek yang mempengaruhi persepsi serta pribadi
person yang terlibat dalam prose interaksi, dan (b) stimulus yang diterima
menimbulkan kesan secara langsung melalui penilaian sesaat tanpa proses
atribusi, disposisi, dan integrasi.
2.2.10.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi
Interpersonal
Ahli komunikasi interpersonal, Kelley (dalam Taylor et al.,
1994), menyatakan bahwa ada dua faktor penting yang memengaruhi persepsi
interpersonal. Pertama, faktor fisik dan psikologis seperti : kesan dari
penampilan fisik (ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh), perasaan, suasana
hati, emosi, dan informasi nonverbal merupakan faktor penting dalam memersepsi.
Kedua, latar belakang kepribadian yang ada di balik penampilan fisik seseorang,
seperti sifat, motif, dan kecenderungan atau minat seseorang.
Melalui telaah dan penelitian eksperimen (Feldman,
2985:Brehm & Kassin, 1993; Baron & Byrne, 1994) mengungkapkan bahwa
persepsi interpersonal dipengaruhi oleh faktor-faktor keunikan, kekontrasan,
ekspresi wajah (kontak mata), penampilan/daya tarik fisik, faktor kedekatan,
kemiripan, dan faktor keuntungan atau penilaian timbal balik.
2.2.10.5 Pengaruh Persepsi Interpersonal Terhadap Perilaku
Sosial
Komunikasi dalam lingkup interaksi sosial menekankan
pentingnya persepsi interpersonal. Bahkan persepsi interpersonal menjadi basis
komunikasi dan interaksi sosial, sebagaimana diungkapkan oleh Beck(dalam Brehm
& Kassin, 1993). Juga Mead berasumsi bahwa persepsi interpersonal
menentukan keadaan psikologi individu yang satu dengan individu lainnya. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa perilaku seseorang sering kali relevan
untuk dijelaskan melalui penelaahan deskriptif terhadap persepsi interpersonal
dalam hubungan sosial.
2.2.10.6 Penutup
Persepsi interpersonal merupakan suatu proses pemahaman
terhadap orang lain atau proses pemahaman seseorang terhadap realitas sosial.
Karena itu persepsi interpersonal menjadi dasar psikologis untuk mempermudah
dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain. Secar garis besar
faktor-faktor yang memengaruhi persepsi interpersonal dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori. Pertama faktor yang bersumber dari dalam dan faktor yang
bersumber dari luar. Secara spesifik, atribusi sosial merupakan cara seseorang
dalam melakukan proses persepsi dan interpretasi terhadap sebab-sebab perilaku
orang lain.
2.2.11 Bab XI (Perilaku Kekerasan dan Softskills :
Aplikasi Psikologi Islami dalam Mengembangkan Kesehatan Mental)
2.2.11.1 Pengantar
Secara umum, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha memahami sesama manusia sehingga dapat memperlakukannya dengan lebih
tepat. Secara konseptual, psikologi bertujuan mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksi, dan mengontrol perilaku manusia. Psikologi juga bertujuan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kesehatan mental masyarakat, yaitu mengembangkan
potensi yang dimilikinya, termasuk softskills.
2.2.11.2 Psikologi Islam dan Kesehatan Mental
Psikologi Islam merupakan corak psikologi berlandaskan citra
manusia menurut ajaran Islam, yang mengkaji keunikan dan pola perilaku manusia
sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri dan lingkungan
sekitar, dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan
kualitas keberagaman (Bastaman, 1995).
Kesehatan mental atau kesejahteraan subjektif yang
merupakan evaluasi secara kognitif dan afektif terhadap kehidupan manusia,
sebagaimana dikemukakan oleh Diener (2000) bahwa kesejahteraan subjektif dapat
diklasifikasikan atau dua komponen yang saling berhubungan, aspek kognitif yang
berupa kepuasaan hidup dan aspek afektif.
2.2.11.3 Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan sebagai bentuk perilaku dapat merugikan
orang lain seperti luka fisik, psikologis, dan sosial. Perilaku kekerasan tidak
hanya mencakup aspek tindakan yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup
kekerasan verbal, psikologis, dan simbolis atau kombinasi dari semua
aspek-aspek tersebut. Diponegoro (2003) menjelaskan berbagai bentuk perilaku
kekerasan, yaitu mengolok-olokan orang lain, mencela, memanggil orang lain
dengan gelar-gelar yang tidak disukai, berburuk sangka, mencari-cari kesalahan
orang lain, dan bergunjing.
Dalam menghindari perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan
menegakkan dan membina ukhuwah islamiyah. Islam mengajarkan tiga respons jika
perasaan kita yang terluka atau dilukai orang lain, yaitu menahan marah,
memberi maaf, dan membalasnya dengan kebaikan.
2.2.11.4 Soft Skills dan Upaya Pengembangannya
Softskills merupakan keunggulan personal seseorang yang terkait
dengan hal-hal non teknis, termasuk di antaranya kemampuan berkomunikasi,
bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan diri. Swiderski menjelaskan bahwa
softskills terdiri atas tiga faktor utama, yaitu kemampuan psikologis,
kemampuan sosial dan kemampuan komunikasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada 4
klaster utama pembentuk softskills siswa, yaitu interaksi, manajemen pribadi,
kemampuan komunikasi, dan kemampuan mengorganisasikan sesuatu.
2.2.11.5 Studi Empiris Kesehatan Mental, Perilaku Kekerasan
dan Softskills
Secara empiris, penelitian dalam bidang psikologi,
khususnya psikologi islami, menunjukkan adanya pengaruh softskills, kepercayaan
eksistensial, dan variabel-variabel psikologis lainnya terhadap kesehatan
mental. Hasil penelitian mengenai model penanggulangan perilaku kekerasan
berbasis softskills menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan softskills
terhadap perilaku kekerasan.
2.2.11.6 Penutup
1. Psikologi islami
berperan penting dalam upaya mengembangkan kesehatan mental masyarakat.
Psikologi islami dapat menolong mencarikan jalan keluar, mendokumendasikan
keluarga yang mampu menumbuhkan anak yang baik, kreatif, optimis, dan kehidupan
yang memuaskan dan berharga bagi umat manusia.
2. Upaya menumbuhkan
dan mengembangkan kesehatan mental masyarakat memerlukan langkah konkret dan
dilakukan secara terpadu dan komprehensif, baik dalam lingkup
akademik/persekolahan maupun di luar lingkup persekolahan, termasuk di
masyarakat, pemerintah/swasta melalui pendidikan/latihan.
3. Kajian secara
empiris dalam bidang kesehatan mental serta variabel-variabel yang berhubungan
dengan kesehatan mental.
2.2.12 Bab XII (Studi Meta-Analisis Atribusi Personal dan
Pengalaman Perilaku Agresi)
2.2.12.1 Pendahuluan
Salah satu kajian psikologis yang menarik untuk ditelaah adalah
kecenderungan perilaku agresif. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
perilaku agresif akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat terutama di
kalangan siswa. Perilaku agresif tersebut selain merugikan para remaja itu
sendiri juga merugikan dan/atau meresahkan masyarakat. Jadi, perilaku agresif
merupakan suatu perilaku destruktif yang dapat menyebabkan luka fisik, kerugian
psikologis, integritas pribadi, objek maupun lingkungan sosial.
Perilaku agresif telah menjadi fokus perhatian para
peneliti kepribadian dan psikologi sosial kontemporer. Penelitian tentang hal
ini bertujuan untuk mengintegrasikan secara meta-analisis serangkaian hasil
penelitian individual tentang hubungan atribusi personal dan pengalaman agresif
dengan perilaku agresif.
2.2.12.2 Pengertian dan Faktor-faktor Penyebab Perilaku
Agresif
Perilaku agresif merupakan suatu konstruk yang
multidimensional yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar
faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) sebagai proses
internal yang dapat dijelaskan melalui teori kepribadian, teori insting, teori
frustasi-agresif, teori modelling, dan (2) faktor eksternal yaitu faktor
lingkungan (fisik dan psikologis).
2.2.12.3 Metode Penelitian Perilaku Agresif
Penelitian ini menggunakan pendekatan meta-analisis dengan
mengikuti prosedur penelitian meta-analisis korelasi Hunter dan Schmidt
(1990,1994). Analisis korelasi meta-analisis ini dimaksudan untuk mengungkapkan
hubungan meta-analisis atribusi personal dan pengalaman agresif dengan perilaku
agresif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelusuri jurnal psikologi
yang relevan dengan permasalahan penelitian, seperti Psychological
Abstracts,Journal of Applied Psychology, Journal of Personality and social
Psychology, Agressiv Behavior, Personality and Social Bulletin.
2.2.12.4 Hasil Penelitian Perilaku Agresif
Hasil penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya kecenderungan perilaku agresif juga bersumber pada variasi lingkungan
dan jenis kelamin.
2.2.13 Bab XIII (Pengembangan Kapital Intelektual dan
Sosial : Refleksi Psikologis Manajemen SDM)
2.2.13.1 Pengantar
Karakteristik paradigma baru yang melandasi pengembangan
kualitas SDM, mencakup: (a) toleransi terhadap ambiguitas dan sikap proaktif;
(b) kecepatan dan responsibilitas, (c) saling ketergantungan antar mitra usaha,
(d) penekanan pada lingkungan yang kompetitif; (e) kepemimpinan yang menonjol
dari setiap anggota organisasi; dan (f) fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi
(Ancok, 1997).
Pakar pengembangan SDM, Wiig (1997) menyatakan bahwa
manajemen yang progresif dalam suatu organisasi mempertimbangkan manajemen
kapital intelektual dan sosial untuk kelangsungan hidup organisasi.
2.2.13.2 Manajemen Kapital Intelektual
Kapital intelektual adalah perangkat yang diperlukan unuk
menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Para pakar manajemen
SDM mengatakan bahwa kapital intelektual sangat besar peranannya dalam menambah
nilai suatu kegiatan. Berbagai organisasi yang unggul dan meraih banyak
prestasi adalah organisasi yang terus-menerus mengembangkan sumber daya
manusianya. Formulasi untuk membangun, mensosialisasikan, dan mengembangkan
dimensi-dimensi kapital intelektual menuju perilaku organisasi yang dapat
disebut sebagai budaya perusahaan dapat dibedakan atas 3 kategori (Quinn, 1999;
Zack,1999), yaitu (1)manajemen pengetahuan yang sistematis, (2) penciptaan
iklim organisasi yang kondusif, dan (3) pemanfaatan teknologi informasi secara
efektif. Secara operasional, Nahapiet dan Ghospal memilahkan daya cippta
kapital intelektual melalui 4 jalur, yaitu kombinasi pengetahuan dan saling
berbagi pengalaman, transfer pengetahuan baik secara individual maupun
kolektif, pendayagunaan teknologi informasi dan komunitas ilmuwan serta
interaksi sosial dalam suatu komunitas.
2.2.13.3 Manajemen Kapital Sosial
Jacobs dan Loury (dalam Nahapiet & Ghoshal, 1998)
menyatakan bahwa kapital sosial mengacu pada kemampuan menjalin hubungan
personal dan jaringan kerja yang berbasis pada kepercayaan, kerjasama, kreativitas,
dan tindakan kolektif dalam suatu komunitas. Putnam (dalam Nahapiet &
Ghospal, 1998) mengklasifikasi kapita sosial atas dimensi struktural,
relasional, dan kognitif. Dimensi strutural mengacu pada keseluruhan pola
hubungan antara para anggota organisasi yang saling berpengaruh. Dimensi
kognitif mengacu pada ketersediaan representasi umum, interpretasi, dan sistem
yang bermakna dalam suatu kelompok. Dimensi relasional menjelaskan jenis
hubungan personal yang dikembangkan melalui interkasi yang didasarkan atas
kepercayaan, norma, dan identifikasi.
Perintah tentang membangun kapital sosial sangat dianjurkan
dalma agama Islam, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah
Al-Hujurat ayat 13.
2.2.13.4 Manajemen Kapital Lembut
Kapital lembut disebut juga dengan soft capital, yaitu
kapital yang diperlukan untuk menumbuhkan kapital sosial dan intelektual. Salah
satu faktor hancurnya bangsa ini karena lunturnya soft capital atau kapital
lembut ini.
2.2.15 Bab XV (Profesionalisme Guru : Masalah dan Upaya
Pengembangannya)
2.2.15.1 Pengantar
Undang-Undang RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN), Undang-Undang RI No. 14 /2005 tentang Guru dan osen (UUGD)
dan Peraturan Pemerintah RI No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu ia dipersyaratkan
memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma IV yang relevan dan
menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
2.2.15.2 Kompetensi Guru Profesional
1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
2. Kompetensi
Pedagogis
Kompetensi Pedagogis meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil elajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
3. Kompetensi
Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi
kurikulum materi pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosila merupakan kemampuan guru untuk
berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar,
2.2.15.3 Masalah
Pengembangan Profesional Guru
Bertolak dari prinsip dan persyaratan profesi guru dapat
diidentifikasikan berbagai masalah (Abimanyu, 2008), sebagai berikut :
a. Seberapa banyak
guru kita yang menjadi guru karena bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme?
b. Seberapa tinggi
komitmen guru-guru kita untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia?
c. Masih adakah guru
yang kualifikasi akademiknya belum S1 atau sarjana, dan latar pendidikannya
tidak sesuai dengan bidang tugasnya?
d. Masih adakah guru
kita yang kompetensi tidak sesuai dengan bidang tugasnya?
e. Adakah guru yang
tidak memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya?
2.2.15.4 Pembinaan Guru sebagai Tenaga Profesinal
a. Penerimaan
mahasiswa calon guru di LPTK dan penerimaan guru CPNS perlu menggunakan alat
seleksi yang memungkinkan diperolehnya mahasiswa atau guru baru yang berbakat,
berminat, terpanggil jiwanya dan beridealisme.
b. Pengembangan
kompetensi kepribadian dan sosial
c. Pengembangan
kompetensi pedagogis dan profesional
2.2.15.5 Penutup
Guru bermutu adalah guru yang menguasai ilmu yang diajarkan
sekaligus menguasai keterampilan mengajar.
2.2.16 Bab XVI (Teknik Penyusunan Skala Pengukuran)
2.2.16.1 Konsep Dasar Pengukuran
Pengukuran dalam psikologi adalah suatu prosedur pemberian
angka (kuantifikasi) terhadap atribut-atribus psikologi (kepribadian,
inteligensi, bakat dan prestasi belajar (Suryabrata, 2000). Secar umu ada tiga
macam instrumen yang paling sering dipakai dalam penelitian ilmiah, yaitu (a)
angket, (b) tes, (c) skala nilai (rating scale).
2.2.16.2 Langkah-langkah Konstruksi Instrumen
Pertama, mencari definisi-definisi tentang konsep yang akan
dioperasionalkan dengan berbagai literatur. Kedua, kalau sekiranya di dalam
literatur tidak diperoleh definisi konsep yang ingin kita ukur, maka kita harus
mendefinisikan sendiri dengan menggunakan pemikiran rasional. Ketiga,
menanyakan langsung kepada responden.
1. Apakah kesahihan
(Validitas) itu?
Kesahihan atau validitas ialah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukut betul-betul mengukur apa yang perlu diukur.
Secara umum, validitas instrumen mencakup validitas isi, validitas konstruksi
teoritis, dan validitas pernyataan (Azwar, 1999; Suryabrata, 2000).
2. Apakah
Realibilitas itu?
Realibilitas atau keandalan adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
3. Teknik
Perhitungan Validitas Butir
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui
validitas butir suatu alat pengukur ialah dengan cara mengorelasikan antara
skor yang diperoleh pada masing-masing butir (pertanyaan atau pernyataan)
dengan skor total pada setiap faktor dari suatu alat pengukur.
4. Langkah-langkah
Perhitungan Validitas Butir
a. Menghitung skor
faktor dari skor butir
b. Menghitung
korelasi momen tangkar
c. Menghitung
korelasi bagian total
d. Menguji taraf
signifikansi
5. Teknik
Perhitungan Reliabilitas
a. Teknik
Uji-keandalan Genap-gasal
b. Teknik
Uji-keandalan Belah-tengah
c. Teknik
Uji-keandalan Belah-rambang
d. Teknik
Uji-keandalan KR-20
2.3 Ringkasan Buku Pembanding Setiap Bab
2.3.1 Bab I
2.3.1.1 Pengertian Psikologi
Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia,
tingkah laku disini diartikan secara luas ialah segala kegiatan, tindakan
perbuatan manusia yang maupun yang tidak kelihatan,yang disadari maupun tidak
disadarinya.
2.3.1.2 Obyek Psikologi dan Macam-macamnya
a. Obyek Material
Obyek material
yakni yang dipandang dengan keseluruhan. Adapun obyek material dari psikologi
ialah manusia, disamping menjadi obyek psikologi juga bagian obyek bagi
ilmu-ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, sejarah, biologi dan ilmu
kedokteran.
b. Obyek Formal
Obyek formal psikologi adalah berbeda-beda menurut
perubahan zaman dan pandangan para ahli masing-masing. Pada zaman yunani sampai
dengan abad pertengahan yang menjadi obyek formalnya ialah hakekat jiwa.
Kemudian pada masa Descartes obyek psikologi itu ialah gejala-gejala kesadaran.
Secara sistematis, macam-macam psikologi itu dapat disusun
sebagai berikut:
1. Psikologi
metafisika, yang menyelidiki hakekat jiwa seperti yang dilakukan oleh Plato dan
Aristoteles.
2. Psikologi empiri,
yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan
menggunakan pengamatan (observasi). Psikologi empiri dapat dibagi lagi menjadi
dua bagian yaitu psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum yaitu
psikologi yang menyelidiki /mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia pada
umumnya. Sedangkan psikologi khusus yaitu psikologi yang menyelidiki
gejala-gejala kejiwaan manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan
pandangan serta tujuannya.
2.3.1.3 Hubungan Psikologi dengan Ilmu-ilmu lainnya
a. Psikologi dan
Antropologi
Antropologi sebagai ilmu tentang manusia dan merupakan ilmu
yang masih muda mempunyai perhatian terhadap semua cabang pengetahuan yang
berhubungan dengan manusia, seperti ilmu psikologi.
b. Psikologi dan
Sosiologi
Para ahli psikologi memusatkan perhatian kepada tingkah
laku kelompok. Adapun masalah-masalah yang diselidiki oleh sosiolohi antara
lain masalah-masalah kejahatan, kenakalan anak-anak, dan lainnya.
c. Psikologi dan
Fisiologi
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajar fungsi-fungsi
berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia dan berbagai sistem peredaran dalam
tubuh.
2.3.1.4 Ruang Lingkup
Psikologi Pendidikan
1. Sampai sejauh
mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan yang berpengaruh terhadap belajar.
2. Sifat-sifat dari
proses belajar.
3. Hubungan dengan
tingkat kematangan dengan kesiapan belajar.
4. Signifikansi
pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan
keterbatasan belajar.
5. Perubahan-perubahan
jiwa yang terjadi selama dalam belajar.
6. Hubungan antara
prosedur-prosedur dengan hasil belajar.
7. Teknik-teknik
yang sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar.
8. Pengaruh atau
akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman belajar
yang insidentil dan informasi terhadap individu.
9. Nilai atau
manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personal sekolah.
10. Akibat psikologis
yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa.
2.3.2 Bab II
2.3.2.1 Soal Pembawaan dan Lingkungan
Soal pembawaan ini adalah soal yang tidak mudah dipecahkan.
Adapun beberapa pendapat untuk menjawab soal tersebut adalah :
a. Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia
itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir dan pendidikan
tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan tersebut.
b. Aliran Empirisme
Dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama
sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil.Pendapat ini dikenal dengan nama optimisme paedagogis.
c. Hukum Konvergensi
Hukum ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama
William Stream. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya
menentukan perkembangan manusia dalam aliran yang menganut aliran konvergansi
itu sendiri masih terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam hukum
konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh
lingkungan.
2.3.2.2 Pembawaan dan Keturunan
a. Keturunan
Banyak para ahli yang berusaha menyelidiki sifat-sifat
kejiwaan manusia yang berkenaan dengan keturunan, tetapi sampai sekarang belum
dapat dikatakan hasil penyelidikannya memuaskan.
b. Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan
(potensi) yang dapat suatu individu dan yang selama masa perkembangannya
benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan).
1. Struktur
Pembawaan
Sifat-sifat pembawaan atau kesanggupan-kesanggupan yang
termasuk dalam struktut pembawaan itu tidak semuanya dapat berkembang atau
menunjukkan diri dalam perwujudannya. Adapun yang menyebabakan berkembangnya sifat-sifat
pembawaan itu sehingga menjadi wujud atau tetap tinggal suatu sifat pembawaan
ialah faktor-faktor dari luar maupun faktor dari dalam.
2. Pembawaan dan
Keturunan
Semua yang dibawa oleh si anak sejak lahir adalah diterima
karena kelahirannya. Tetapi tidak semua pembawaan itu diperoleh karena
keturunan. Sebaliknya semua yang diperoleh karena keturunan adalah dapat
dikatakan pembawaan, atau lebih tepat lagi pembawaan keturunan.
3. Pembawaan dan
Bakat
Titik berat perbedaannya terletak pada luas pengertiannya,
yang satu mengandung pengertian yang lebih luas daripada yang lain.
2.3.2.3 Beberapa macam Pembawaan dan Pengaruh Keturunan
Ada beberapa macam pembawaan, antara lain pembawaan jenis,
ras, jenis kelamin, dan perseorangan. Adapun yang termasuk pembawaan
perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih ditentukan oleh pembawaan
keturunan antara lain adalah konstitusi tubuh, cara bekerja alat-alat indera,
sifat ingatan dan kesanggupan belajar, tipe-tipe perhatian, cara berlangsungnya
emosi yang khas, tempo dan ritme perkembangan.
2.3.2.4 Lingkungan (Enveronment)
Ada beberapa macam lingkungan, yaitu lingkungan alam/luar,
lingkungan dalam, dan lingkungan sosial atau masyarakat. Menurut Woorworth,
cara individu berhubungan dengan lingkungan dapat dibedakan menjadi 4 macam,
yaitu individu bertentangan dengan lingkungan, individu menggunakan
lingkungannya, individu berpartisipasi dengan lingkungannya, dan individu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.3.3 Bab III
2.3.3.1 Tenaga-Tenaga Pendorong Pada Manusia
Daya atau tenaga yang mendorong manusia dari dalam untuk
melakukan perbuatan itu disebut dorongan nafsu. Dorongan nafsu adalah kekuatan
pendorong maju yang memaksa dan mengejar kepuasan dengan jalan mencari,
mencapai sesuatu yang berupa benda-benda atau nilai-nilai yang tertentu. Dalam
garis besarnya dorongan nafsu dapat terbagi menjadi tiga bagian yaitu dorongan
nafsu yang mempertahankan diri, dorongan nafsu yang dipertahankan diri, dan
dorongan nafsu mempertahankan jenis. Adapula yang membagi dorongan nafsu
menjadi empat macam, yaitu dorongan nafsu vital, dorongan nafsu egois, dorongan
nafsu sosial, dan dorongan nafsu super sosial.
2.3.3.2 Daya-daya/Alat-alat Interaksi Manusia dengan Dunia
Luar
a. Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu daya jiwa untuk memasukkan kesan
dari luar dengan menggunakan alat indera. Pengamatan ini merupakan dasar bagi
setiap pengalaman dan pengetahuan seseorang.
b. Ingatan
Ingatan adalah daya untuk menyimpan dan mengeluarkan
kesan-kesan.
c. Fantasi
Fantasi merupakan daya jiwa untuk menciptakan
tanggapan-tanggapan atau kesan-kesan yang baru dengan bantuan
tanggapan-tanggapan yang sudah ada.
d. Perasaan
Perasaan merupakan gema psikis yang biasanya selalu
menyertai setiap pengalaman dan daya psikis yang lain. Adapun jenis perasaan
diantaranya perasaan intelek, perasaan estetis, perasaan etis, perasaan sosial,
perasaan religius, dan perasaan harga diri.
2.3.4 Bab IV
2.3.4.1 Pengertian Berfikir
Berfikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah kepada satu tujuan.
2.3.4.2 Bahasa dan Berfikir
Manusia dapat berfikir karena mempunyai bahasa, hewan
tidak. Bahasa hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan
diajarkan. Bahasa manusai adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan
diajarkan.
2.3.4.3 Pendapat Beberapa Aliran Psikologi tentang
Berfikir
a. Psikologi
Asosiasi
Psikologi
asosiasi berpendapat bahwa dalam alam kejiwaan yang penting ialah terjadinya,
tersimpannya, dan bekerjanya tanggapan-tanggapan.
b. Aliran
Behaviorisme
Aliran ini berpendapat bahwa berfikir adalah
gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara
seperti halnya bila kita mengucapkan buah pikiran.
c. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa proses berpikir
merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak kita amati dengan
alat indera kita.
2.3.4.4 Beberapa Macam Berpikir
a. Berpikir induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju umum.
b. Berpikir Deduktif
Berpikir
deduktif ialah prosesnya berlangsung dari yang umum menuju khusus.
c. Berpikir Analogis
Berpikir
Analogis ialah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan
fenomena-fenomena yang biasa atau yang perlu dialami.
2.3.4.5 Hasil-hasil Penyelidikan Berpikir
a. Oswald Kulpe
1. Di dalam diri
manusia terdapat adanya gejala-gejala psikis yang tidak dapat digunakan.
2. Pada waktu berpikir
pribadi orang itu memang memiliki peranan yang penting
3. Berpikir itu
mempunyai arah tujuan yang tertentu.
b. Frohn dan
kawan-kawan
1. Berpikir ialah
bekerja dengan unsur-unsur yang abstrak dan bergerak ke arah yang ditentukan
oleh soal atau masalah yang dihadapi.
c. Otto Selz dan
Willwoll
1. Berpikir adalah
soal kecakapan yang menggunakan metode-metode menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
2.3.5 Bab V
2.3.5.1 Pengertian Intelijensi
Intelijensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
2.3.5.2 Ciri-ciri Intelijensi
1. Masalah yang
dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah baru yang bersangkutan.
2. Perbuatan
intelijensi sifatnya serasi tujuan dan ekonomis.
3. Masalah yang
dihadapi, harus mengandung tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan.
4. Keterangan
pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat.
5. Perbuatan
intelijensi bercirikan kecepatan.
6. Membutuhkan
pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan
masalah yang sedang dihadapi.
2.3.5.3 Faktor-faktor yang Mempegaruhi Intelijensi
Seseorang
1. Pembawaan
2. Kematangan
3. Pembentukan
4. Minat
pembawaannya yang khas
5. Kebebasan
2.3.5.4 Tes Intelijensi
Tes biner simon terdiri dari sekumpulan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompokkan menurut umur.
Pertanyaa-pertanyaan ini sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak
berhubungan dengan pelajaran sekolah.
2.3.5.5 Bagaimana Hubungan Intelijensi dengan Kehidupan
Seseorang
Kecerdasan atau intelijensi seseorang memberi kemungkinan
bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana
kemungkinan tersebut dapat direalisasikan, tergantung kehendak dan pribadi
serta kesempatan yang ada.
2.3.6 Bab VI
2.3.6.1 Pengertian Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai daya upaya untuk mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu atau dapat juga dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dan
mencapai tujuan.
2.3.6.2 Macam-macam Motivasi
1. Motivasi
Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
tanpa perlu rangsangan dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsi karena ada rangsangan dari luar.
2.3.6.3 Prinsip-prinsip Motivasi
Ada beberapa prinsip-prinsip motivasi dalam belajar,
diantaranya:
1. Motivasi sebagai
dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar.
2. Motivasi
intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar.
3. Motivasi berupa
pujian lebih baik daripada hukuman.
4. Motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar.
5. Motivasi dapat
memupuk optimisme dalam belajar.
6. Motivasi
melahirkan prestasi dalam belajar.
2.3.6.4 Fungsi Motivasi dalam Belajar
1. Mendorong
timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan untuk
belajar.
2. Motivasi
berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ketercapaian tujuan
yang diinginkan.
3. Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan menentukan
cepat atau lambatnya suatu perbuatan.
2.3.6.5 Bentuk-bentuk Motivasi dalam Belajar
1. Memberi angka
2. Hadiah
3. Saingan/kompetisi
4. Ego-Involment
(kesadaran).
5. Pujian
6. Hukuman
2.3.7 Bab VII
2.3.7.1 Faktor yang mempengaruhi Belajar
1. Kematangan/pertumbuhan
Kematangan sangat mempengaruhi belajar. Jika tingkat
kematangan seseorang terganggu maka terganggu pula pola belajar yang digunakan.
2. Kecerdasan
Seseorang dalam mempelajari sesuatu dapat berhasil baik
dipengaruhi oleh kecerdasannya.
3. Latihan dan Ulangan
Latihan adalah kegiatan yang mengulangi sesuatu, maka
kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi semakin dikuasai dan
semakin mendalam.
4. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk
melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik dapat mendorong seseorang untuk bisa
menjadi spesialis dalam bidang ilmu tertentu.
5. Sifat-sifat pribadi seseorang
Tiap-tiap orang mempunyai sifat kepribadiannya
masing-masing yang berbeda antara seseorang dengan yang lain. Sifat-sifat
kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit banyak mempengaruhi sampai di
manakah hasil belajarnya dapat dicapai.
6. Keadaan keluarga
Suasana keluarga yang bermacam-macam turut menentukan
bagaimana dan sampai dimana belajar yang dialami dan dicapai oleh anak-anak.
7. Guru dan Cara Mengajar
Sikap, kepribadian, tinggi dan rendahnya pengetahuan yang
dimiliki guru dan cara gutu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didik turut
menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai oleh anak.
8. Alat-alat Pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang
diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru
gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu akan dipermudah dan
mempercepat belajar anak.
9. Motivasi sosial
Faktor motivasi sosial dapat pula timbul pada anak dari
orang lain yang ada di sekitarnya.
10. Lingkungan dan Kesempatan
Seorang anak dari keluarga yang baik memiliki intelijensi
yang baik, bersekolah yang terbaik, belum tentu pula dapat belajar dengan baik,
banyak pula anak-anak yang tidak dapat belajar dengan hasil baik dan tidak
dapat mempertinggi belajarnya akibat tidak adanya kesepatan yang disebabkan
oleh sibuknya pekerjaan sehari-hari, pengaruh linkungan yang buruk dan negatif
serta faktor lan terjadi di luar kemampuannya.
2.3.7.2 Faktor Sosial
Faktor sosial adalah faktor manusia (sesama manusia) baik
itu hadir atau tidak secara langsung hadir, kehadiran orang atau orang-orang
lain pada waktu seseorang belajar sangat mengganggu belajar.
2.3.7.3 Faktor Fisiologis dalam Belajar
1. Keadaan tonus
jasmani pada umumnya.
2. Penyakit kronis
2.3.7.4 Faktor-faktor Psikologis dalam Belajar
Menurut Arden N. Frandsen, adapun faktor yang mendorong
seseorang untuk belajar adalah :
1. Adanya sifat
ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas
2. Adanya sifat yang
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3. Adanya keinginan
untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4. Adanya keinginan
untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan
koperasi maupun dengan kompetisi.
Maslow (Menurut Frandsen, 1961:234) mengemukakan
motif-motif untuk belajar, ialah :
1. Adanya kebutuhan
fisik
2. Adanya kebutuhan
akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran.
3. Adanya kebutuhan
untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
4. Sesuai dengan
sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
2.3.8 Bab VIII
2.3.8.1 Pengertian Minat, Sikap dan Kepribadian
1. Pengertian Minat
Minat juga dapat diartikan sebagai suatu tanda kematangan
dan kesiapan seseorang untuk bergiat dalam kegiatan belajar.
2. Pengertian Sikap
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara
merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
3. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari
hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek
pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya.
a. Teknik
Membangkitkan Minat dan Sikap dalam Belajar
1. Perhatian, adalah
pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertentu kepada suatu obyek, atau
pendayagunaan kesadaran minat dan sikap untuk menyertai suatu aktivitas.
2. Perasaan, adalah
gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan
gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak dalam
bebagai tarif.
3. Motivasi, Guru
harus bisa membangkitkan minat anak didik, sehingga anak didik yang pada
mulanya tidak ada hasrat belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari
muncullah minatnya untuk belajar.
b. Fungsi Minat dan
Sikap dalam Belajar
1. Minat dan sikap
mempengaruhi bentuk intensitas (kemauan dan kemampuan) cita-cita.
2. Minat dan sikap
sebagai tenaga pendorong yang kuat.
3. Prestasi selalu
dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.
4. Minat dan sikap
yang berbentuk sejak kecil.
c. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Minat dan Sikap Belajar
1. Faktor Intern,
meliputi :
a. Kondisi fisik/jasmani
siswa saat mengikuti pelajaran
b. Pengalaman
belajar di jenjang pendidikan sebelumnya
2. Faktor Ekstern
a. Metode dan gaya
mengajar
b. Situasi dan
kondisi lingkungan
Lihat Juga!
Lihat Juga!
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perbedaan (Keunggulan dan Kelemahan)
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dan
kelemahan antara buku yang berjudul “Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis
Empiris Aplikatif” karangan Prof.Dr.Syamsul Bachri Thalib,M.Si sebagai buku
utama dan buku “Psikologi Pendidikan” karangan Drs.M.Ngalim Purwanto,MP sebagai
buku pembanding memiliki keunggulan :
1. Dari segi judul
buku, judul buku yang terdapat pada sampul muka buku utama tersebut sangat
mewakili isi dari keseluruhan buku. Sehingga lebih mudah untuk menarik minat
pembaca. Sedangkan judul dari buku pembanding masih sangat umum, sehingga dapat
menimpulkan pemikiran yang bervariasi tentang isi buku pembanding tersebut.
2. Dari segi
susunan, buku utama memiliki susunan yang sangat sistematis sehingga memudahkan
pembaca untuk memahaminya. Sedangkan buku pembanding justru memiliki susunan
yang tidak sistematis.
3. Dari segi bahasa,
buku utama menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Sedangkan buku
pembanding menggunakan bahasa yang berbelit-belit sekaligus istilah-istilah
yang susah dipahami oleh pembaca.
4. Dari segi cakupan
seluruh materi, buku utama dan buku pembanding memuat secara jelas dan ringan
tentang materi maupun contoh nyata dari penjabaran materi tersebut. Sehingga
tidak menyulitkan para pembaca untuk memahami aplikasi dari materi tersebut.
Selain itu, buku utama juga memiliki pengantar di awal bab dan soal latihan
serta daftar pustaka di akhir bab sehingga buku lebih tampak lengkap.
5. Dari segi
tampilan isi materi, buku utama dan buku pembanding menyertakan tabel serta
gambar yang dapat menarik minat sekaligus mempermudah pembaca dalam memahami
penjelasan dari materi tersebut.
Sedangkan
kelemahannya adalah :
1. Dari segi
tampilan sampul muka buku, buku utama kurang menarik minat pembaca karena warna
yang digunakan hanya hitam dan putih. Sedangkan tampilan pada sampul buku
pembanding lebih menarik minat baca karena permainan warna yang digunakan lebih
variatif.
2. Dari segi bahasa
penulisan, buku utama dan buku pembanding tidak memiliki intisari dan catatan
kaki di setiap akhir bab. Sehingga menyulitkan para pembaca yang ingin membaca
cepat buku tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi
yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk
(a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat
umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas
individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis
mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan
individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian
hasil-hasil pendidikan). Adapun kelebihan dari buku utama terdapat dari
berbagai segi, yaitu dari segi judul buku, segi susunan, segi bahasa, segi
cakupan seluruh materi, dan segi tampilan isi materi. Sedangkan kelemahannya
dari segi tampilan sampul muka buku dan segi bahasa penulisan.
4.2 Penutup
Adapun saran yang diberikan kepada buku utama adalah
mencetak edisi terbaru, dan mempertahankan hal-hal yang sudah baik dari buku
tersebut. Serta menambahkan intisari dari setiap bab dari buku tersebut.