Tugas Kuliah - Membuat Critical Book Report

BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk (a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian hasil-hasil pendidikan).
Mengacu pada hal tersebut, kiranya sangat beralasan apabila dalam kesempatan ini peneliti menempatkan buku berfokus materi psikologi pendidikan sebagai objek penelitian untuk menelusuri lebih lanjut tentang pembahasan dari psikologi tersebut. Selain itu, latar belakang pendidikan yang sedang ditempuh oleh peneliti sebagai calon guru sangat mendukung untuk memahami teori maupun praktek psikologi pendidikan yang harus dipelajarinya agar setelah menjadi guru peneliti mampu memahami jiwa keseluruhan peserta didik secara baik dan bersikap secara tepat terhadap setiap kejadian yang akan terjadi di dunia pendidikan. Jika dilihat dari segi materi isi buku, sangat diperlukan bagi sebuah isi buku tentang kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya, agr terciptanya buku yang lebih berkualitas di kemudian hari.

1.2 Tujuan
       Adapun tujuan kritikal buku adalah
1.   Mengetahui bagaimana konsep psikologi pendidikan secara umum
2.   Mengetahui aplikasi isi buku terhadap kehidupan sehari – hari dimasa kini
3.   Mengetahui kelemahan dan kelebihan dari isi buku
4.   Memenuhi tugas perkuliahan matakuliah Psikologi Pendidikan.

1.3 Manfaat
Setelah semua tujuan terjawab dalam proses kritikal buku, maka manfaat yang didapatkan adalah telah selesainya proses kritikal buku, dan hasil dari kritikal buku dapat dimanfaatkan oleh penulis, reviewer dan pembaca sebagai wawasan tambahan.
Baca Juga Postingan Lain Dari Blog Ini !!
Kumpulan Critical Book Report [Tersedia >50 Jenis CBR]
Critical Journal Report [Tersedia > 40 Jenis]
Contoh Laporan Mini Riset [Tersedia >25 Jenis]
Kumpulan Makalah Berbagai Jenis Tema [Tersedia >100 Jenis]

BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2.1 Identitas Buku

Buku Utama
Judul Buku : Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif
Pengarang : Prof.Dr.Syamsul Bachri Thalib, M.Si
Penerbit     : Kencana
Tahun Terbit : 2010                                               
ISBN : 978-602-8730-11-2
Jumlah Halaman : 318



Buku Pembanding
Judul Buku : Psikologi Pendidikan
Penulis : Drs.M.Ngalim Purwanto,MP
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Tahun Terbit : 2004                                              
ISBN : 979-514-036-1
Halaman : 169



2.2 Ringkasan Buku Utama Setiap Bab

2.2.1 Bab I (Pendahuluan)
2.2.1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Kalat (2003) dalam bukunya Introduction to Psychology, menegaskan bahwa psikologi secara umum didefinisikan sebagai perilaku dan pengalaman manusia secara sistematis. Secara konseptual, psikologi bertujuan mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol perilaku manusia.
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk (a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian hasil-hasil pendidikan).
Glover dan Ronning (dalam Elliot, dkk., 2000) menyatakan bahwa ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik tentang perkembangan manusia, perbedaan-perbedaan individual, pengukuran pendidikan, belajar dan motivasi belajar, dan persoalan-persoalan belajar dan pembelajaran.
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa pada prinsipnya persoalan psikologis yang menjadi fokus utama dalam psikologi pendidikan adalah peserta didik, yakni sifat-sifat psikologis yang ada pada peserta didik dalam proses pendidikan. Di samping itu, juga terdapat masalah khusus dalam proses pendidikan, termasuk pengembangan ragam potensi peserta didik yang mencakup potensi spiritual, sosial, emosional, akademik, dan fisik, masalah kesehatan mental, dan evaluasi hasil belajar.

2.2.1.2 Perlu dan Pentingnya Psikologi Pendidikan
Secara historis, peranan psikologi pendidikan telah ada sejak psikologi masih merupakan bagian dari filsafat. Peranan tersebut tampak antara lain dalam bentuk penerapan psikologi, terutama psikologi pendidikan anak dalam pendidikan. Usaha-usaha tersebut terutama dilakukan oleh ahli-ahli filsafat yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Perintis gerakan tersebut antara lain John Amos Comenius, Johann Henrich Pestalozzi, dan Friederich Frobel (Masrun,1996).
Di Indonesia, dewasa ini para pendidik sebagai tenaga profesional dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma IV (S1/D4) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogis, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial dibuktikan dengan sertifikasi pendidik. Landasan yuridis persyaratan guru sebagai tenaga profesional mencakup Undang-Undang RI No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), Undang-Undang RI No. 14/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan guru adalah pendidik profesional (Thalib, 2007;2008).
Tuntutan persyaratan guru sebagai tenaga profesional menunjukkan bahwa sudah menjadi keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Fokus persoalan pendidikan adalah peserta didik (student centered education). Artinya, pendidikan adalah suatu proses yang berorientasi pada perubahan psikologis peserta didik. Perlakuan psikologis yang tepat menjadi salah satu faktor utama tercapainya proses pembudayaan (enkulturisasi) peserta didik.
Standar nasional pendidikan berisi kerangka tentang apa yang harus diketahui, dilakukan dan dikuasai oleh peserta didik pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam bentuk pengembangan penguasaan ilmu-ilmu dasar dengan sistematika keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Standar ini juga disertai dengan standar pembentukan akhlak mulia yang mengutamakan pembentukan sistem nilai untuk mewujudkan manusia Indonesia yang berkepribadian dan beretos kerja.

2.2.2 Bab II Perkembangan Individu
       2.2.2.1   Teori-Teori Perkembangan
Pada hakikatnya perkembangan mengandung makna perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu (change over behavior), suatu proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara umum, konsepsi-konsepsi itu mencakup teori psikodinamika, teori yang berorientasi biologis, lingkungan, dan interaksionisme atau teori kognitif Piaget (Thalib, 2005).
1.   Teori Psikodinamika Sigmund Freud
Teori Psikodinamika Sigmund Freud lebih dikenal dengan istilah teori psikoanalitik. Freud sebagai konseptor psikoanalitik, memandang bahwa seorang anak yang dilahirkan memiliki dua kekuatan (energi) biologik, yaitu libido dan nafsu mati. Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah das es yang mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya. Karena pengaruh lingkungan, Das es menimbulkan struktur das ich (aku) yang berfungsi sebagai penentu diri terhadap dunia luar maupun terhadap das es sesuai dengan realita. Kemudian karena pengaruh orang tua, terbentuklah das uber ich yang berfungsi mengatur perilaku das ich, dan tuntunan-tuntunan yang bersumber dari das es. Apabila das ich tidak berhasil memkompromikan tuntutan das es, dan uber ich, maka nasu-nafsu yang berasal  dari das es ditekan secara tidak sadar (Monks, Knoers, dan Haditono, 2002).
2.   Teori yang Berorientasi Biologis
Teori yang menekankan faktor biologis menitikberatkan pengaruh faktor bawaan atau keturunan, termasuk faktor bakat atau keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir. Perkembangan bersifat endogen, artinya perkembangan itu tidak hanya secara spontan saja, melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran predisposisi yang sudah ditentukan secara biologis (genotype).
3.   Konsep yang Berorientasi Faktor Lingkungan
Konsep lingkungan adalah kelompok konsep yang mementingkan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak, termasuk konsep-konsep mengenai sosialisasi yang bersifat sosiologis. Konsep belajar sosial memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan atas perilaku seseorang dalam disposisi atau potensi yang bersifat relatif tetap dan tidak disebabkan oleh pertumbuhan.
Asumsi dasar dari konsep dan penelitian-penelitian belajar observasional adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model. Bandura (1977) menjelaskan bahwa belajar observasional mencakup 4 proses, yaitu proses atensional, ritensi, reproduksi, dan motivasional. Pertama, proses atensional yakni proses dimana individu tertarik untuk memerhatikan atau mengamati perilaku model. Kedua, proses ritensi yakni proses dimana invidu pengamat menyimpan perilaku model yang telah diamatinya melalui kode simbolik atau verbal maupun performansi motorik. Ketiga, proses reproduksi yaitu individu pengamat mencoba mengungkap ulang perilaku model yang telah diamatinya. Keempat, proses motivasional, Bandura berpendapat bahwa motivasi individu untuk mencontoh agresi yang ditampilkan oleh model menjadi lebih kuat apabila model memiliki daya tarik dan agresi yang dilakukannya tidak memperoleh efek negatif.
Hasil penelitian Chomsky (Miller, 1993) mengungkapkan bahwa konsep belajar sosial tidak dapat menjelaskan perolehan suatu keterampilan belajar yang kompleks.\
4.   Teori Interaksionisme
Teori ini sering pula disebut teori perkembangan kognitif Piaget. Menurut Piaget, perkembangan adalah suatu proses perubahan sebagai hasil dari proses belajar yang merupakan kombinasi atau interaksi dari pembelajaran, pengalaman, dan kematangan. Konsep kognitif bermaksud memahami aktivitas perilaku manusia seperti perhatian, rekognisi, pembuatan keputusan, pemecahan masalah, pengetahuan konseptual, belajar, penalaran, prinsip-prinsip dan mekanisme perkembangan, inteligensi, interpretasi, atribusi, penilaian, memori dan imajinasi (Bordwell, 1989; Frederick, 1995). Secara lebih khusus, konsep kognitif mengacu pada tingkat aktivitas mental yang tidak dapat diubah begitu saja dalam menjelaskan tindakan sosial dengan postulat yang sesungguhnya, seperti presepsi, pikiran, intensi, perencanaan, keterampilan dan perasaan (Bordwell, 1989).
Piaget menyatakan bahwa pengalaman sosial juga merupakan faktor penting dalam perkembangan. Tanpa pengalaman sosial, manusia akan mengalami keterbatasan dalam memperoleh pengetahuan. Jika pembelajaran bermakna dan transfer terjadi, maka siswa dapat membangun konsep secara aktif mengenai materi yang akan dipelajarinya. Piaget juga mementingkan aktivitas spontan karena adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2.2.2.2         Tahap – tahap Perkembangan
Perkembangan individu terjadi secara berurutan artinya tahap awal merupakan dasar untuk perkembangan pada tahap selanjutnya. Perkembangan individu tidak dapat melompat-lompat (Nuryoto, 2003).
Menurut Ericson (Wu, 2003) bayi yang baru lahir menunjukkan temperamen dan kemampuan dasar yang bersifat individual. Ericson membedakan tahap perkembangan manusia atas 8 tahap.
Pertama, perkembangan pada masa bayi (infancy), yaitu usia 0-1 tahun. Krisis yang timbul adalah kepercayaan vs ketidakpercayaan, terutama dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua, perkembangan pada masa prasekolah (toddler), yaitu masa usia 2-6 tahun, terjadi krisis otonomi (independensi) vs keragu-raguan atau rasa malu. Ketiga, perkembangan pada masa kanak-kanak (early childhood), yaitu usia 2-6 tahun. Krisis yang terjadi adalah inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilt). Keempat, perkembangan pada masa sekolah, yaitu usia 6-12 tahun. Krisis yang terjadi adalah kompetensi vs rendah diri (competence vs inferiority). Kelima, perkembangan pada masa remaja, yaitu usia 12-18 tahun. Krisis yang terjadi adalah identitas vs kebingungan peran (identity vs role confusion). Keenam, masa dewasa usia 19-40 tahun. Karakteristik periode ini adalah keintiman vs isolasi (intimacy vs isolation). Ketujuh, tahap dewasa pertengahan, yaitu usia 40-65 tahun. Krisis pada tahap ini adalah kebangkitan dan stagnasi. Kedelapan, masa dewasa akhir (usia > 65 tahun). Krisis integritas vs rasa putus asa.
Menurut Monks, et al. (2002) menggolongkan fase perkembangan atas 7 fase, yaitu masa bayi, kanak-kanak, sekolah, remaja, dewasa, tua, usia lanjut. Tahap perkembangan ini menunjukkan pertumbuhan individu berjalan secara berurutan. Pada setiap tahapan tersebut terdapat tugas perkembangan yang harus diselesaikan.
Perkembangan kognitif menurut Piaget melalui 4 tahap atau periode perkembangan, yaitu (a) periode sensorimotorik(usia 0-2 tahun), (b) periode pra-operasional(2-7 tahun), (c) periode operasional konkret (7-11 tahun), dan (d) operasional formal (11-15 tahun).

2.2.2.3 Tugas-tugas Perkembangan Secara Umum
Pakar psikologi perkembangan Indonesia, Nuryoto (1994) menggolongkan fase-fase kehidupan manusia atas 3 kategori utama, yaitu masa progresif umur 0-25 tahun, (b) masa statis umur 25-50 tahun, dan (c) masa regresif umur > 50 tahun. Pada masa progresif, individu akan tumbuh dan berkembang dalam segi fisik, psikis, maupun sosial dari kondiri yang sangat sederhana menuju ke arah yang sempurna. Pada masa statis individu telah mencapai kematangan perkembangan secara menyeluruh dan sempurna. Selanjutnya, pada masa regresif seseorang secara alami mulai mengalami kemunduran, khususnya kemampuan fisik.

2.2.2.4 Tugas-tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak
Pola-pola perilaku motorik pada anak semakin baik koordinasinya sejalan usia perkembangannya. Anak yang baru dilahirkan sudah mempunyai aktiviitas kinestetik, yaitu sudah mempunyai penghayatan gerakan aktif, dan sudah dapat merasakan gerakan-gerakannya, termasuk perasaan, posisi tubuh, anggota-anggota badan, keseimbangan, dan gerakan memutar.

2.2.3 Bab III (Perkembangan Remaja)
       2.2.3.1   Perkembangan Remaja Secara Umum
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Adapun batas umur pada remaja bersifat fleksibel, artinya dapat maju atau mundur seuai dengan kecepatan perkembangan masing-masing individu.
Kesulitan yang dialami remaja yaitu apabila remaja harus memasuki dunia kerja pada usia 16 atau 17 tahun, remaja yang masih tergantung secara ekonomi kepada orang lain sehingga tidak bebas menentukan keinginan sendiri dan akan merasa tidak tenang dan tidak percaya diri, rema perempuan merasakan lebih terhambat dalam transisi, dan anak-anak yang tidak dipersiapkan dan dilatih untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remajanya dalam rangka memasuki masa dewasa.
Faktor faktor yang memengaruhi kesulitan dalam perkembangan remaja adalah masa transisi yang berlangsung cepat, lamanya masa transisi, latihan yang terputus, tingkat ketergantungan, status yang tidak kelas, tuntutan yang menimbulkan konflik, dan tingkat realisme.
Adapun akibat rasa tidak berbahagia terhadap tingkah laku remaja mencakup tingkah laku yang tidak terorganisir, emosional, remaja yang suka menentang, tingkah laku anti sosial, kesepian, prestasi belajar rendah, kambing hitam, dan melarikan diri.

2.2.3.2 Perkembangan Fisik
Cole (dalam Monks, 2002) berpendapat bahwa perkembangan fisik merupakan dasar perkembangan dari aspek lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosial. Secar khusus, tugas tugas perkembangan fisik remaja mencakup sembilan macam, yaitu :
a.   Menerima perubahan fisik yang dialaminya dan melakukan peran sesuai dengan jenisnya.
b.   Mengembangkan hubungan secara tepat dengan teman sebaya baik yang sama jenis maupun lawan jenis.
c.   Mampu berdiri sendiri dalam bidang emosi, tidak lagi tergantung pada orang tua maupun orang dewasa yang lain.
d.   Mencari jaminan bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi.
e.   Menentukan dan mempersiapkan diri untuk kariernya dan memasuki pasaran kerja.
f.    Mengembangkan kemampuan kognitif dan konsep-konsep yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
g.   Memahami dan mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggung jawabkan.
h.   Mempersiapkan diri untuk berkeluarga.
i.    Mendapatkan penilaian bahwa dirinya mampu bersikap secara tepat sesuai dengan pandangan ilmiah.
Pada masa remaja akan terjadi pula kematangan seksual yang akan ditandai dengan mulai berfungsinya hormon seksual menurut Dusek (dalam Nuryoto, 1994) adalah fungsi morfogenesis, fungsi integrasi, dan fungsi regulasi. Beberapa faktor yang memengaruhi datangnya kematangan seksual adalah keturunan, inteligensi, kesehatan, gizi, status sosial ekonomi keluarga, ukuran tubuh dan bentuk tubuh.

2.2.3.3 Perkembangan Kognitif
Remaja yang sudah mencapai perkembangan operasi formal secara maksimum mempunyai kelengkapan strutural kognitif sebagaimana halnya orang dewasa. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pemikiran (thinking) remaja dengan penalaran formal sama baiknya dengan pemikiran aktual orang dewasa karena hanya secra potensial sudah tercapai. Setelah perkembangan operasi formal, perubahan dalam kemampuan penalaran lebih bersifat kuantitatif dan remaja akan dapat mengatasi persoalan di kelas, persoalan hipotesis, dan persoalan proporsi verbal.

2.2.3.4 Perkembangan Emosi
Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah afektif. Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya, dan dalam hubungannya dengan orang lain pada khususnya. Keseimbangan di antara ketiga ranah psikologis sangat dibutuhkan sehingga manusia dapat berfungsi dengan tepat sesuai dengan stimulus yang dihadapinya. Berdasar hasil penelitian, Prawitasari (1993) mengungkap enam emosi dalam manusia, yaitu senang, sedih, terkejut, jijik, marah, takut, dan malu. Berdasar pendapat Hurlock, pakar psikologi perkembangan lainnya, Nuryoto (1994) mengemukakan bahwa emosi dasar manusia terdiri atas tiga kategori utama, yaitu marah, senang dan takut.

2.2.3.5 Perkembangan Moral
Secara umum, alur pengembangan moral adalah suatu pengampunan dalam pertimbangan moral yang menggambarkan dengan jelas sikap yang benar atau salah terhadap komitmen personal dalam kesadaran legitimasi alternatif kompetisi. Menurut perspektif psikodinamik, dorongan pembawaan terutama dorongan seksual dan agresif dikontrol oleh perkembangan superego. Sedangkan berdasar perspektif behavioristik adalah melalui model, proses imitasi, dan penguatan. Berdasar perspektif kognitif, internalisasi peran masyarakat dan belajar sosial berperan penting dalam perkembangan moralitas remaja.

2.2.3.6 Perkembangan Sosial
Perilaku menggambarkan terjadinya proses sosialisasi kehidupan seseorang. Secara umum perkembangan sosial merupakan ekspresi dari kondisi fisik dan psikis individu yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada waktu mulai merenggangnya ikatan-ikatan keluarga, para remaja juga membina identifikasi yang lebih besar dengan orang-orang lain dari kelompok umur yang sama, dan mengembangkan rasa bersatu sebagai suatu generasi.

2.2.4 Bab IV (Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam PAUD)
2.2.4.1 Pengantar
       Usia dini (0-6 tahun) merupakan masa penting dalam pembentukan pribadi seorang anak, baik dari segi intelektual, kepribadian, kesehatan, maupun dari segi psikososialnya.

2.2.4.2 Konsep Pengasuhan Secara Umum
Pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh model interaksi orang tua (ayah-ibu) dan anak, kondisi keluarga dan harapan orang tua, keadaan sosial ekonomi, pendidikan dan pekerjaan orang tua, besar kecilnya anggota keluarga dan karakteristik anak (Kuczynski, et al).
Baumrind (1971) menggolongkan model pengasuhan orang tua atas tiga kategori utama, yaitu model pengasuhan otoriter, model pengasuhan otoritatif dan model pengasuhan permisif. Pengasuhan dengan model otoriter menunjukkan ciri ciri : orang tua cenderung melakukan kontrol secara ketat dengan standar perilaku yang ditentukan oleh orang tua tanpa kompromi dan negosiasi dengan anak, disiplin yang kaku, dan lainnya. Pengasuhan dengan model otoritatif menunjukkan ciri-ciri orang tua mengarahkan, lebih terbuka, memberikan pertimbangan dan penjelasan yang rasional tentang kebijakan yang akan dilaksanakan, dan lainnya. Pengasuhan permisif menunjukkan ciri tidak ada kontrol dari orang tua, memberikan kebebasan terhadap harapan dan tindakan anak, dan lainnya.

2.2.4.3 Konsep Pengasuhan Berdasarkan Kearifan Lokal
Keluarga adalah pendukung nilai-nilai kearifan lokal terutama dalam pengasuhan anak karena anak merupakan pusat perhatian keluarga, bahkan semenjak masih dalam kandungan. Bronfenbrenner (dalam Reaves, 1999) secara eksplisit memprediksi bahwa perbedaan status sosial ekonomi, rasial, kelompok etnis, dan lingkungan budaya secara umum mempengaruhi praktek pengasuhan.
Selanjutnya Ekowarni (2007) menjelaskan variasi kearifan loal dalam mendidik dan mengasuh anak. Masyarakat Batak Mandailing sangat menjunjung tinggi falsafah 3H, yaitu hamoroan (kekayaan), hagabeon(kehormatan) dan hasangapon (kebahagiaan). Budaya Minangkabau menganut tatanan kewajiban menjaga kepentingan keluarga, dan lainnya.
1.   Pengetahuan tentang Anak Usia Dini
       Pandangan responden tentang anak ideal cukup bervariasi, berdasarkan aspek pendidikan, agama, perbedaan gender, dan kondisi mental.
2.   Sikap Orang Tua Terhadap Anak Usia Dini
       Sikap masyarakat terhadap PAUD pada dasarnya hampir sama, yaitu mereka menginginkan anaknya untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan anak dan kemampuan ekonomi orang tuanya.
3.   Kegiatan dala Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini
       Untuk mewujudkan agar anak menjadi yang ideal, maka masyarakat  mengajarkan atau mengasuh anak dengan cara yang sudah berlangsung secara turun temurun, dan adapun hambatan dalam mewujudkan anak yang ideal menurut persepsi mereka yaitu faktor yang bersumber dari orang tua dan faktor yang bersumber dari anak.
4.   Kesehatan/Gizi
       Kebiasaan atau pola makan dalam keluarga sangat tergantung pada kondisi keluarga, begitupula dalam pengaturan pola makan, tergantung dari kondisi, namun dalam hal siapa yang memutuskan atau mengatur, maka mereka menyatakan terkadang suami mereka, tentang menu makan antara ana dan orangtua sama saja, namun untuk anak bayi mereka tentu menyediakan makanan khusus.

2.2.4.4 Penutup
Secara kodrati, manusia menunjukkan perbedaan-perbedaan individual dalam aspek fisik, sosial, ekonomi, dan intelektual. Aspek-aspek tersebut saling berinteraksi dalam membentuk perilaku manusia.

2.2.5 Bab V (Analisis Sosiokultural Vygotsky dalam Perspektif Psikologi Pendidikan)
2.2.5.1 Pengantar
Psikolog Kognitif, Vygotsky, yang lebih menekankan perkembangan kognitif anak dalam perspektif perkembangan sosial kultural, dan interaksi sosial.

2.2.5.2 Pokok-pokok Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, interaksi sosial merupakan landasan terjadinya perkembangan kognitif. Di samping itu, perkembangan biologis dan kultural tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan kognitif anak (Driscoll, dalam Riddle & Dabbagh,1999). Vygotsky percaya bahwa perkembangan adalah suatu proses yang harus dianalisis sebagai suatu produk yang akan dicapai. Vygotsky menjelaskan bahwa jarak antara tingkat perkembangan aktual ditentukan oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan potensial ditentukan oleh pemecahan masalah melalui kolaborasi antara guru pembimbing dan arahan orang dewasa dan atau antar teman sebaya yang lebih mampu.

2.2.5.3 Aplikasi Teori Vygotsky dalam Pendidikan
Secara singkat dikemukakan bahwa tepri Vygotsky berfokus pada 4 hal pokok, yaitu pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan, scaffolding (perancah atau pemberian bantuan), modeling zone of proximal development (perbedaan antara apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh anak dan apa yang dapat dikerjakan dengan bantuan orang lain). Model pembelajaran kooperatif menekankan interaksi sosial dalam upaya pengembangan kehidupan sosial dalam wilayah perkembangan proximal anak.

2.2.6 Bab VI (Kontrol diri dan Kematangan Emosional)
2.2.6.1 Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Kontrol diri berkaitan erat pula dengan keterampilan emosional. Keterampilan mencakup tiga unsur penting, yaitu (a) kecakapan pribadi, (b) keterampilan interpersonal, dan (c) keterampilan sosial (kepandaian mengunggah tanggapan yang dikehendaki.

2.2.6.2 Aspek-Aspek Kontrol Diri
1.   Mengontrol Perilaku (behavioral control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol diri dibedakan atas dua komponen, yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan dan kemampuan mengatur stimulus.
2.   Mengontrol Kognitif
Mengontrol kognitif merupakan kemampuan dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Mengontrol kognitif dibedakan atas dua komponen, yaitu kemampuan untuk memperoleh informasi, dan kemampuan melakukan penilaian.
3.   Mengontrol Keputusasaan (decision control)
Mengontrol keputusasaan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.

2.2.6.3 Bagaimana Cara Mengembangkan Kemampuan Kontrol Diri
Kontrol diri menggambarkan kemampuan individu untuk mengontrol lingkungan pribadi sebagai kebutuhan intrinsik. Secara umum, strategi untuk memaksimalkan kontrol diri dapat digolongkan dalam tiga kategori Wandersman (dalam Holahan & Wadersman,1987) yaitu :
1.   Membuat atau memodifikasi lingkungan menjadi responsif atau menunjang tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh individu.
2.   Memperbanyak informasi dan kemampuan untuk menghadapi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3.   Menggunakan secara lebih efektif kebebasan memilih dalam pengaturan lingkungan.

2.2.7 Bab VII (Konsep Diri dan Pengembangannya)
2.2.7.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merpakan gambaran diri, penilaian diri, dan penerimaan diri yang bersifat dinamis, terbentuk melalui persepsi dan interpretasi terhadap diri sendiri dan lingkungan, mencakup konsep diri umum dan konsep diri yang lebih spesifik termasuk konsep diri akademis, sosial dan fisik.

2.2.7.2 Aspek-Aspek Konsep Diri
Hattie (2000) menggolongkan konsep diri atas dua kategori utama, yaitu konsep diri umum dan konsep diri khusus. Konsep diri khusus mencakup konsep diri akademik, konsep diri sosial, dan presentasi diri.

2.2.7.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri
Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri siswa mencakup faktor keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik individu; faktor keluarga termasuk pengasuhan orang tua, pengalaman perilaku kekerasan, sikap saudara, dan status sosial ekonomi; dan faktor lingkungan sekolah.

2.2.7.4 Konsep Diri dan Perilaku Kekerasan
Secara empiris dilaporkan bahwa rendahnya konsep diri berkorelasi positif dengan agresi dan perilaku kekerasan, prasangka, kecemasan, depresi, dan gangguan mental lainnya.

2.2.8 Bab VIII (Keterampilan Komunikasi Diadik dan Implikasinya dalam Pembelajaran)
2.2.8.1 Pengantar
Keterampilan komunikasi diadik berperan penting dalam proses belajar mengajar. Secara empiris hasil penelitian Rubin & Graham (dalam Devito, 1995) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang positif antara kompetensi interpersonal dengan kesuksesan studi.

2.2.8.2 Apakah Komunikasi Diadik itu?
Komunikasi diadik adalah salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan saling hubungan antara dua orang yang bersfat interdepensi antara satu dengan yang lainnya dalam proses komunikasi. Komunikasi diadik merupakan titik sentral dalam hubungan interpersonal atau interaksi sosial.

2.2.8.3 Proses Komunikasi Diadik
Proses komunikasi interpersonal maupun komunikasi diadik menunjukkan adanya saling keterkaitan antara unsur-unsur; pengirim (sender), penerima (receiver), pesan (messages), penghubung (channel), dan pengaruh (effect). Pengirim pesan berhubungan secara timbal balik dengan penerima pesan. Artinya, pengirim dapat berfungsi sebagai penerima pesan dan sebaliknya penerima pesan dapat pula berfungsi sebagai pengirim (Beck, 1992; DeVito, 1995).

2.2.8.4 Faktor-faktor Penentu Keterampilan Komunikasi Diadik
Secara umum, faktor-faktor penentu komunikasi diadik, sebagai mana terungkap secara implisit dalam uraian tentang proses komunikasi, dapat dibedakan atas : (1) faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari individu baik pengirim maupun penerima pesan, (2) faktor eksternal atau faktor yang bersumber dari luar yang memengaruhi komunikasi diadik.

2.2.8.5 Implikasi Keterampilan Komunikasi Diadik dalam Proses Belajar Mengajar
1.   Keterampilan Bertanya dan Membuka Percakapan
       Untuk memahami situasi diadik, keterampilan membuka percakapan dan bertanya sangat penting terutama dalam mengawali suatu pembicaraan. Keterampilan ini mencakup keterampilan dalam menggunakan pertanyaan yang memungkinkan jawaban baru yang lain, dan rangsangan minimal untuk berbicara.
2.   Keterampilan Membuat Paraphrase
       Keterampilan paraphase merupakan dasar komunikasi untuk memperbaiki hubungan intetrpersonal dengan siswa. Keterampilan ini membutuhkan kemampuan untuk menangkap perasaan dan ucapan-ucapan siswa, serta mengungkapkannya kembali dengan kata-kata sendiri secara singkat kepada siswa.
3.   Keterampilan Merefleksikan Perasaan
       Merefleksi perasaan berarti menyampaikan kepada siswa apa yang kita pahami mengenai perasaannya.
4.   Keterampilan Konfrontasi
       Keterampilan konfrontasi adalah suatu keterampilan komunikasi antarpersonal yang menunjukkan secara terus terang dan langsung kepada siswa bahwa apa yang dikemukakannya tentang dirinya sendiri atau keadaan tertentu jelas-jelas tidak sesuai dengan apa yang kita lihat dalam kenyataan yang sama atau sebenarnya.
2.2.8.6 Penutup
Komunikasi diadik menunjukkan adanya saling ketergantungan atau hubungan antara dua orang dalam proses komunikasi. Agar komunikasi diadik berlangsung secara efektif, khususnya dalam proses belajar mengajar diperlukan keterampilan khusus baik secara teoritis maupun aplikasi praktis.

2.2.9 Bab IX (Keterampilan Sosial dan Upaya Pengembangannya)
2.2.9.1 Pengertian Keterampilan Sosial
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial, yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.
2.2.9.2 Faktor-faktor Penentu Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial itu memuat aspek aspek keterampilan untuk hidup dan bekerja sama, keterampilan untuk hidup dan bekerja sama, keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain, keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok tersebut.
2.2.9.3 Bagaimana Cara Mengembangkan Keterampilan Sosial ?
       Secara singkat dapat dikemukakan bahwa keterampilan sosial siswa dapat berkembang dengan baik, jika (a) interaksi atau individu dalam suatu kelompok, yaitu bisa terlaksana apabila individu dalam kelompok telah dibekali dengan berbagai keterampilan sosial termasuk cara berbicara, mendengar, memberi pertolongan, dan lain sebagainya.; serta (b) suasana dalam suatu kelompok, yaitu suasana kerja dalam kelompok itu hendaknya memberi kesan semua anggota, bahwa mereka dianggap setaraf (equal), khususnya dalam pengembangan keterampilan sosial.
2.2.9.4 Permainan Bujur Sangkar Berantakan
Permainan bujur sangkar berantakan bertujuan untuk (a) menjelaskan faktor-faktor yang dapat menghambat dan mendorong kerja sama yang baik (b) menyadarkan anggota tim akan pentingnya kerja sama satu sama lain.

2.2.10 Bab X (Persepsi Interpersonal : Dasar Psikologis Perilaku Sosial)
2.2.10.1 Pendahuluan
Persepsi interpersonal sebagai suatu gambaran penyederhanaan kesimpulan tentang orang lain (interaksi antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lainnya) dapat menimbulkan bias berkenaan dengan kekeliruan dan/atau kesalahan persepsi karena faktor personal, sosial, dan aspek-aspek psikologis lainnya.

2.2.10.2 Pengertian Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal adalah respons terhadap stimulus (verbal atau nonverbal) sehingga terbentuk suatu kesan yang berfungsi mengatur dan mempermudah hubungan sosial. Proses persepsi interpersonal ini melibatkan keseluruhan aspek pribadi seperti : pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman, dan situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus.

2.2.10.3  Proses Terbentuknya Persepsi Interpersonal
Menurut Brehm & Kassin, pembentukan esan dapat timbul melalui dua cara, yaitu (a) stimulus yang diterima melalui observasi memperoleh penilaian atau atribusi, pengelolaan atau disposisi, dan interpretasi secara terintegrasi dengan keseluruhan aspek yang mempengaruhi persepsi serta pribadi person yang terlibat dalam prose interaksi, dan (b) stimulus yang diterima menimbulkan kesan secara langsung melalui penilaian sesaat tanpa proses atribusi, disposisi, dan integrasi.

2.2.10.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Interpersonal
Ahli komunikasi interpersonal, Kelley (dalam Taylor et al., 1994), menyatakan bahwa ada dua faktor penting yang memengaruhi persepsi interpersonal. Pertama, faktor fisik dan psikologis seperti : kesan dari penampilan fisik (ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh), perasaan, suasana hati, emosi, dan informasi nonverbal merupakan faktor penting dalam memersepsi. Kedua, latar belakang kepribadian yang ada di balik penampilan fisik seseorang, seperti sifat, motif, dan kecenderungan atau minat seseorang.
Melalui telaah dan penelitian eksperimen (Feldman, 2985:Brehm & Kassin, 1993; Baron & Byrne, 1994) mengungkapkan bahwa persepsi interpersonal dipengaruhi oleh faktor-faktor keunikan, kekontrasan, ekspresi wajah (kontak mata), penampilan/daya tarik fisik, faktor kedekatan, kemiripan, dan faktor keuntungan atau penilaian timbal balik.

2.2.10.5 Pengaruh Persepsi Interpersonal Terhadap Perilaku Sosial
Komunikasi dalam lingkup interaksi sosial menekankan pentingnya persepsi interpersonal. Bahkan persepsi interpersonal menjadi basis komunikasi dan interaksi sosial, sebagaimana diungkapkan oleh Beck(dalam Brehm & Kassin, 1993). Juga Mead berasumsi bahwa persepsi interpersonal menentukan keadaan psikologi individu yang satu dengan individu lainnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perilaku seseorang sering kali relevan untuk dijelaskan melalui penelaahan deskriptif terhadap persepsi interpersonal dalam hubungan sosial.

2.2.10.6 Penutup
Persepsi interpersonal merupakan suatu proses pemahaman terhadap orang lain atau proses pemahaman seseorang terhadap realitas sosial. Karena itu persepsi interpersonal menjadi dasar psikologis untuk mempermudah dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain. Secar garis besar faktor-faktor yang memengaruhi persepsi interpersonal dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama faktor yang bersumber dari dalam dan faktor yang bersumber dari luar. Secara spesifik, atribusi sosial merupakan cara seseorang dalam melakukan proses persepsi dan interpretasi terhadap sebab-sebab perilaku orang lain.

2.2.11 Bab XI (Perilaku Kekerasan dan Softskills : Aplikasi Psikologi Islami dalam Mengembangkan Kesehatan Mental)
2.2.11.1 Pengantar
Secara umum, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia sehingga dapat memperlakukannya dengan lebih tepat. Secara konseptual, psikologi bertujuan mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol perilaku manusia. Psikologi juga bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesehatan mental masyarakat, yaitu mengembangkan potensi yang dimilikinya, termasuk softskills.

2.2.11.2 Psikologi Islam dan Kesehatan Mental
Psikologi Islam merupakan corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mengkaji keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar, dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman (Bastaman, 1995).
Kesehatan mental atau kesejahteraan subjektif yang merupakan evaluasi secara kognitif dan afektif terhadap kehidupan manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Diener (2000) bahwa kesejahteraan subjektif dapat diklasifikasikan atau dua komponen yang saling berhubungan, aspek kognitif yang berupa kepuasaan hidup dan aspek afektif.

2.2.11.3 Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan sebagai bentuk perilaku dapat merugikan orang lain seperti luka fisik, psikologis, dan sosial. Perilaku kekerasan tidak hanya mencakup aspek tindakan yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup kekerasan verbal, psikologis, dan simbolis atau kombinasi dari semua aspek-aspek tersebut. Diponegoro (2003) menjelaskan berbagai bentuk perilaku kekerasan, yaitu mengolok-olokan orang lain, mencela, memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang tidak disukai, berburuk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan bergunjing.
Dalam menghindari perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan menegakkan dan membina ukhuwah islamiyah. Islam mengajarkan tiga respons jika perasaan kita yang terluka atau dilukai orang lain, yaitu menahan marah, memberi maaf, dan membalasnya dengan kebaikan.

2.2.11.4 Soft Skills dan Upaya Pengembangannya
Softskills merupakan keunggulan personal seseorang yang terkait dengan hal-hal non teknis, termasuk di antaranya kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan diri. Swiderski menjelaskan bahwa softskills terdiri atas tiga faktor utama, yaitu kemampuan psikologis, kemampuan sosial dan kemampuan komunikasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada 4 klaster utama pembentuk softskills siswa, yaitu interaksi, manajemen pribadi, kemampuan komunikasi, dan kemampuan mengorganisasikan sesuatu.

2.2.11.5 Studi Empiris Kesehatan Mental, Perilaku Kekerasan dan Softskills
Secara empiris, penelitian dalam bidang psikologi, khususnya psikologi islami, menunjukkan adanya pengaruh softskills, kepercayaan eksistensial, dan variabel-variabel psikologis lainnya terhadap kesehatan mental. Hasil penelitian mengenai model penanggulangan perilaku kekerasan berbasis softskills menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan softskills terhadap perilaku kekerasan.

2.2.11.6 Penutup
1.   Psikologi islami berperan penting dalam upaya mengembangkan kesehatan mental masyarakat. Psikologi islami dapat menolong mencarikan jalan keluar, mendokumendasikan keluarga yang mampu menumbuhkan anak yang baik, kreatif, optimis, dan kehidupan yang memuaskan dan berharga bagi umat manusia.
2.   Upaya menumbuhkan dan mengembangkan kesehatan mental masyarakat memerlukan langkah konkret dan dilakukan secara terpadu dan komprehensif, baik dalam lingkup akademik/persekolahan maupun di luar lingkup persekolahan, termasuk di masyarakat, pemerintah/swasta melalui pendidikan/latihan.
3.   Kajian secara empiris dalam bidang kesehatan mental serta variabel-variabel yang berhubungan dengan kesehatan mental.

2.2.12 Bab XII (Studi Meta-Analisis Atribusi Personal dan Pengalaman Perilaku Agresi)
2.2.12.1 Pendahuluan
Salah satu kajian psikologis yang menarik untuk ditelaah adalah kecenderungan perilaku agresif. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perilaku agresif akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat terutama di kalangan siswa. Perilaku agresif tersebut selain merugikan para remaja itu sendiri juga merugikan dan/atau meresahkan masyarakat. Jadi, perilaku agresif merupakan suatu perilaku destruktif yang dapat menyebabkan luka fisik, kerugian psikologis, integritas pribadi, objek maupun lingkungan sosial.
Perilaku agresif telah menjadi fokus perhatian para peneliti kepribadian dan psikologi sosial kontemporer. Penelitian tentang hal ini bertujuan untuk mengintegrasikan secara meta-analisis serangkaian hasil penelitian individual tentang hubungan atribusi personal dan pengalaman agresif dengan perilaku agresif.

2.2.12.2 Pengertian dan Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif
Perilaku agresif merupakan suatu konstruk yang multidimensional yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) sebagai proses internal yang dapat dijelaskan melalui teori kepribadian, teori insting, teori frustasi-agresif, teori modelling, dan (2) faktor eksternal yaitu faktor lingkungan (fisik dan psikologis).

2.2.12.3 Metode Penelitian Perilaku Agresif
Penelitian ini menggunakan pendekatan meta-analisis dengan mengikuti prosedur penelitian meta-analisis korelasi Hunter dan Schmidt (1990,1994). Analisis korelasi meta-analisis ini dimaksudan untuk mengungkapkan hubungan meta-analisis atribusi personal dan pengalaman agresif dengan perilaku agresif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelusuri jurnal psikologi yang relevan dengan permasalahan penelitian, seperti Psychological Abstracts,Journal of Applied Psychology, Journal of Personality and social Psychology, Agressiv Behavior, Personality and Social Bulletin.

2.2.12.4 Hasil Penelitian Perilaku Agresif
Hasil penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kecenderungan perilaku agresif juga bersumber pada variasi lingkungan dan jenis kelamin.

2.2.13 Bab XIII (Pengembangan Kapital Intelektual dan Sosial : Refleksi Psikologis Manajemen SDM)
2.2.13.1 Pengantar
Karakteristik paradigma baru yang melandasi pengembangan kualitas SDM, mencakup: (a) toleransi terhadap ambiguitas dan sikap proaktif; (b) kecepatan dan responsibilitas, (c) saling ketergantungan antar mitra usaha, (d) penekanan pada lingkungan yang kompetitif; (e) kepemimpinan yang menonjol dari setiap anggota organisasi; dan (f) fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi (Ancok, 1997).
Pakar pengembangan SDM, Wiig (1997) menyatakan bahwa manajemen yang progresif dalam suatu organisasi mempertimbangkan manajemen kapital intelektual dan sosial untuk kelangsungan hidup organisasi.

2.2.13.2 Manajemen Kapital Intelektual
Kapital intelektual adalah perangkat yang diperlukan unuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Para pakar manajemen SDM mengatakan bahwa kapital intelektual sangat besar peranannya dalam menambah nilai suatu kegiatan. Berbagai organisasi yang unggul dan meraih banyak prestasi adalah organisasi yang terus-menerus mengembangkan sumber daya manusianya. Formulasi untuk membangun, mensosialisasikan, dan mengembangkan dimensi-dimensi kapital intelektual menuju perilaku organisasi yang dapat disebut sebagai budaya perusahaan dapat dibedakan atas 3 kategori (Quinn, 1999; Zack,1999), yaitu (1)manajemen pengetahuan yang sistematis, (2) penciptaan iklim organisasi yang kondusif, dan (3) pemanfaatan teknologi informasi secara efektif. Secara operasional, Nahapiet dan Ghospal memilahkan daya cippta kapital intelektual melalui 4 jalur, yaitu kombinasi pengetahuan dan saling berbagi pengalaman, transfer pengetahuan baik secara individual maupun kolektif, pendayagunaan teknologi informasi dan komunitas ilmuwan serta interaksi sosial dalam suatu komunitas.

2.2.13.3 Manajemen Kapital Sosial
Jacobs dan Loury (dalam Nahapiet & Ghoshal, 1998) menyatakan bahwa kapital sosial mengacu pada kemampuan menjalin hubungan personal dan jaringan kerja yang berbasis pada kepercayaan, kerjasama, kreativitas, dan tindakan kolektif dalam suatu komunitas. Putnam (dalam Nahapiet & Ghospal, 1998) mengklasifikasi kapita sosial atas dimensi struktural, relasional, dan kognitif. Dimensi strutural mengacu pada keseluruhan pola hubungan antara para anggota organisasi yang saling berpengaruh. Dimensi kognitif mengacu pada ketersediaan representasi umum, interpretasi, dan sistem yang bermakna dalam suatu kelompok. Dimensi relasional menjelaskan jenis hubungan personal yang dikembangkan melalui interkasi yang didasarkan atas kepercayaan, norma, dan identifikasi.
Perintah tentang membangun kapital sosial sangat dianjurkan dalma agama Islam, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 13.

2.2.13.4 Manajemen Kapital Lembut
Kapital lembut disebut juga dengan soft capital, yaitu kapital yang diperlukan untuk menumbuhkan kapital sosial dan intelektual. Salah satu faktor hancurnya bangsa ini karena lunturnya soft capital atau kapital lembut ini.

2.2.15 Bab XV (Profesionalisme Guru : Masalah dan Upaya Pengembangannya)
2.2.15.1 Pengantar
Undang-Undang RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), Undang-Undang RI No. 14 /2005 tentang Guru dan osen (UUGD) dan Peraturan Pemerintah RI No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu ia dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma IV yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.

2.2.15.2 Kompetensi Guru Profesional
1.   Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
2.   Kompetensi Pedagogis
Kompetensi Pedagogis meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil elajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3.   Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum materi pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
4.   Kompetensi Sosial
Kompetensi sosila merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar,
2.2.15.3       Masalah Pengembangan Profesional Guru
Bertolak dari prinsip dan persyaratan profesi guru dapat diidentifikasikan berbagai masalah (Abimanyu, 2008), sebagai berikut :
a.   Seberapa banyak guru kita yang menjadi guru karena bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme?
b.   Seberapa tinggi komitmen guru-guru kita untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia?
c.   Masih adakah guru yang kualifikasi akademiknya belum S1 atau sarjana, dan latar pendidikannya tidak sesuai dengan bidang tugasnya?
d.   Masih adakah guru kita yang kompetensi tidak sesuai dengan bidang tugasnya?
e.   Adakah guru yang tidak memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya?

2.2.15.4 Pembinaan Guru sebagai Tenaga Profesinal
a.   Penerimaan mahasiswa calon guru di LPTK dan penerimaan guru CPNS perlu menggunakan alat seleksi yang memungkinkan diperolehnya mahasiswa atau guru baru yang berbakat, berminat, terpanggil jiwanya dan beridealisme.
b.   Pengembangan kompetensi kepribadian dan sosial
c.   Pengembangan kompetensi pedagogis dan profesional

2.2.15.5 Penutup
Guru bermutu adalah guru yang menguasai ilmu yang diajarkan sekaligus menguasai keterampilan mengajar.

2.2.16 Bab XVI (Teknik Penyusunan Skala Pengukuran)
2.2.16.1 Konsep Dasar Pengukuran
Pengukuran dalam psikologi adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut-atribus psikologi (kepribadian, inteligensi, bakat dan prestasi belajar (Suryabrata, 2000). Secar umu ada tiga macam instrumen yang paling sering dipakai dalam penelitian ilmiah, yaitu (a) angket, (b) tes, (c) skala nilai (rating scale).

2.2.16.2 Langkah-langkah Konstruksi Instrumen
Pertama, mencari definisi-definisi tentang konsep yang akan dioperasionalkan dengan berbagai literatur. Kedua, kalau sekiranya di dalam literatur tidak diperoleh definisi konsep yang ingin kita ukur, maka kita harus mendefinisikan sendiri dengan menggunakan pemikiran rasional. Ketiga, menanyakan langsung kepada responden.
1.   Apakah kesahihan (Validitas) itu?
Kesahihan atau validitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukut betul-betul mengukur apa yang perlu diukur. Secara umum, validitas instrumen mencakup validitas isi, validitas konstruksi teoritis, dan validitas pernyataan (Azwar, 1999; Suryabrata, 2000).
2.   Apakah Realibilitas itu?
Realibilitas atau keandalan adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
3.   Teknik Perhitungan Validitas Butir
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui validitas butir suatu alat pengukur ialah dengan cara mengorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing butir (pertanyaan atau pernyataan) dengan skor total pada setiap faktor dari suatu alat pengukur.
4.   Langkah-langkah Perhitungan Validitas Butir
a.   Menghitung skor faktor dari skor butir
b.   Menghitung korelasi momen tangkar
c.   Menghitung korelasi bagian total
d.   Menguji taraf signifikansi
5.   Teknik Perhitungan Reliabilitas
a.   Teknik Uji-keandalan Genap-gasal
b.   Teknik Uji-keandalan Belah-tengah
c.   Teknik Uji-keandalan Belah-rambang
d.   Teknik Uji-keandalan KR-20

2.3 Ringkasan Buku Pembanding Setiap Bab
2.3.1 Bab I
2.3.1.1 Pengertian Psikologi
Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, tingkah laku disini diartikan secara luas ialah segala kegiatan, tindakan perbuatan manusia yang maupun yang tidak kelihatan,yang disadari maupun tidak disadarinya.

2.3.1.2 Obyek Psikologi dan Macam-macamnya
a.   Obyek Material
       Obyek material yakni yang dipandang dengan keseluruhan. Adapun obyek material dari psikologi ialah manusia, disamping menjadi obyek psikologi juga bagian obyek bagi ilmu-ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, sejarah, biologi dan ilmu kedokteran.
b.   Obyek Formal
Obyek formal psikologi adalah berbeda-beda menurut perubahan zaman dan pandangan para ahli masing-masing. Pada zaman yunani sampai dengan abad pertengahan yang menjadi obyek formalnya ialah hakekat jiwa. Kemudian pada masa Descartes obyek psikologi itu ialah gejala-gejala kesadaran.
Secara sistematis, macam-macam psikologi itu dapat disusun sebagai berikut:
1.   Psikologi metafisika, yang menyelidiki hakekat jiwa seperti yang dilakukan oleh Plato dan Aristoteles.
2.   Psikologi empiri, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan pengamatan (observasi). Psikologi empiri dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum yaitu psikologi yang menyelidiki /mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya. Sedangkan psikologi khusus yaitu psikologi yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan serta tujuannya.

2.3.1.3 Hubungan Psikologi dengan Ilmu-ilmu lainnya
a.   Psikologi dan Antropologi
Antropologi sebagai ilmu tentang manusia dan merupakan ilmu yang masih muda mempunyai perhatian terhadap semua cabang pengetahuan yang berhubungan dengan manusia, seperti ilmu psikologi.
b.   Psikologi dan Sosiologi
Para ahli psikologi memusatkan perhatian kepada tingkah laku kelompok. Adapun masalah-masalah yang diselidiki oleh sosiolohi antara lain masalah-masalah kejahatan, kenakalan anak-anak, dan lainnya.
c.   Psikologi dan Fisiologi
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajar fungsi-fungsi berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia dan berbagai sistem peredaran dalam tubuh.

 2.3.1.4 Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
1.   Sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan yang berpengaruh terhadap belajar.
2.   Sifat-sifat dari proses belajar.
3.   Hubungan dengan tingkat kematangan dengan kesiapan belajar.
4.   Signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar.
5.   Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama dalam belajar.
6.   Hubungan antara prosedur-prosedur dengan hasil belajar.
7.   Teknik-teknik yang sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar.
8.   Pengaruh atau akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman belajar yang insidentil dan informasi terhadap individu.
9.   Nilai atau manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personal sekolah.
10. Akibat psikologis yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa.

2.3.2 Bab II
2.3.2.1 Soal Pembawaan dan Lingkungan
Soal pembawaan ini adalah soal yang tidak mudah dipecahkan. Adapun beberapa pendapat untuk menjawab soal tersebut adalah :
a.   Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir dan pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan tersebut.
b.   Aliran Empirisme
Dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.Pendapat ini dikenal dengan nama optimisme paedagogis.
c.   Hukum Konvergensi
Hukum ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stream. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia dalam aliran yang menganut aliran konvergansi itu sendiri masih terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh lingkungan.

2.3.2.2 Pembawaan dan Keturunan
a.   Keturunan
Banyak para ahli yang berusaha menyelidiki sifat-sifat kejiwaan manusia yang berkenaan dengan keturunan, tetapi sampai sekarang belum dapat dikatakan hasil penyelidikannya memuaskan.
b.   Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang dapat suatu individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan).
1.   Struktur Pembawaan
Sifat-sifat pembawaan atau kesanggupan-kesanggupan yang termasuk dalam struktut pembawaan itu tidak semuanya dapat berkembang atau menunjukkan diri dalam perwujudannya. Adapun yang menyebabakan berkembangnya sifat-sifat pembawaan itu sehingga menjadi wujud atau tetap tinggal suatu sifat pembawaan ialah faktor-faktor dari luar maupun faktor dari dalam.
2.   Pembawaan dan Keturunan
Semua yang dibawa oleh si anak sejak lahir adalah diterima karena kelahirannya. Tetapi tidak semua pembawaan itu diperoleh karena keturunan. Sebaliknya semua yang diperoleh karena keturunan adalah dapat dikatakan pembawaan, atau lebih tepat lagi pembawaan keturunan.
3.   Pembawaan dan Bakat
Titik berat perbedaannya terletak pada luas pengertiannya, yang satu mengandung pengertian yang lebih luas daripada yang lain.

2.3.2.3 Beberapa macam Pembawaan dan Pengaruh Keturunan
Ada beberapa macam pembawaan, antara lain pembawaan jenis, ras, jenis kelamin, dan perseorangan. Adapun yang termasuk pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih ditentukan oleh pembawaan keturunan antara lain adalah konstitusi tubuh, cara bekerja alat-alat indera, sifat ingatan dan kesanggupan belajar, tipe-tipe perhatian, cara berlangsungnya emosi yang khas, tempo dan ritme perkembangan.

2.3.2.4 Lingkungan (Enveronment)
Ada beberapa macam lingkungan, yaitu lingkungan alam/luar, lingkungan dalam, dan lingkungan sosial atau masyarakat. Menurut Woorworth, cara individu berhubungan dengan lingkungan dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu individu bertentangan dengan lingkungan, individu menggunakan lingkungannya, individu berpartisipasi dengan lingkungannya, dan individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2.3.3 Bab III
2.3.3.1 Tenaga-Tenaga Pendorong Pada Manusia
Daya atau tenaga yang mendorong manusia dari dalam untuk melakukan perbuatan itu disebut dorongan nafsu. Dorongan nafsu adalah kekuatan pendorong maju yang memaksa dan mengejar kepuasan dengan jalan mencari, mencapai sesuatu yang berupa benda-benda atau nilai-nilai yang tertentu. Dalam garis besarnya dorongan nafsu dapat terbagi menjadi tiga bagian yaitu dorongan nafsu yang mempertahankan diri, dorongan nafsu yang dipertahankan diri, dan dorongan nafsu mempertahankan jenis. Adapula yang membagi dorongan nafsu menjadi empat macam, yaitu dorongan nafsu vital, dorongan nafsu egois, dorongan nafsu sosial, dan dorongan nafsu super sosial.

2.3.3.2 Daya-daya/Alat-alat Interaksi Manusia dengan Dunia Luar
a.   Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu daya jiwa untuk memasukkan kesan dari luar dengan menggunakan alat indera. Pengamatan ini merupakan dasar bagi setiap pengalaman dan pengetahuan seseorang.

b.   Ingatan
Ingatan adalah daya untuk menyimpan dan mengeluarkan kesan-kesan.

c.   Fantasi
Fantasi merupakan daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan atau kesan-kesan yang baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada.

d.   Perasaan
Perasaan merupakan gema psikis yang biasanya selalu menyertai setiap pengalaman dan daya psikis yang lain. Adapun jenis perasaan diantaranya perasaan intelek, perasaan estetis, perasaan etis, perasaan sosial, perasaan religius, dan perasaan harga diri.

2.3.4 Bab IV
2.3.4.1 Pengertian Berfikir
Berfikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada satu tujuan.
2.3.4.2 Bahasa dan Berfikir
Manusia dapat berfikir karena mempunyai bahasa, hewan tidak. Bahasa hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan. Bahasa manusai adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.
2.3.4.3 Pendapat Beberapa Aliran Psikologi tentang Berfikir
a.   Psikologi Asosiasi
       Psikologi asosiasi berpendapat bahwa dalam alam kejiwaan yang penting ialah terjadinya, tersimpannya, dan bekerjanya tanggapan-tanggapan.
b.   Aliran Behaviorisme
Aliran ini berpendapat bahwa berfikir adalah gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan buah pikiran.
c.   Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa proses berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak kita amati dengan alat indera kita.
2.3.4.4 Beberapa Macam Berpikir
a.   Berpikir induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju umum.
b.   Berpikir Deduktif
       Berpikir deduktif ialah prosesnya berlangsung dari yang umum menuju khusus.
c.   Berpikir Analogis
       Berpikir Analogis ialah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa atau yang perlu dialami.
2.3.4.5 Hasil-hasil Penyelidikan Berpikir
a.   Oswald Kulpe
1.   Di dalam diri manusia terdapat adanya gejala-gejala psikis yang tidak dapat digunakan.
2.   Pada waktu berpikir pribadi orang itu memang memiliki peranan yang penting
3.   Berpikir itu mempunyai arah tujuan yang tertentu.
b.   Frohn dan kawan-kawan
1.   Berpikir ialah bekerja dengan unsur-unsur yang abstrak dan bergerak ke arah yang ditentukan oleh soal atau masalah yang dihadapi.
c.   Otto Selz dan Willwoll
1.   Berpikir adalah soal kecakapan yang menggunakan metode-metode menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2.3.5 Bab V
2.3.5.1 Pengertian Intelijensi
Intelijensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
2.3.5.2 Ciri-ciri Intelijensi
1.   Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah baru yang bersangkutan.
2.   Perbuatan intelijensi sifatnya serasi tujuan dan ekonomis.
3.   Masalah yang dihadapi, harus mengandung tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan.
4.   Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat.
5.   Perbuatan intelijensi bercirikan kecepatan.
6.   Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
2.3.5.3 Faktor-faktor yang Mempegaruhi Intelijensi Seseorang
1.   Pembawaan
2.   Kematangan
3.   Pembentukan
4.   Minat pembawaannya yang khas
5.   Kebebasan
2.3.5.4 Tes Intelijensi
Tes biner simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompokkan menurut umur. Pertanyaa-pertanyaan ini sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran sekolah.
2.3.5.5 Bagaimana Hubungan Intelijensi dengan Kehidupan Seseorang
Kecerdasan atau intelijensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tersebut dapat direalisasikan, tergantung kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.

2.3.6 Bab VI
2.3.6.1 Pengertian Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai daya upaya untuk mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau dapat juga dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dan mencapai tujuan.
2.3.6.2 Macam-macam Motivasi
1.   Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif tanpa perlu rangsangan dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
2.   Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena ada rangsangan dari luar.
2.3.6.3 Prinsip-prinsip Motivasi
Ada beberapa prinsip-prinsip motivasi dalam belajar, diantaranya:
1.   Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar.
2.   Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar.
3.   Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman.
4.   Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar.
5.   Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar.
6.   Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.
2.3.6.4 Fungsi Motivasi dalam Belajar
1.   Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan untuk belajar.
2.   Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ketercapaian tujuan yang diinginkan.
3.   Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.
2.3.6.5 Bentuk-bentuk Motivasi dalam Belajar
1.   Memberi angka
2.   Hadiah
3.   Saingan/kompetisi
4.   Ego-Involment (kesadaran).
5.   Pujian
6.   Hukuman

2.3.7 Bab VII
2.3.7.1 Faktor yang mempengaruhi Belajar
1.   Kematangan/pertumbuhan
Kematangan sangat mempengaruhi belajar. Jika tingkat kematangan seseorang terganggu maka terganggu pula pola belajar yang digunakan.
2.   Kecerdasan
Seseorang dalam mempelajari sesuatu dapat berhasil baik dipengaruhi oleh kecerdasannya.
3.   Latihan dan Ulangan
Latihan adalah kegiatan yang mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi semakin dikuasai dan semakin mendalam.
4.   Motivasi
Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik dapat mendorong seseorang untuk bisa menjadi spesialis dalam bidang ilmu tertentu.
5.   Sifat-sifat pribadi seseorang
Tiap-tiap orang mempunyai sifat kepribadiannya masing-masing yang berbeda antara seseorang dengan yang lain. Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit banyak mempengaruhi sampai di manakah hasil belajarnya dapat dicapai.
6.   Keadaan keluarga
Suasana keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar yang dialami dan dicapai oleh anak-anak.
7.   Guru dan Cara Mengajar
Sikap, kepribadian, tinggi dan rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan cara gutu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didik turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai oleh anak.
8.   Alat-alat Pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu akan dipermudah dan mempercepat belajar anak.
9.   Motivasi sosial
Faktor motivasi sosial dapat pula timbul pada anak dari orang lain yang ada di sekitarnya.
10. Lingkungan dan Kesempatan
Seorang anak dari keluarga yang baik memiliki intelijensi yang baik, bersekolah yang terbaik, belum tentu pula dapat belajar dengan baik, banyak pula anak-anak yang tidak dapat belajar dengan hasil baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya akibat tidak adanya kesepatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan sehari-hari, pengaruh linkungan yang buruk dan negatif serta faktor lan terjadi di luar kemampuannya.

2.3.7.2 Faktor Sosial
Faktor sosial adalah faktor manusia (sesama manusia) baik itu hadir atau tidak secara langsung hadir, kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang belajar sangat mengganggu belajar.

2.3.7.3 Faktor Fisiologis dalam Belajar
1.   Keadaan tonus jasmani pada umumnya.
2.   Penyakit kronis

2.3.7.4 Faktor-faktor Psikologis dalam Belajar
Menurut Arden N. Frandsen, adapun faktor yang mendorong seseorang untuk belajar adalah :
1.   Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas
2.   Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3.   Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4.   Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi.
Maslow (Menurut Frandsen, 1961:234) mengemukakan motif-motif untuk belajar, ialah :
1.   Adanya kebutuhan fisik
2.   Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran.
3.   Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
4.   Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.

2.3.8 Bab VIII
2.3.8.1 Pengertian Minat, Sikap dan Kepribadian
1.   Pengertian Minat
Minat juga dapat diartikan sebagai suatu tanda kematangan dan kesiapan seseorang untuk bergiat dalam kegiatan belajar.
2.   Pengertian Sikap
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
3.   Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya.
a.   Teknik Membangkitkan Minat dan Sikap dalam Belajar
1.   Perhatian, adalah pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertentu kepada suatu obyek, atau pendayagunaan kesadaran minat dan sikap untuk menyertai suatu aktivitas.
2.   Perasaan, adalah gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak dalam bebagai tarif.
3.   Motivasi, Guru harus bisa membangkitkan minat anak didik, sehingga anak didik yang pada mulanya tidak ada hasrat belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar.
b.   Fungsi Minat dan Sikap dalam Belajar
1.   Minat dan sikap mempengaruhi bentuk intensitas (kemauan dan kemampuan) cita-cita.
2.   Minat dan sikap sebagai tenaga pendorong yang kuat.
3.   Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.
4.   Minat dan sikap yang berbentuk sejak kecil.
c.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat dan Sikap Belajar
1.   Faktor Intern, meliputi :
a.   Kondisi fisik/jasmani siswa saat mengikuti pelajaran
b.   Pengalaman belajar di jenjang pendidikan sebelumnya
2.   Faktor Ekstern
a.   Metode dan gaya mengajar
b.   Situasi dan kondisi lingkungan
Lihat Juga!
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perbedaan (Keunggulan dan Kelemahan)
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dan kelemahan antara buku yang berjudul “Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif” karangan Prof.Dr.Syamsul Bachri Thalib,M.Si sebagai buku utama dan buku “Psikologi Pendidikan” karangan Drs.M.Ngalim Purwanto,MP sebagai buku pembanding memiliki keunggulan :
1.   Dari segi judul buku, judul buku yang terdapat pada sampul muka buku utama tersebut sangat mewakili isi dari keseluruhan buku. Sehingga lebih mudah untuk menarik minat pembaca. Sedangkan judul dari buku pembanding masih sangat umum, sehingga dapat menimpulkan pemikiran yang bervariasi tentang isi buku pembanding tersebut.
2.   Dari segi susunan, buku utama memiliki susunan yang sangat sistematis sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya. Sedangkan buku pembanding justru memiliki susunan yang tidak sistematis.
3.   Dari segi bahasa, buku utama menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Sedangkan buku pembanding menggunakan bahasa yang berbelit-belit sekaligus istilah-istilah yang susah dipahami oleh pembaca.
4.   Dari segi cakupan seluruh materi, buku utama dan buku pembanding memuat secara jelas dan ringan tentang materi maupun contoh nyata dari penjabaran materi tersebut. Sehingga tidak menyulitkan para pembaca untuk memahami aplikasi dari materi tersebut. Selain itu, buku utama juga memiliki pengantar di awal bab dan soal latihan serta daftar pustaka di akhir bab sehingga buku lebih tampak lengkap.
5.   Dari segi tampilan isi materi, buku utama dan buku pembanding menyertakan tabel serta gambar yang dapat menarik minat sekaligus mempermudah pembaca dalam memahami penjelasan dari materi tersebut.

Sedangkan kelemahannya adalah :
1.   Dari segi tampilan sampul muka buku, buku utama kurang menarik minat pembaca karena warna yang digunakan hanya hitam dan putih. Sedangkan tampilan pada sampul buku pembanding lebih menarik minat baca karena permainan warna yang digunakan lebih variatif.
2.   Dari segi bahasa penulisan, buku utama dan buku pembanding tidak memiliki intisari dan catatan kaki di setiap akhir bab. Sehingga menyulitkan para pembaca yang ingin membaca cepat buku tersebut.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang membahas persoalan psikologis yang bertalian dengan pendidikan, termasuk (a) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan (sifat-sifat umum aktivitas manusia, sifat-sifat khas kepribadian manusia, sifat-sifat khas individu, dan perbedaan-perbedaan dalam bakat), dan (b) tinjauan psikologis mengenai manusia dalam proses pendidikan (masalah belajar, perkembangan individu, perubahan individu dalam proses belajar, pengukuran dan penilaian hasil-hasil pendidikan). Adapun kelebihan dari buku utama terdapat dari berbagai segi, yaitu dari segi judul buku, segi susunan, segi bahasa, segi cakupan seluruh materi, dan segi tampilan isi materi. Sedangkan kelemahannya dari segi tampilan sampul muka buku dan segi bahasa penulisan.

4.2 Penutup
Adapun saran yang diberikan kepada buku utama adalah mencetak edisi terbaru, dan mempertahankan hal-hal yang sudah baik dari buku tersebut. Serta menambahkan intisari dari setiap bab dari buku tersebut.

Followers

Copyright © Education Support. Designed by OddThemes and Seotray.com