BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana peningkatan kualitas hidup
manusia. Lembaga pendidikan formal, seperti sekolah, memegang peran penting
dalam proses pendidikan. Guru-guru sebagai tenaga pendidik juga berperan
menyediakan dan memberikan failitas untuk memudahkan dan melancarkan cara
belajar siswa. Guru harus dapat menciptakan kegiatan-kegiatan yang membantu
siswa dalam meningkatkan cara dan hasil belajarnya.
Ilmu jiwa pendidikan yang lebih dikenal dengan psikologi pendidikan terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan
pendidikan. Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti
jiwa dan
logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu
tentang jiwa atau ilmu jiwa.
Adapun mengenai pendidikan menurut kamus besar bahasa indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mende wasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sedangkan pengertian psikologi pendidikan menurut Alice Crow yaitu study
tentang belajar, pertumbuhan dan kematangan individu serta penerapan prinsip
prinsip ilmiah tenta ng reaksi manusia yang mempengaruhi belajar dan mengajar.
Pengetahuan psikologi pendidikan merupakan salah satu pengetahuan yang
perlu dipelajari dan dipahami oleh seorang guru agar dapat menjalankan tugas
sebagai guru dengan cara yang sebaik-baiknya. Jadi seorang guru harus menguasai
mata pelajaran yang diberikan tetapi perlu juga memahami mereka yang
dipimpinnya dalam prosses pendidikan.
Para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya berkeyakinan bahwa dua
orang anak (yang kembar sekalipun) tak pernah memiliki respons yang sama persis
terhadap situasi belajar mengajar di sekolah. Keduanya sangat mungkin berbeda
dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, inteligensi, dan keterampilan
motor/jasmaniah. Anak-anak itu seperti juga anak-anak lainnya, relative berbeda
dalam kepribadian sebagaimana yang tampak dalam penampilan dan cara berpikir
atau memecahkan masalah mereka masing-masing.
Pendidikan, selain merupakan prosedur juga merupakan lingkungan yang
menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi
antar-individu ini baik antara guru dengan para siswa maupun antara siswa
dengan siswa lainnya, terjadi proses dan peristiwa psikologi. Peristiwa dan
proses psikologis ini sangat perlu untuk dipahami dan dijadikan landasan oleh
para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat.
Para pendidik, khususnya para guru sekolah, sangat diharapkan memiliki
penegtahuan, kalau tidak menguasai pengetahuan psikologis pendidikan yang
sangat memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar-mengajar
yang berdaya guna dan berhasil guna. Pengetahuan mengenai psikologi pendidikan
bagi para guru berperan penting dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah.
Hal ini disebabkan eratnya hubungan antara psikologi khusus dengan pendidikan,
seerat metodik dengan kegiatan pengajaran.
Karena psikologi pendidikan mendasarkan uraiannya pada metode-metode
ilmiah untuk mendapatkan dan mengaplikasikan pengetahuan di dalam bidang
pendidikan, maka psikologi pendidikan disebut ilmu terapan atau applied
science.
Apa pun yang disimpulkan para ahli tentang psikologi pendidikan, dapat
disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam
penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya
dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan
belajar.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tercapai
tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang meliputi aspek
pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai umpan balik yang
berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi yang sudah dicapai lebih
ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin
dihindari.
3. Untuk mengukur keberhasilan
proses belajar mengajar, mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan
dikuasainya. Bagi masyarakat untuk mengetahui hasil atau tidaknya
program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk umpan balik kepada guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan melakukan
pendekatan terutama dalam segi penjiwaan.
5. Untuk menentukan angka kemajuan
dan hasil belajar.
C.
Manfaat
1. Untuk mengetahui taraf kesiapan
daripada peserta didik untuk menempuh suatu program tertentu.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh
hasil yang telah dicapai dalam proses belajar-mengajar yang telah
dilaksanakannya.
3. Untuk mendapatkan informasi
dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan yang cocok dalam
pengembangan yang cocok dalam kepribadian peserta didik.
4. Sebagai penentu apakah seorang
anak dapat dinaikan kedalam kelas yang lebih tinggi ataukah harus mengulang di
kelas semula
5. Untuk membandingkan apakah
prestasi yang dicapai oleh peserta didik sudah sesuai dengan kapasitasnya atau
belum.
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
BAB I PENDAHULUAN
1. Kedudukan
Psikologi Pendidikan
Psikologi adalah studi
tentang tingkah laku manusia dan hubungan-hubungan manusia. Menurut Gerungan, 1972, h.22-5 mengajukan pembagian
psikologiyaitu : I. Psikologi Teoritis dan II. Psikologi Terlaksana(Aplied
Psykology). keduannya dibedakan yaitu:
Psikologi Teoritis
A. Psikologi Umum : menguraikan dan
menyelidiki kegiatan-kegiatan psikis manusia dewasa dan normal, termasuk
kegiatan pengamatan, Pemikiran< intelegensi, perasaan, kehendak, motif-motif
dst.
B. Psikologi Khusus : menguraikan
dan menyelidiki segi-segi khusus kegiatan psikis manusia. Dan segi-segi khusus
tersebut adalah:
1) Psikologi Perkembangan
(Psikologi Genetik) menguraikan kegiatan psikis manusia dari kecil , dewasa dan
lebih lanjut
2) Psikologi Kepribadian
(tipe-tipe kepribadian)
3) Psikologi Social(tentang
kegiatan situasi social, siatuasi kelompok, massa)
4) Pikologi Pendidikan (situasi
pendidikan, situasi belajar)
5) Psikologi Diperensial
(perbedaan antar individu, kecakapan-kecakapan, intelegesi)
6) Psikopatologi (tentang kegiatan
manusia yang berjiwa abnormal)
Psikologi Terlaksana (Aplied
Psykology).
A. Psikodiagnostik, dalam pemilihan
jabatan atau studi antara lain wawancara, obeservasi dan test psikologi, dapat
menentukan struktur kepribadian orang, intelegensi, dll
B. Psikologi Perusahaan, membantu
dalam hal : Psikologi kepemimpinan, Seleksi pegawai, memperbaiki lingkungan
kerja, bimbingan penyeluhan pegawai . dll
C. Pesikologi Pendidikan, membantu
usaha-usaha dalam hal menyelidiki cara pendidikan sebaiknya, cara-cara evaluasi
yang ojektif, bimbingan dan penyuluhan dll.
2. Psikologi
Umum Dan Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan tidak ada hubungannya dengan hukum-hukum belajar
pada umumnya, Tatapi perhatiannya diarahkan pada kepada jenis-jenis belajar
yang dapat dihubungkandengan cara yang efektif guna menghasilkan dengan sengaja
perubahan- perubahan kognitif yang stabil dan bernilai social, oleh sebab itu
pendidikan mengacu kepada belajar yang terbimbing atau dimanipulasikan yang
diarahkan kepada tujuan-tujuan yang
praktis.
Dijelaskan oleh Crow dan Crow (1958, hal 8) dikatakan bahwa “Psikologi
menjelaskan bagaimana perkembangan manusia itu dihubungkan dengan belajar;
pendidikan berusaha menyediakan belajar apa; psikologi pendidikan menjelaskan
tentang bagaimana dan kapan belajar itu dilakukan”
Bahwa Psikologi Pendidikan tidak lain implementasi dari psikologi umum
dalam bidang pedidikan, anggapan tersebut krn adanya subjeck matter yang sama
yang dibahas oleh keduanya seperti masalah belajar
3. Sejarah
Singkat Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan adalah cabang ilmu pengetahuan yang usiaanya
relatip muda, pada sekitar abad 17
Herbart dan Pestalozzi, keduanya berusaha memasukan psikologi kedalam bidang
pendidikan, namaun cara kerjanya didasarkan atas perenungan dan pemikiran
(filsafat) tanpa diuji kebenaran dengan penelitian empiris, pada abad ini masi
menyatu dengan filsafat.
Pada abad 19 Edwar L.
Thorndike, percobaannya dengan hewan , behasil merumuskan hokum-hukum belajar untuk menegaskan keyakinannya antara
galat dan gamak(Trial and error). Thorndike menggunakan Eksperimental dalam
usahanya untuk mendapatkan prinsip prinsip dasar yang menekankan
perbedaaan-perbedaaan belajar manusia, hasil temuannya ini dilaporkan dalam
karyanya yang berjudul Educational Psichologyyang terbit tahun 1913
4. Pengertian
Psikologi Pendidikan
Pengertian Psikologi menurut
Witherington (Buchori, M. 1978, hlm.35) “Psikologi pendidikan adalah Studi yang
sitematis tentang proses-proses dan factor-faktor yang terdapat dalam pendidikan
manusia”.
Kemudian Penulis buku ini menyimpulkan Psikologi pendidkan adalah Suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia yang berlangsung dalam proses
belajar-mengajar.
5. Ruang
Lingkup Psikologi Pendidikan
Sejauh studi yang telah dilakkukan oleh Samuel Smith (Pintner et al.
1953, hlm ix, yang dikutip oleh Sumardi Suryabrata, 1984, h.2-4) terhadap 18 buah bukutentang psikologi pendidikan
telah berhasil mengelopokan pokok bahasan yang dikupas oleh para ahli yang
diselidiki menjadi 16 macam, yaitu :
(1) The Science of educational
psychology (2) Heredity (3) Psycal structures (4) Growth
(5) Behavior processes (6)
Nature and scope of learning (7)
Factors that condition of lerning (8)
law and theories of lerning (9)
Measurement : Basic principles and definitions
(10) Transfer of training :
subject matter (11) Practical aspect of
Measurment (12) Element of
statistics (13) Mental hygins (14) Character Education (15) Psycology of secondary school
subject (16) Psicology of elementary scool subject
Dalam pendidikan formal, paling tidak ada lima hal yang terkait, kemudian
disebut sebagai factor-faktor pendidikan yaitu : Tujuan pendidikan, Pendidik, terdidik,alat
dan lingkungan, dari kelima faktor tesebut dianggap paling sentral dalam proses
pendidkan yaitu “terdidik”.
Pendidikan pa hakikatnya merupakan usaha yang dilakukan dengan sadar,
dengan tujuan mengubah tingkahlaku
terdidik kearah yang diharapkan, dengan memerlukan waktu yang disebut
dengan proses.
6. Methode
Psikologi Pendidikan
Para ahli ilmu jiwa pendidikan dalam upaya menghidup suburkan psikologi
pendidikan, melalui penelitian maka menggunakan metode suatu keharusan , adapun
methode riset yang sudah lazim digunakan dalam psikologi antara lain yaitu :
1) Methode percoban (eksperimental)
maksudnya adalah untuk “mengetes” keyakinan atau pendapat tentang tingkah laku
manusia dalam situasi atau kondisi tertentu (Crow dan Crow ,1958, hal 14-15).
Dengan kata lain, eksperimen dilakaukan dengan anggapan bahwa situasi atau
kondisi dapat dikontrol dengan teliti.
Kebenaran-kebenaran psikologi semula didasarkan atas terkaan-terkaan.
pemikiran, dan perenungan, kini didasarkan atas percobaan-percobaan seperti
halnya ilmu pengetahuan lainnya.
2) Methode pengamatan
(obeservasi)methode ini bisa dibedakan menjadi dua yaitu pengamatan yang
dilakukan sekilas atau dangkal (incidental observation), dan pengamatan yang
dilakukan dengan sengaja atau sistematis
3) Methode test (Test Methode),
Test merupakan intrumen riset yang
penting dalam psikologi masa sekarang, digunakan untuk menakar semua jenis
kemampuan, minat, bakat, prestasi, sikap dan ciri kepribadian.
7. Manfaat
Psikologi Pendidikan Bagi Guru
Psikologi Pendidikan sebagai suatu ilmu pengetahuan merupakan suatu
keharusan di lembaga-lembaga pendidikan guru, penegasan ini berdasarkan atas
dua dimensi pemikiran, pertama; sifat
dan jenis belajar dan factor-faktor yang mepengaruhinya yang kemudian dapat
diidentifikasi secara meyakinkan. Kedua,
pengetahuan yang serupa itu dapat disistematisikan dan disampaikan secara
efektif kepada para calon guru. Dari kedua dimensi pemikiran inilah para calon
guru dapat mengambil manfaat dan keuntungannya.
Walaupun demikian, perlu disadari bahwa psikologi pendidikan bukan
merupakan satu-satunya syarat untuk mempersiapkan dan menjadikan seeorang bisa
menjadi yang baik, sebab masih banyak persyaratan lainnya antara, seperti
bakat, minat, komitmen, motivasi, dan latihaan serta penguasaan metodologi
pengajaran
BAB II PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN
1. Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan
Pertumbuhan perkembangan berarti perubahan, Crow dan Crow dalam bukunya Child Development
and Ajustment, a study of child psychology, 1962, hlm 38 membedakan pengertian
kedua istilah tersebut : pertumbuhan pada umumnya dibatasi oleh perubahan
structural dan filosofis (fa’ali) dalam pembentukan jasmaniah seseorang sejak
dalam janinmelalui masa-masa prenatal (sebelum lahir)sampai kedewasaannya .
sedangkan perkembangan adalah berhubungan erat baik dengan pertumbuhan maupun
kemampuan-kemampuan pembawaan dari tingkah laku yang peka terhadaap
peransangan-perangsangan (stimuli) sekitar.
Rumusan yang sama juga dikemukakan oleh Wasty Soemanto, 1983 hal 41 dan
54 :”Pertumbuhan dinyatakan dalam bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada
bagian-bagian material… perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan
kualitatif daari fungsi-fungsi.
Manusia disebut matang bilamana fisisk dan psikisnya telah mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sampai tingkat-tingkat tertentu (arifin, HM. 1977,
hlm. 102-103).
Pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan tidak dapat dipisahkan,
keduanya digunakan unttuk menerangkan perubahan –perubahan progresif yang
terjadi pada indidvidu, baik jasmani atau rohani
2. Faktor-Faktor
Perkembangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, yang
kemudian melahirkn berbagai macam teori seperti dibawah ini :
a. Theori Nativisme
(Kelahiran,pemabawaan)
Menurut teoti ini bahwa perkembanagan individu ditentukan oleh pembawaan
atau kekuatan-kekuatan kodrati yang dibawa sejak lahir. Aliran ini disebut juga Biologisme, karena
mementingkan individu saja,tanpa pengaruh-pengaruh dari luar atau pula disebut
Negetivisme, karena serba menafikan atau menegatifkan segala yang dating dari
luar. Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer, filosof asal Jerman.
b. Teori Empirisme (pengalaman)
Perkembangan individu ditentukan oleh adanya pengalaman, pengaruh dari
luar, termasuk pendidikan (ajar). Aliran ini di sebut sosiologisme
Disampin itu pula aliran ini disebut juga Pedagogik-optimisme, Karena
pendidikan (ajar) dan segala pengaruh dari luar dianggap berkuasa atau mengubah
kekuatan-kekuatan yang dibawa sejak lahir. Tokoh utamanya ialah John Locke
c. Teori Korvengensi (berpadu,
bertemu)
Teori ini menganggap bahwa Perkembangan individu merupakan perpaduan
antara pembawaan dan pengaruh dari luar,
keduaunsurini salin melengkapi.
Tokohnya adalah William Stern, tokoh ini tidak menunjukan secara jelas
perimbangan dalam arti , manakah yang lebih dominan dari kedua factor tersebut
3. Prinsip-Prinsip
Hereditas Dan Implikasinya Untuk Pendidikan
Hereditas (heredity) adalah proses penurunan atau pemindahan ciri-ciri
khas dari generasi ke generasi berikutnya dengan perantaraan Plasma benih. Jadi
yang diturunkan atau dipindahkan ialah strukturnya, bukan bentuk prilakunya,
seperti, pola-pola berjalan, berbicara, merasa, berfikir dan mengaalami.
Perlu dipahami oleh pendidik
mengenai prinsip-prinsip hereditas karena mengandung manfaat dan kegunaan
tertentu dalam praktek pendidikan, menurut Crow dan Crow dalam bukunya
Educational Psycholgy halaman 35-38 mengemukakan empat prinsip hereditas.
a. PrinsipReproduksi
(reproduction)
Prinsip ini menyatakan bahwa hereditas itu berlangsung dengan perantaraan
sel-sel benih (germ cell), bukan melalui sel-sel somatis dan badan. Prinsip
Reproduksi ini menjelaskan bahwa sifat-sifat yang diperoleh orang tua, norma-norma
yang dimiliki orang tua sebagai hasil belajar atau pengalaman tidak dapat
diturunkan kepada anak atau tidak nmempengaruhi keadaan sel benih. Contohnya ;
seorang anak yang ingin naik sepeda sendiri tidak dengan sendirinya atau
otomatis dapat mengendarai sepeda walaupun orang tuanya menjadi juara pembalap
sepeda.
b. Prinsip Konformitas
(Conformity)
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap jenis species kan menurunkan jenis
speciesnya sendiri, artinya bahwa makhluk manusia tidak mungkin melahirkan
maakhluk lain yang bukan manusia.
Hal-hal yang ditunkan disini meliputi ciri-ciri biologis seperti bentuk
struktur jasmani, susunan syaraf, warna kulit, warna rambut dan lain
sebaginanya.
c. Prinsip Varians (variation)
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu species disamping memilki kesamaaan
juga memiliki saling berbeda, inilah yang membedakan antara individu yang satu
dengan individu yang lain. Oleh sebab itu dapatlah dimaklumi bahwa didunia ini
tidak ada dua orang yang persis sama, meskipun ia berasal dari anak kembar
identik (identical twins) yaitu anak kembar yang tumbuh dari satu sel telur
yang sama.
d. Prinsip Regresi filial (filial
regression)
Prinsip ini menyatakan bahwa ciri-ciri yang terdapat pada anak akan
memperlihatkan kecenderungan sampai kepada keadaan rata-rata (average), hukum
ini mengandung pengertian bahwa anak
orang tuanya yang cerdas ada kecenderungan menjadi kurang cerdas atau
sebaliknya mengungguli kecerdaasan orang tuanya, disebabkan orang tua bukan
produsen atau pabrik gen, melaikan sebagi pembawa gen saja.
4. Perlengkapan
Dasar Dan Ajar Yang Terpenting
Perlengkapan dasar adalah Perlengakapan yang dimilki organism berdasarkan
atas hereditas, bukan diperoleh karena usaha atau kegiatan belajar. Dengan kata
lain perlengakapan ini ada sejak lahir (sifat bawaan), sedangkan yang dimaksud
dengan perlengkapan ajar adalah perlengkaapan yang diperoleh organism karena
usaha-usaha belajar.
Menurut Witherington
(buchori, M., 1978 halaman 48-56 ada 6 perlengkapan dasar yang penting
diketahui oleh para pendidik ;
a. Gerakan atau Action
Gerakan yang timbul pada makhluk manusia bersifat, dinamis artinya selalu
menuju kerah perubahan mulai dalam kandungan, dilahirkan (bayi) sampai dewasa
melalui jenjang yang dilakukan , sedangkan pada makhluk lain selain manusia
bersifat statis.
b. Susunan badan
Anak dilhirkan dengan strukur jasmani atau badan dan tersusun dari
organ-organ tertentu pula, seperti alat indera mengadakan kontak dengan dunia
dengan sadar. Kesemuanya menujukan kesamaan untuk semua anak pada tingkat umur
yang sebaya.
c. Kepekaan atau sensivitas
Kepekaan yang ada pada organisme selain pada manusia terbatas pada
perangsangan seperti panas, cahaya, tekanan udara dan lain sebaginya. Sedangkan
pada manusia lebih luas lagi misalnya peka terhadap perasaan orang lain,
terhadap sosio cultural seperti radio, televisi dsb.
d. Plastisitas
Setiap organisme ada kapasitas untuk mengalami perubahan baaik jasmani
ataupun rohani dan mungkin juga mengadakan penyesuaian diri dengan hampir
segala macam situasi kongkrit-abstrak-fisik-psikis.
e. Dorongan dorongan
Mengingat banyaknya dorongan yang terdapat pada diri manusia, ada yang
membaginya menurut dasar, arah dan kegunaanya dan adapula yang membagi menurut
sifat doronganya. yaitu ;
Penggolongan yang pertama (menurut dasar arah dan kegunaannya, dibedakan
menjadi tiga;
1) Dorongan mempertahankan hidup
atau diri
2) Dorongan mempertahankan
keturunan
3) Dorongan mengembangkan diri
Sedangakan menurut
penggolongan kedua (menurut sifatnya) dapat dibedakan menjadi 5 bagian (Masrun
dan Sri Mulyani Maraniah 1977, hlm 21) yaitu :
1) Dorongan Psikologi (lapar,
haus, istirahat dsb)
2) Dorongan Emosional (rasa takut,
Marah dsb)
3) Dorongan social (bergaul,
meniru dsb)
4) Dorongan mental (ilmu
pengetahuan, kecakapan, keterampilan dsb)
5) Dorongan spiritual (Percaya
pada yang gaib, Tuhan Yang Maha Esa)
f. Kapasitas Untuk Belajar
Kapasitas ini memungkinkan
manusia untuk dapat memahami dan menguasai berbagai macam pengetahuan dan
ketrampilan yang sangat diperlukan bagi kehidupan, kalau kapasitas ini
diperoleh dari hereditas, tentu akan menghasilkan perubahan yang dinamis dan
fungsional, yang semakin lama bertambah luas dan mendalam.
5. Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Dan
Perkembangan
Witherington (Buchori, M., 1978,
hlm 159 -67) mengemukakan Sembilan prinsip pertumbuhan dan perkembangan, yaitu
:
1) Efek usaha-usaha belajar
tergantung kepada tingkat kedewasaan yang telah dicapai, dikenal dengan
kedewasan atau kematangan (maturity) contohnya melatih anak berumur 6 bulan
untuk belajar jalan.
2) Pertumbuhan lebih cepat dengan
jalannyadalam tahun-tahun pertama, prinsip ini berlaku untuk asfek fisik dan
psikis sekaligus.
3) Setiap individu mempunyai tempo
dan irama perkembangannya sendiri dalam arti ada yang cepat, sedang atau
lambat, ada yang tetap berjiwa anak; ada yang cepat berfikir dan bertindak
seperti orang dewasa, maka dikatakaan memiliki irama perkembangan.
4) Setiap golongan individu
(species) mengikuti pola bperkembangan umum yang sama. Seperti; anak baru bisa
berdiri tegak setelah dapat duduk, semua anak umur 6 tahun pada umumnya
dianggap matang untuk mengikuti pelajaran disekolah dasar.
5) Sifat-sifat psikis timbul
bersama-sama dan tidak secara berturut-turut, dalam suatu teori bahwa
sifat-sifat psikis adalah “daya” yang berkembang secara berurutan.
6) Hereditas dan lingkungan yang
sama pentingnya bagi pertumbuhan dan perkembangan, prinsip ini dikenal dengan
prinsip “konvergensi” yang menganggap bahwa perkembangan individu adalah hasil
kerjasama dari kedua factor tersebut.
7) Pertumbuhan dapat terlambat dan
dapat pula diercepat, misalnya Kurang gizi, kekurangan kesempatan atau sikap
psikis yang salah.
8) Pertumbuhan dan perkembangan
meliputi individuasi dan integrasi, dengan bertambahnya umur, bertambah
pulallah perkembangannya dan kemudian terjadilah proes diferensiasi dan sejalan
dengan itu terjadi pula proses integrasi.
9) Pada saat umur kronologis
biasanya anak perempuan lebih dewasa dari pada anak laki-laki.
6. Kematangan
Anak Untuk Bersekolah
Dalam uraian terdahulu
dikatakan bahwa Kematangan menunjuk pada keadaan perkembangan, dan juga proses
perkembangan, dengan demikian seorang pemuda diakatakan matang apabila ia telah
mencapai petumbuhan penuh (purna).
Ada dua macam kematangan yaitu
kematangan umum dan kematangan khusus, Kematangan umum organisme mengakibatkan
kegiatan meningkat dan daya belajar yang lebih tingggi atau lebih besar;
sedangkan kematangan khusus dari berbagai indera , syaraf dan ototmemungkinkan
kita untuk memberikan respon yang sebelumnya tidak mungkin. Ini berarti pola
tingkah lakuyang baru tak diragukan lagi merupakan hasil bersama dari
kematangan belajar.
Para ahli ilmu jiwa anak memperkrakan bahwa anak umur 6 tahun pada
umumnya sudah matang bersekolah , perkiraan ini ditandai hal-hal sebagai
berikut:
1) Mencapai perkembangan fisik
yang memadai
2) Mempunyai perasaan
kemasyaratakatan yang memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya
3) Mempunyai minat yang cukup pada
bebrapa kecakapan
4) Berkesanggupan untuk bekerja
sekedarnya.
Menurut Havighurst, dalam bukunya Human Devolopment and education, yang
diterjemahkan oleh IKPTM Kom. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Gajah Mada,
Hlm 10-14 sebagai berikut :
1) Mempelajari
kecakapan-kecakapan jasmaniah yang dibutuhkan untuk permainan sehari-hari;
2) Membentuk sikap yang baik
terhadap diri sendiri sebagai makhluk yang tumbuh;
3) Belajar bergaul dengan teman
sebaya;
4) Mengembangkan
kecekatan-kecekatan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung;
5) Mempelajari peranan social
laki-laki atau anita yang layak;
6) Mengembangkan
pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari dan
7) Mengembangkan kata hati, kesusilaan
dan norma nilai.
Fungsi ini baru dapat
dijalankan dengan baik antara lain jika
kematangan anak diketahui dengan baik. Terutama pada saat dipandang sudah
matang untuk bersekolah.
BAB III INTELIGENSI DAN
PENAKARANNYA
1. Pengertian
Inteligensi
Inteligensi merupakan salah satudari beberapa gejala ke jiwaan yang sulit
dipahami. Padahal sudah tidak diragukan lagi peranannya dalam berbagai bidang
kehidupan terutama dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Berbagai pengertian
atau defenisi, yang oleh Freeman, 1962, hlm.149-51 ( Cecco, 1968,, hlm 98 )
menjadi tiga defenisi:
a. Intelligence is the adaptation
or adjustment of the individual to his total environment.
b. Intelligence is the ability to
learn;
c. Intelligence is the ability to
carry on abstract thinking.
Padadefinisi , yang pertama, yang ditekankan adalah kemampuan seseorang
untuk mengatasi masalah-masalah baru dan situasi-situasi baru. Pada definisi
yang kedua, yang ditekankan adalah dapat didiknya individu. Sedang pada
defisnisi ketiga, yang ditekankan adalah kapasitas individu untuk melakukan
penalaran verbal dan matematik.
2. Teori-teori
inteligensi
a. Teori dwi-faktor( Two –factor
theory ). Teori ini dikemukakan oleh Charles Spearman ( 1904-1927 ), seorang
ahli statistic bangsa Inggris, sebagai hasil analisi statistic terhadap
item-item dalam test inteligensi. Spearman mengatakan bahwa inteligensi tiap
orang terdiridari : kemampuan Umum ( General ability), kemampuan khusus (
special abilities )
b. Teori factor berganda (
Multiple-factor theory ). Teori ini dikemukakan oleh LL Thurstone pada tahun
1938 sebagai bantahan terhadap dwi factor yang dikemukakan oleh spearman,
Thurstone menyimpulkan bahwa inteligensi itu mengandung tiga belas factor tujuh
diantaranya sebagai kemampuan psikis primer ( primary mental abilities ) yaitu
:
1. The number factor (N) ( Faktor
bilangan ) : yaitu kemampuan mengerjakan hitungan dengan cepat dan tepat
2. The verbal factor (V) ( Factor
verbal ): yaitu kemampuan yang diperoleh dalam test pemahaman verbal ( kemampuan
berbahasa )
3. The space ( S ) ( Faktor ruang
):kemampuan ini barulah diperoleh kalau para subyek mencoba menggunakan dengan
imajinasinya suatu objek dalam ruangan.
4. The word flurency factor ( W )
( Faktor kelancaran berkata-kata ) yaitu kemampuan untuk mengingat kata-kata
yang terpisah secara lancer dan tepat.
5. The reasoning factor (R)
(Faktor penalaran ) :yaitu kemampuan untuk menarik kesimpulan secara induksi
dan deduksi suatu kaidah atau prinsip yang terkandung dalam rangkaian atau
kelompok isinya.
6. The perceptual factor (P) (
Faktor persepsi ): yaitu kemampuan untuk menanggapi dengan cepat dan cermat.
7. The role memory factor ( M ) (
Faktor ingatan ): yaitu kemampuan untuk mengingat dengan cepat (Atkinson, Rita
L.,(et al.)1983, hlm.369: cecco, John P.De 1968, hlm.101).
c. Teori kuantita (Quantity
theory). Teori ini di kemukakan oleh Edward L. Thorndike (1874 –1949)
kwalitasin telek itu bergabung kepada kwantitakoneksi atau pertalian
penghubung-penghubung syaraf (neural) teorinya yang dinyatakan dalam
penjelasannya tentang tingkah-laku yang kemudian terkenal dengan sebuatan
“stimulus – respon” .
3. Tipe-tipe
Test Inteligensi
Test inteligensi dapat di bagi menjadi dua macam yang pokok yaitu tes
individual dan kelompok. Tes individual, sesuai dengan namanya, diberikan
kepada satu orang pada suatu saat. Masatestingnya kira-kira satu jam, dan
selama masa itu, penguji (tester) mencatat jawaban-jawaban yang disampaikan
teruji (testee) secara lisan. Tes kelompok diberikan kepada sejumlah siswa, yang
jawabannya biasanya tertulis, dengan lama waktu tertentu.
Karenaberbagai pertimbangan _ penghematan waktu dan biaya _ maka tes
kelompok lebih banyak dilaksanakan dari pada test individual. Yang
masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
Test individual, yang paling
terkenal adalah Skala Stanford-Binet (Stanford-Binet Scales).
Konsep William Stern dengan
mengubah istilahnya menjadi“ Inteligence Quotient” disingkat dengan IQ.
M.A. adalahsingkatandarimental age( umur mental ataupsikis), yaitu
umur kecerdasan sebagai mana dihasikan oleh tesinteligensi
C.A adalah singkatan dari chronological age( umur kalender atau
umu rkronologis), yaitu umurseseorang sebagaimana di tunjukkan oleh hari
kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak tanggal lahirnya.
Dengan demikian, maka anak yang berumur 4 tahun yang mencapai umur psikis
5 tahun, I.Q nya adalah :5/4 X 100 =125.
Tesinteligensi individual
lainnya yang telah digunakan secara luas, yang juga merupakan revisi dari skala
Binet-Simon, adalah dua skala Wechsler :” Wechsler Adult Intelligence Scale,”
di singkat WAIS dan “Wechsler Intelligence Scale for Children”, disingkat, WAIS
yang pertama terbit pada tahun 1939, dengan nama " Wechsler-Bellevau
Intelligence Scale”,disingkat W – B;
kemudian direvisi pada tahun 1955, yang sampai sekarang digunakan.
Tes Kelompok. Pada umumnya,
sekolah menggunakan tes inteligensi kelompok, yang memiliki banyak
karakteristik tes inteligensi individual.Pertama, seperti halnya Stanford-Binet
dan skala Wechsler, keduanya didasarkan atas teori kapasitas umum dan atas
anggapan bahwa penakaran terhadap kapasitas ini menghendaki pengambilan sampel
dari berbagai kegiatan mental.
Tes jenis ini pertama-tama
dimulai di Amerika Serikat selama perang Dunia I yaitu mulai tahun 1917, dengan
menggunakan Army Alpha Tests, yang diperuntukkan bagi para prajurit yang dapat
membaca dan menulis dan yang bisa berbahasa inggris, dan Army Beta Tests, yang
diperuntukkan bag imereka yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa inggris.
4. KegunaanTesInteligensi
Sudah begitu lama para ahli mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk
menyusun tes inteligensi, baik individual maupun kelompok.
Sehubungan denga itu, maka penggunaan dan penafsiran test inteligensi di
dunia pendidikan mempunyai nilai dan kegunaan praktis, antaralain seperti yang
dikemukakan Witherington ( Buchori, 1978, hlm 245-47) yaitu:
1. Penggolongan murid-murid
disuatu kelas menurut kapasitasnyta.
2. Penentuan kedalam
golongan-golongan menurut abilitasnya
3. Penentuan diagnosis terhadap
kesulitan-kesulitan belajar
4. Bahan bimbingan ( belajar,
jabatan atau pribadi )
5. Bahan pertimbangan dalam
menentukan tindakan a-sosial dan kriminal
6. Perkiraan keberhasilan dengan
melakukan kegiatan yang akan datang.
BAB IV BELAJAR
1. Proses
Belajar
Belajar adalah perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang
hayat manusia dan sekaligus merupakan suatu keharusan bagi manusia untuk
melakukannya demi meningkatkan bobot dan kwalitas hidupnya. Unsur-unsur yang terkandung dalam situasi penting untuk
belajar, ada tiga unsur yang bersama-sama membentuk kejadian belajar yaitu: pelajar
(learner), stimulus atau situasi stimulus dan respon. Pelajar (learner) terdiri
dari berbagai potensi hereditasnya ( organ-organ indera, susunan syaraf pusat
dan otot-otot)
Dalam bidang pendidikan,
salah satu cara yang paling mudah melukiskan kejadian belajar sebagai berikut.
Guru memperlihatkan pada muri-murid gambar anjing dan menyuruh mereka agar
memberikan nama hewan tersebut. Tak ada respon. Kemudian ia menceritakan kepada
mereka bahwa gambar tersebut adalah gambar anjing herder - ia menyampaikan stimulus. Ketika ia
memperlihatkan gambar tersebut untuk kedua kalinya, maka tiap murid akan
menjawab “anjing herder”. Jadi respon ini memperlihatkan perubahan perbuatan
para muridnya dari saat mereka berada dalam situasi stimulus hingga saat
sesudah mereka beradadalam situasi stimulus. Dari perbuatan yang berubah ini
sehingga dapat disimpulkan telah terjadi belajar.
2. Pengertian
belajar.
a. Menurut Cronbach, dalam bukunya
Educational Psychology, 1954hlm.47 (sumadi Suryabata 1984, hlm.251), menyatakan
belajar yang sebaik-baiknya adalahndengan
mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca ideranya.
b. Menurut Berelson dan steiner
dalam bukunya human behevior 1964, hlm. 135, mengemukakan: “Learning :Change in
behavior result from previous in similan situations”
Dengan demikian menurut batasan di atas, yang tidak begitu jauh dari
batasan Cronbach, belajar dalam pengertian yang lebih luas mengacu pada
akibat-akibat yang di timbulkan pengalaman, baik secara langsung maupun secara
simbolik, terhadap tingkahlaku berikutnya.
c. Menurut Ernes R. Hilgard, dalam
bukunya Theories of learning, 1984, hlm.4 (Sumardi Suryabrata, 1984, hlm. 252),
menyatakan:”Learning is the process by which an activity originates or is
changed through training procedures (whether inthe laboratory or in the natural
environment) as distinguished from change by factors not atributable to
training”
Tegasnya, menurut Hilgard, belajar merupakan proses perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan yang keadaannya
berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
3. Jenis-Jenis
Belajar
a. Belajar secara sinyal ( signal
Learning). Dalam jenis belajar ini, yang sering pula disebut “pensyaratan Klasik” (classical
conditioning)=hewan atau individu memperoleh respo bersyarat terhadap sinyal
yang diberikan.
b. Belajar secara stimulus –
respon (stimulus response learning).
c. Perangkaian (chaining) belajar
keterampilan (skill learning)
d. Asosiasi lisan (verbal
association)
e. Perbedaan berganda (multiple
discrimination)dalam jenis belajar ini siswa harus mempelajari respon-respon
yang berbeda dari perangsang-perangsang yang mungkin membingungkan.
f. Belajar konsep (concept
learning)
g. Belajar prinsip atau asas
(Principle learning) dalam belajar ini menghubungkan dua konsep ataulebih.
h. Pemecahan masalah ( problem
solving)
4. Faktor
– faktor yang mempengaruhi belajar
a. Faktor atau perubahan struktur
kognitif (cognitive structure variables)
b. Kesiapan yang berkembang
(developmental readiness)
c. Kemampuan itelektual
(inteliectual ability)
d. Faktor motifasi dan sikap
(motivational and attitudional factors)
e. Faktor kepribadian (personality
factor)
Kategori situasi (situational category) meliputi: faktor-faktor belajar
sebagai berikut:
a. Praktek (praktice) – frekwensi,
distribusi, metode dan kondisi-kondisi umum ( yang meliputi balikan atau
hasil-hasil pengetahuan)
b. Susunan atau rencana bahan
pengajaran (the arrangement of instructional) dalam arti jumlah, kesulitan,
tingkat ukuran, logika yang mendasari, urutan, pengaturan kecepatan (pacing)
dan penggunaan alat-alat peraga dalam pengajaran.
c. Faktor kelompok dan sosial
tertentu (certain groupand social factors) racial segregation
d. Karakteristik guru
(characteristiks of the teacher)
5. Teori-teori
belajar
1. Teori Ilmu Jiwa Daya (Faculty
psycohology)
2. Teori koneksionisme
(conenctionism)
3. Teori conditioning
4. Teori gestalt (insight in
learning)
6. Prinsip-Prinsip Belajar
Nasition, hlm, 49-56, mengemukakan antaralainm;
1. Agar seorang benar-benar
belajar dia harus mempunyai tujuan
2. Kebutuhan itu harus timbul dari
atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh
oranglain
3. Orang itu harus bersedia
mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha dengan tekun untuk mencapai
tujuan yang berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari
perubahan tingkah lakunya
5. Selain tujuan pokok yang hendak
dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil sambilan atau sampingan. Misalnya ia
tidak hanya bertambah terampil membuat soal-soal ilmu tetapi memperoleh minat
yang lebih besar untuk bidang studi itu.
6. Belajar akan lebih berhasil
dengan jalan berbuat atau melakukan. Learning by doing. The process of learning
by doing, reacting, undergoing, experiencing. Prinsip ini sangat penting.
7. Seorang belajar sebagai
keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara intelektual saja tetapi juga
secara sosial dan emosional, etis dan sebagainya.
8. Dalam hal belajar seorang
memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain
9. Untuk belajar diperlukan
“insinght”. Apa dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan menghafal
fakta logis lepas secara verbalistis
10. Disamping mengejar tujuan
belajar yang sebenarnya, seorang sering mengejar tujuan-tujuan lain. Misalnya:
Orang belajar main badminton, juga ingin menjadi juara, mencari keharuman dan
nama baik sekolahnya dan sebagainya
11. Belajar lebih berhasil, apabila
usaha itu memberi sukses yang menyenangkan
12. Ulangan dan latihan perlu akan
tetapi harus didahului oleh pemahaman
13. Belajar hanya mungkin kalau ada
kemauan dan hasrat untuk belajar
7. Transfer
Belajar
1. Teori disiplin formal
2. Teori unsur-unsur yang identik
3. Teori generalisasi
8. Mengingat
dan lupa
a. Mengingat
Menurut Kohnstamm, Ingatan adalah semua macam pekerjaan jiwa yang
berhubungan dengan waktu; menurut W. Stern “ingatan sebagai hubungan pengalaman
dengan masa yang lampau; ( Bigot, ( et al. ), hlm.105) ; dengan menurut
linschoten ( Moh Amin, hlm. 101) mengingat berarti meletakkan atau belajar; memperoleh
pengetahuan dan kecekatan dengan jalan pencaman secara aktif”.
b. Lupa (forgetting) lupa
merupakan pengalaman manusia yang universal dan sekali gus pertanda atas
ketidak sempurnaan daya ingatan manusia.
Dewasa ini terdapat beberapa pandangan yang menerangkan sebab-sebab
terjadinya lupa. Dan pandangan-pandangan tersebut sebagai berikut:
1. Tidak pernah digunakan (
disused )
2. Inhibisi interaktif (
interactive inhibilitions)
3. Repressi, yaitu keadaan psikologi
yang menekan.
BAB V SIKAP, MINAT, DAN MOTIVASI
Konsep sikap sudah lama menjadi pokok bahasan ilmu jiwa, khususnya ilmu
jiwa sosial. Dalam riset sering kita baca tema-tema sosial sangat menonjol,
yaitu yang berkenaan dengan ”situasi” tepat siakp itu didefinisikan menurut
istilah-istilah sosial. ”misalnya sikap kehati-hatian dan ketlitian”.
Sikap-sikap tersebut bukanlah dibawa sejak lahir akan tetapi dipelajari
dan dikembangkan sebagai pengiring pengalaman individu. Dan keadaan yang serupa
itu berjalan pola-pola dan tingkah laku yang khas dan berhubungan erat dengan
reaksi emosional yang bersangkutan.
Dari keterangan diatas dapatlah dimaklumi bahwa sikap (atitued) terutama
merupakan keadaan batinlah, bukan merupakan peryataan lahiriyah (overt
exspresson) merupakan kecendrungan dan kesiapan untuk bertindak atau merespon,
bukan merupakan merespon atau tindakan itu sendiri.
Aspek-aspek sikap biasanya telah disepakati bahwa sikap memperlihatkan
tiga macam aspek komponen menurut Triandis (1) kongnitif, yaitu mengenai
gagasan atau proposisi-proposisi yang menyatakan hubungan antara situasi dan
objek sikap, (2) afektif, yaitu mengenai emosi atau prasaan yang menyertai
gagasan, (3) tingkahlaku, yaitu mengenai kecendrungan atau kesiapan untuk
bertindak.
Komponen kongnitif, secara teoritis, gagasan pokok yang digunakan kalau
komponen ini menghadapi ketidak tetapan atau ketidaksesuaian diantara
kepercayaan atau pendirian.
Komponen afektif, sikap berhubungan erat dengan reaksi emosioal yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Dan munkin pula bersifat positif
ataupun sebaliknya.
Komponen kognitif, sama hal nya seperti komponen afektif bisa
berubah-ubah dari positif ke negatif yang disertai prasaan yang tidak aktif ke
sikap yang disertai prasaan yang kuat.
Komponen tingkahlaku, jenis-jenis tindakan yang diambil individu jelas
sangat dipengaruhi oleh sikap. Perlu ditambahkan bahwa cara bertindak yang
dipilih individu dalam setiap situasi khusus sebagian besar akan ditentukan
oleh seluk-beluk situasinya.
Bertolak dari ketiga aspek sikap tersebut di atas, kini dapat kita
ketahui antara lain:
1. Dalam sikap selalu terdapat
hubungan subjek-objek
2. sikap bukan bersifat bawaan,
melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dialami
3. Sikap dapat berubah-ubah sesuia
dengan keadaan lingkungan
4. Dalam sikap tersangkut tiga
komponen yang menandai sikap yang dipelajari
5. Sikap tidak menghilang
sekalipun kebutuhan sudah dipenuhi
6. Sikap itu bersifat majemuk
sesuai dengan banyaknya objek yang dihadapi.
Sehubungan dengan pembentukan dan perubahan sikap, ada dua factor utama
yang menentukan yaitu factor psikologis dan factor kultural. Faktor psikologis
seperti motivasi, emosi, kebutuhan, pemikiran, kekuasaan dan kepatuhan.
Kesemuanya merupakan faktor yang memainkan peranan dalam menimbulkan atau
mengubah sikap seseorang.
Dalam menentukan atau mengubah sikap bisa dilakukan dengan cara :
1. Adopsi melalui peniruan atau
imitasi tingkahlaku
2. Differensiasi atau individuasi
3. integrasi dari banyak respon
atas jenis yang sama
4. Trauma
Pentingnya sikap: sikap yang mejadi pengerak (motivator) tingkahlaku yang
penting dan menpengaruhi semua nilai manusia.
Dalam hubungan ini sikaporamg tua, guru dan tokoh masyarakat sangatlah
penting. Disamping masing-masing harus diperlihatkan semacam sikap, sekaligus
harus menyadari bahwa sikapnya harus di contoh dan ditiru.
• Minat
Minat dan interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita
cendrung atau merasa tertarik pada orang, benda atau kegiatan ataupun bisa
berupa pengalman yang afektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Dengan
kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam
kegiatan (crow & crow).
• Motivasi
Istilah motive berasal dari akar kata bahasa latin ”movere”, yang
kemudian menjadi ”motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Jadi
motif merupakan daya dorong, daya gerak, atau penyebab seseorang untuk
melakukan berbagai kegiatan dan dengan tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan
pengertian yang dikemukakan oleh wood worth dan Marquis, dalam bukunya
psikology hal. 337 yaitu motif adalah sumber suatu set (kesiapan) yang
menjadikan individu cendrung untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
- Fungsi insentif : fungsi ini
menghendaki agar guru memberikan hadiah kepada siswa yang berprestasi dengan
cara seperti medorong usaha lebih lanjut dalam mengejar tujuan instruksional.
- Fungsi disiplin : fungsi ini
menghendaki agar guru mengontrol tingkahlaku yang menyimpang dengan menggunakan
hukuman dan hadiah.
Teori belajar sosial (social treaning theory). Teori ini menenkankan
interaksi antara tingkahlaku dan lingkungan, dengan memusatkan pola-pola
tingkahlaku yang dikembangkan oleh individu untuk megatasi lingkungan bukan
dipusatkan pada dorongan-dorongan insting.
Usaha untuk mempermudah motivasi belajar, para ahli ilmu, para ahli
pendidikan, para majer, semuanya tidak meragukan akan pentingnya motivasi dalam
berbagai bidang pekerjaan .
Uraian-uraian diatas tentang sikap, minat, dan motivasi, sekalipun secara
garis besar, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang betapa pentingnya
ketiga hal tersebut dalam proses belajar – mengajar.
BAB VI BERPIKIR DAN PEMECAHAN
MASALAH
1. Berpikir
a. Pengertian berpikir
Studi tentang berpikir
manusia merupakan lapangan psikkologi yang paling penting dan juga yang paling
sulit dilakukan, mengingat, berpikir sebagian besar merupakan aktivitaspribadi.
di kalangan ahli ilmu jiwa asosiasi, misalnya menganggap bahwa berpikir adalah
kelangsungan tanggapan-tanggapan yang disertai dengan sikap yang pasif dari
subyek yang berpikir (Sumadi Suryabrata, 1984). di kalangan ahli ilmu jiwa behaviorisme
menganggap bahwa berfikir adalah suatu reaksi submanifes yang untuk sementara
menggantikan reaksi yang menentukan. Menurut ahli ilmu jiwa ini semua tingkah
laku adalah tingkah laku jasmani dalam arti yang sesungguhnya (dakir, 1977)
Kesimpulan dari uraian diatas
bahwa tidak ada defenisi berpikir yang khas dan bersifat teknis dalam
psikologi. Hal ini disebabkan oleh banyak aspek yang terkandung dalam berpikir.
Ada aspek berpikir yang diarahkan kepada masalah yang disebut berpikir yang
terarah dan teratur (directed thingking). Study tentang berpikir manusia,
sebenarnya mencangkup dua bidang riset yang luas, berpikir yang teratur dan
berpikir yang tak teratur.
b. Tingkat-tingkat berpikir
Sesusai dengan perkembangan
kemampuan kecerdasan, juga tingkat kesadaran manusia dalam berpikir mengalami
perkembangan. Dari hasil analisis pada ahli mereka menyapaikan dan menyimpulkan
bahwa manusia mengalami berbagai tingkat berpikir, antara lain Crow & Crow
dan Frohn ahli ilmu jiwa aliran Koln, Jerman (Arifin, 1977, hlm. 192-193)
Menurut Crow & Crow, ada
4 tingkat berpikir manusia yaitu:
1) Reveric or daydreaming: Kegiatan mental yang setaraf dengan minat dan
reaksi asosiasi yang sekarang.
2) Aesthetic appreciation : Reaksi mental yang mempunyai komponen-komponen
emosi yang kuat.
3) Accusition information: Raksi mental yang cukup untuk mengasimilasikan
dan mengingat fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman baru.
4) Reflective thinking and creative thingking (problem – solving):
Memberikan pertimbangan dan menimbulkan pengalam yang relevan dengan pemecahan
suatu masalah (reflective thinking), menolak pengalaman hingga timbulah gagasan
baru (creative thinking).
Menurut Frohn ada 3 tingkat
berpikir manusia yaitu:
1) Tingkat kongkret yaitu berpikir dengan menggunakan persepsi dan
pengamatan menggunakan panca indra yang bersifat kongkret, tinggat berpikir ini
dialami oleh anak-anak.
2) Tingkat skematis yaitu tingkat berpikir menggunakan bagan, diagram,
sebagai ganti dari benda-benda konkrit.
3) Tingkay abstrak yaitu tingkat berpikir dengan menggunakan pengertian
yang terbagi kedalam golongan-golongan, tingkat berpikir seperti ini pada
umumnya terjadi pada orang dewasa.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa berpikir manusia sebenarnya merupakan proses yang dinamis.
Dinamika berpikir itu dimungkinkan oleh pengalaman yang luas, perbendaharaan
bahsa yang kaya dan didukung oleh pendidikannya yang baik.
2. Pemecahan Masalah
a. Hakikat pemecahan masalah
Dari segi pendekatan, bisa
dibedakan dalam dua jenis pemecahan yang pokok, keduanya terjadi pada semua
tingkat umur. Kedua pendekatan tersebut adalah secara gamak dan galat, dan
secara penuh pengertian. Secara khas, pemecahan dengan penuh pengertian ini
muncul secara tiba-tiba. Dengan demikian dapatlah ditegaskan bahwa pemecahan
masalah ini pada hakikatnya berhubungan dengan belajar prinsip bila ditinjau
dari segi pendekatan dengan penuh pemahaman.
b. Teknik-teknik pemecahan masalah
Ada beberapa teknik yang
dapat digunakan untuk pemecahan masalah antara lain:
1) Berpikir reflektif oleh Dewey pertimbangan yang kuat, tetep dan cermat
terhadak keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun yang cenderung dianggap benar
(Skinner,(et al), 1950, hlm 235). atau seperti yang dikemukakan oleh Crow &
Crow memberikan pertimbangan dan membangkitkan pengalaman yang relevan dengan
pemecahan suatu kesulitan
Langkah-langkah dalam suatu kegiatan berpikir reflektif yang di gambarkan
oleh Dewey sebagai berikut:
1. Kesadaran akan masalah
2. Memahami masalah
3. Mengelompokan data
4. Merumuskan hipotesis
5. Menerima atau menolak
hipotesis
6. Menerima atau menolak
kesimpulan
2) Berpikir kreatif didefinisikan oleh Torrance dan kawan-kawannya
sebagai proses menyadari kesenjangan atau mengalihkan atau salah menanggapi
unsur-unsurnya.
Berpikir kreatif sebagai
salah satu teknik pemecahan masalah mempunyai tingkat-tingkat yaitu:
1. Persiapan, yang bersifat
pendahuluan
2. Inkubasi yaitu mengingkari
masalah yang dihadapi dalam beberapa saat
3. Iluminasi yaitu proses
bangkitnya pikiran yang jernih atau mengarahkan gagasan yang
dinyatakan hipotesis yang membawa ke
pemecahan masalah
4. Pembuktian dan perluasan
3) Belajar dengan menemukan didenisikan sebagai salah satu teknik
pemecahan masalah. Namun dalam uraian pengertian belajar dengan menemukan akan
lebih dititik beratkan kepada fungsi pendidik. Bertolak dengan pengertian
diatas banyak bimbingan pengajaran yang bisa diberikan guru dalam pemecahan
masalah, selanjutnya Wittrock mengelompokannya dalam empat bagian
1. Mengajar dengan
ekspositori
2. Memberikan prinsip yang
berlaku tetapi memberikan pemecahan masalah
3. Guru tidak boleh
memberikan prinsip tetapi ia boleh memberikan pemecahan masalah
4. Guru tidak boleh
memberikan prinsip dan tidak boleh pula memberikan pemecahan masalah
Dalam hal ini, guru diberikan
peran yang luas khususnya dalam memberikan bimbingan dengan tujuan mengajarkan
berpikir bukan mengarkan pengetahuan yang sesungguhnya.
ada 4 cara yang digunakan oleh guru dalam strategi mengajar yaitu:
1. Guru menyediakan pemusatan
yaitu membentuk topic dan segi pandangan khusus
2. Guru menyampaikan
pemikiran pada tingat yang sama
3. Guru mencantumkan
pemikiran pada tingkat yang tertinggi
4. Guru mengkontrol pikiran
dengan memberikan tugas kognitif kepada siswa untuk dikerjakan.
3. Nilainya bagi pendidikan
Program-program pendidikan
yang diselenggarakan di sekolah banyak yang menggambarkan sistem berpikir dan
metode inkwairi. sistem berpikir ini terdiri dari proposisi dan konsep yang
mengarahkan arus inkwairi dan pemikiran.
di bawah bimbingan guru yang
terlatih baik, para pelajar akan menerima latihan dengan sebaik-baiknya selagi
mereka mengikuti prosedurberpikir reflektif. dengan usaha ini dimungkinkan bagi
para pelajar untuk menyadari akan masalahnya, menegaskan, menempatkan, menilai
dan mengorganisasikan informasi yang diperlukan, menemukan dan merumuskan
hipotesis dan menilai hipotesis, dan menerapkan pemecahannya.
terlatihnya para siswa dalam memcahkan masalah dari yang sederhana hingga
yang komlpleks, pada gilirannya memberikan kemampuan tersendiri bagi yang
bersangkutan untuk digunakan dalam situasi-situasi lain dan setiap siswa mampu
memechkan masalahnya ditemukan dan dipecahkan sendiri, berarti mereka telah
mempelajari sesuatu perbuatan yang lebih baru dan mampu menggunakan
pengetahuannya yang baru oleh sebab itu, memecahkan masalah menurut Gagne
merupakan suatu bentuk belajar.
BAB VII PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR
1. Pengertian Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan suatu proses yang terpadu atau integratif,
sehingga fungsi dari satu fase atau seginya mempengaruhi fase atau segi
lainnya.
Menurut Karl G. Garrison dan Robert A. Magoon, dalam bukunya Educational
Psychology: An Integration of Psychology and Aducational Practices, hlm 12
(Proyek Pembinanaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di
Jakarta, 1984/1985, hlm. 4), hubungan timbal-balik antara teori belajar dan
teori mengajar itu meliputi: (1) formulasi tujuan – pengalaman belajar; (2)
perencanaan instruksi; dan (3) perencanaan penilaian mengenal hasil pengajaran
dalam jangka waktu tertentu. Ini berarti bahwa mengajar bukan semata-mata
sebagai tujuan, akan tetapi agar para siswa mau belajar dan membantu memudahkan
usaha belajarnya.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa mengajar bukanlah usaha
untuk menanamkan pengetahuan kepada para siswa dan bukan pula menyampaikan
kebudayaan mereka. Tetapi, mengajar adalah usaha mengorganisasikan lingkngan
dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan para siswa sehingga terjadi
proses belajar. Ini berarti bahwa tugas guru hanyalah menciptakan lingkungan
yang mendorong anak untuk belajar, sedangkan kegiatan belajarnya datang dari
dalam dirinya. Pengertian mengajar yanug serupa itu sama dengan pengertian
mendidik. Dan pengertian yang serupa inilah yang dianut oleh aliran progresif.
2. Aspek-aspek
Psikologis Belajar-Mengajar
Menurut Crow & Crow, aspek psikologis belajar-mengajar (hlm 21),
dapat dikemukakan secara ringkas seperti di bawah ini.
a. Aspek Pengarahan (Directional
Aspect)
b. Aspek Motivasi (Motivation
Aspect)
c. Aspek Perkembangan Sikap
(Attitude Development Aspect)
d. Aspek Teknik (Technique Aspect)
e. Aspek Pribadi (Personal Aspect)
3. Kompetensi
Guru
Menurut Crow & Crow (hlm 26), kompetensi guru itu meliputi:
a. Penguasaan subject-matter yang
akan diajarkan
b. Keadaan fisik dan kesehatannya
c. Sifat-sifat pribadi dan kontrol
emosinya
d. Memahami sifat-hakikat dan
perkembanugan manusia
e. Pengetahuan dan kemampuannya
untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar
f. Kepekaan dan aspirasinya
terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama dan etnis
g. Minatnya terhadap perbaikan
professional dan pengayaan cultural yang terus-menerus
Dewasa ini, untuk program S1 dikembangkan apa yang disebut dengan
“sepuluh kompetensi guru” (Raka Joni, 1980, hlm. 64-66, Lampiran I), yaitu:
a. Menguasai bahan
b. Mengelola program
belajar-mengajar
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media/sumber
e. Menguasai landasan kependidikan
f. Menelola interaksi
belajar-mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk
kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan program
bimbingan dan penyuluhan
i. Mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
4. Model-model
Mengajar
Mengutip pendapat dari Gage, bahwa teori mengajar pada hakikatnya ingin
menjawab tiga pertanyaan sekaligus, bagaimana guru bertindak, mengapa bertindak
demikian dan bagaimana hasil atau pengaruhnya.
Sehubungan dengan pernyataan Gage di atas, berturut-turut dikemukakan
beberapa model mengajar, yaitu: basis model mengajar, model Cybernetik, model
interaksi dan model mengajar berdasarkan computer.
Basis Model Mengajar (A Basic
Teaching Model). Model mengajar ini dikembangkan oleh Robert Glase (1962),
dengan membagi proses mengajar ke dalam empat komponen. Ada tiga tujuan yang
ingin dicapai oleh basis model mengajar ini, yaitu:
a. Memberikan konseptalisasi
proses mengajar yang mudah dan sederhana, namun cukup memadai
b. Membantu mengorganisasikan
sekumpulan fakta, konsep dan prinsip yang luas yang menjadi bidang atau
lapangan psikologi pendidikan (Cecco, hlm 11).
Komponen pertama (A) ialah menentukan tujuan instruksional, yaitu siswa
harus mencapai penyelesaian tugas pelajarannya, yang diwujudkan dalam istilah
tingkah laku. Komponen kedua; (B) menggambarkan tingkat pengetahuan siswa
sebelum pelajaran dimulai. Ini berhubungan dengan apa yang pernah dipelajari
sebalumnya, kemampuan dan perkembangan intelektualnya, keadaan motivasinya dan
faktor-faktor sosial dan kebudayaan tertentu yang mempengaruhi kemampuan
belajarnya. Komponen ketiga; (C) menggambarkan proses mengajar, termasuk
pemilihan metode yang tepat dan bahan yang sesuai dengan tujuan pelajaran
(kurikuler). Komponen yang terakhir (D)
berupa test dan observasi yang digunakan untuk menentukan bagaimana siswa telah
mencapai tujuan istruksional dengan baik.
Perlu diingat bahwa menurut konsepsi proses mengajar sekarang ini,
kepribadian guru bukanlah menjadi unsure pokok. Yang ditekankan adalah mengajar
yang meliputi rangkaian keputusan dan praktek yang luas, sehingga konsepsi ini
berbeda dari konsepsi tradisional dan konvensional yang lebih banyak menekankan
kontak pribadi. Walaupun harus diakui, kombinasi kompetensi guru dan kharisma
pribadinya masih dianggap sangat penting, khususnya dalam menghadapi para
pelajar yang masih kecil.
Model Cybernetik. Cybernetic adalah satu ilmu pengetahuan yang
mempersoalkan prinsip pengendalian dan komunikasi yang diterapkan ke dalam
fungsi organisasi atau mesin yang majemuk. Ini sering disinonimkan dengan umpan
balik.
Menurut Wooddurff (1967) terdapat hubungan yang erat antara proses
(caraorganisme mengar) dengan mengajar. Tingkah laku manusia ditimbulkan oleh
kausalitas system cybernetic (cybernetic system). Untuk jelasnya mengenai
tingkah laku manusia itu pada diagram berikut ini:
Fungsi guru dalam hal ini adalah: merencanakan, mempersiapkan dan melengkapi
perangsang yang penting untuk masukan simbolik (informasi verbal, kata-kata,
angka-angka dan sebagainya) dan masukan referensial (obyek dan
peristiwa-peristiwa) yang akan membawa kepada konsep informasi yang cocok untuk
membimbing siswa memanipulasikan proses konsep dan mempersiapkan umpan balik
dari latihan itu (Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN, hlm. 14-15).
Model Mengajar Berdasarkan Komputer (A Computer-Based Teaching Model).
Model mengajar ini dibangun oleh Lawrence Stolurow dan Daniel Davis (1965).
Menurut model ini, kedudukan guru digantikan oleh komputer dalam mengambil
keputusan dan memberikan pelajaran yang nyata. Prosesnya terbagi dalam dua
fase: pra-tutorial dan tutorial. Pada fase pra-tutorial mempunyai tujuan
tunggal: memilihkan suatu program pengajaran untuk seorang siswa tertentu yang
ingin mencapai tujuan instruksional khusus. Sedangkan pada fase tutorial
mempunyai dua tujuan: mengajukan program yang telah dipilih dalam praktek dan
mencatat perbuatan siswa guna mengetahui apakah program barunya bisa lebih
sesuai dengan program yang sebelumnya.
Model Interaksi (An Interaction
Model).
Model ini dibangun oleh Ned Flanders (1960), dengan mengelompokkan
pernyataan siswa dan guru dalam sepuluh kategori atau kelompok. Ucapan guru
dibagai menjadi dua sub-kategori: (a) pengaruh tak langsung, yang meliputi :
penerimaan, pujian, pemberanian, penggunaan ide-ide siswa, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, (b) pengaruh langsung, seperti: memberikan kuliah,
pengarahan dan pembahasan atau penerimaan otoritas. Sedangkan ucapan siswa
dibagi dalam dua bagian: (a) tanggapan siswa terhadap kegiatan guru, (b) penerimaan
siswa atas kemampuan sendiri.
Selanjutnya, mengenai urutan peristiwa yang berulangkali di kelas,
Flanders menguraikannya sebagai berikut: Pertama, perbedaan intelektual atau
masalah tercipta; kedua, dimensi-dimensi yang luas dari masalahnya diidentifikasikan;
ketiga, hubungan di dalam masalah tersebut dipisahkan; keempat, mulai
melaksakan, seperti mengumpulkan informasi, menerapkan suatu rumusan atau usaha
pemecahan masalah; kelima, kemajuannya dinilai dan ditest; dan keenam,
pengetahuan batu diterapkan untuk masalah mendatang dan ditafsirkan dengan
mengartikan.
BAB VIII PENAKARAN DAN PENILAIAN
1. Pengertian
Penakaran dan Penelitian
Penakaran (measurement) adalah suatu proses penentuan tingkat, penentuan
kecakapan dan ketrampilan, penentuan penguasaan akan sesuatu dengan
membandingkan berdasarkan norma-norma tertentu.
Penilaian (evaluation) adalah usaha penentuan nilai atau penaksiran
terhadap kadar kekuatan sesuatu.
Dengan memperhatikan kedua
pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa penilaian (evaluasi)
sifatnya lebih luas daripada penakaran; dan dalam pengertian penilaian
terkandung pula pengertian penakaran. Dengan kata lain, penakaran merupakan
alat penilaian. Di samping itu, hsil penakaran bersifat kuantitatif, sedangkan
hasil penilaian bersifat kualitatif.
2. Fungsi
Penelitian
Adapun fungsi penilaian dalam dunia pendidikan antara lain menyediakan
dan menemukan bahan untuk:
a. Mendiagnosakan (menentukan
kelemahan dan atau “kekuatan serta kesanggupan”) murid dalam menguasai bahan
yang telah disampaikan;
b. Menentukan komponen-komponen
yang perlu diperbaiki (misalnya metode mengajar, materi pelajaran, alat peraga,
tujuan dan sebagainya);
c. Mendiagnosakan kesanggupan atau
kemampuan guru dalam melaksanakan program belajar-mengajar;
d. Menyediakan bahan yang
diperlukan murid dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling atau
penyuluhan kepada murid, baik secara individu maupun secara kelompok
3. Tujuan
Penelitian
Penilaian (evaluasi) pendidikan pada hakikatnya merupakan alat kontrol
terhadap pelaksanaan pendidikan atau merupakan alat yang menyediakan atau
memberikan informasi bagi usaha dan pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan. Dari itu, evaluasi pendidikan dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membangkitkan motivasi
(mendorong proses belajar-mengajar);
b. Mengetahui prestasi murid;
c. Mengetahui kelemahan dan
kesulitan dan bagaimana meniadakan atau mengatasinya (terapi);
d. Mengadakan seleksi, yang
meliputi: bagi kenaikan kelas atau kelulusan, pengelompokkan, jurusan,
penentuan belajar kelas dan mengetahui bakat anak didik;
e. Memberikan laporan tentang
kemajuan atau perkembangan murid kepada orang tua/wali, kepada jawatan atau
lembaga pendidikan lanjutan yang akan dimasuki, yaitu yang dijelmakan dalam
bentuk raport, ijazah, STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) atau piagam;
f. Sebagai feed back atau balikan
program/kurikulum pendidikan yang bersangkutan. Tegasnya untuk keperluan
penelitian.
4. Prinsip-prinsip
Penelitian
Sebelum penilaian (evaluasi) dilaksanakan, kiranya perlu diperhatikan
terlebih dahulu prinsip-prinsip penilaian yang nantinya dapat digunakan sebagai
pedoman kebijaksanaan dalam melaksanakannya.
Adapun prinsip-prinsip penilaian yang akan dibicarakan di bawah ini
berlaku dalam dunia pendidikan, yaitu:
a. Prinsip komprehensif. Prinsip
ini mengajarkan kepada kita bahwa seluruh aspek pribadi anak perlu dinilai.
Misalnya:
1. Bagaimana hafalannya;
2. Bagaimana pemahamannya;
3. Bagaimana kecepatan menangkap
dan meresponnya;
4. Bagaimana ketrampilannya;
5. Bagaimana sikap dan perilakunya
6. Bagaimana kecepatan dan
ketepatannya;
7. dll.
b. Prinsip kontinuitas. Prinsip
ini menyatakan kepada kita bahwa evalusi itu hendaknya dilaksanakan secara
berkesinambungan, sekurang-kurangnya ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pendahuluan (initial),
yangs sering disebut dengan “pre-test”;
2. Tahap formatif, yang berfungsi
untuk memperlihatkan proses belajr-mengajar yang sering diistilahkan dengan
“post test”;
3. Tahap sumatif, yang berfungsi
untuk menentukan hasil belajar anak, yang sering disebut dengan “final test”.
c. Prinsip obyektifitas. Dalam
melaksanaknan penilaian hendaknya dihindari perasaan “suka atau tidak suka”, agar
hasil penilaan benar-benar mencapai obyektifitas.
d. Prinsip validitas (kesahihan).
Yang dimaksud adalah menakar apa yang hendak ditakar. Jenis kesahihan dimaksud
ada empat macam, yaitu: validitas ramalan, validitas yang ada sekarang,
validitas isi dan validitas konstruksi (Crow & Crow, 1985, hlm. 376).
e. Prinsip reliabilitas. Artinya,
memiliki keajegan atau ketepatan (consistency) atau dapat dipercaya
kebenarannya.
f. Prinsip diskriminatif. Artinya, mempunyai kemampuan membedakan.
g. Prinsip mudah digunakan.
Prinsip ini mengandung nilai praktis dari suatu test (practicability)
5. Obyek
Penilaian
Ada tiga ranah atau domain, yang disebut taksonomi (atau klasifikasi,
menurut Simpson) rinciannya sebagai berikut :
a.) Ranah kognitif (cognitive
domain) ini meliputi :
(1) pengetahuan (knowledge)
(2) pemahaman (comprehension)
(3) penerapan (aplication)
(4) analisa (analisys)
(5) sintesa (sinthesis)
(6) evaluasi (evaluation)
b.) Ranah afektif (affective) ini
meliputi :
(1.) penerimaan (receiveing)
(2.) merespon (responding)
(3.) penilaian (valuing)
(4.) organisasi (organization)
(5.) karakterisasi menurut nilai atau kompleks nilai (characterization by
a value or value complex)
c.) Ranah psikomotorik
(psychomotoric domain) meliputi :
(1.) persepsi (perception)
(2.) kesiapan (set)
(3.) gerakan yang terbimbing (guided response)
(4.) gerakan yang terbiasa (mechanical response)
(5.) gerakan yang kompleks (complex respons)
(6.) penyesuaian pola gerakan (adjustment)
(7.) kreatifitas (creativity) (hlm. 149-150: lihat pula Nasution, 1982,
hlm. 35-36)
Adapun penjelasan berikut contoh soal untuk evaluasi dari masing-masing
ranah dapat dikemukakan seperti dibawah ini.
a.) Ranah kognitif
(1.) Pengetahuan, yang dimaksud ialah tingkat kemampuan yang harus
dikuasai siswa untuk mengenal (recognation) dan mengingat kembali (recall)
konsep, fakta dan informasi.
(2.) Pemahaman, yang dimaksud ialah tingkat kemampuan yang diharapkan
agar dikuasai siswa untuk memahami atau menangkap makna dan fakta dari bahan
yang dipelajari.
(3.) Penerapan, ialah kemampuan yang dituntut agar yang bersangkutan
mampu menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahui dan dipahami dalam
situasi yang baru.
(4.) Analisa, yaitu kemampuan untuk menguraikan atau merinci sesuatu ke
dalam unsure-unsurnya, sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya.
(5.) Sintesa, yaitu kemampuan untuk membentuk atau menyatukan unsur-unsur
menjadi suatu bentuk yang menyeluruh.
(6.) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk membentuk pendapat yang mengandung
penilaiann atas suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan
suatu kriteria tertentu.
b.) Ranah afektif
(1.) Penerimaan, yaitu kepekaan terhadap suatu perangsang dan kesediaan
untuk memperhatikannya, seperti buku pelajaran, penjelasan guru, walaupun
demikian, penerimaan dan perhatian di sini masih pasif.
(2.) Merespon (responding), yaitu kerelaan untuk memperlihatkan reaksi
terhadap norma tertentu; dan merasa puas dalam merespon .
(3. Penelitian, yaitu mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian
terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.
(4.) Organisasi, yaitu mencakup kemampuan untuk membentuk suatu konsep
tentang suatu nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan; dan menyusun
suatu system nilai.
(5.) Karakteristik menurut suatu nilai atau kompleks nilai (pembentukan
pola hidup), yaitu mencakup kemampuan untuk menghayati dan mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupannya sedemikian rupa sehingga menjadi milik
pribadinya dan menjadi bagian dari pribadinya.
c.) Ranah psikomotorik
(1.) Persepsi, yaitu mencakup kemampuan untuk membedakan secara tepat dua
perangsang atau lebih, berdasarkan cirri-ciri fisik yang khas dari
masing-masing perangsang tersebut.
(2.) Kesiapan, yaitu mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam
memulai suatu gerakan atau serangkaian gerakan, baik secara jasmani maupun
mental.
(3.) Gerakan yang terbimbing, yaitu mencakup kemampuan menirukan
serangkaian gerakan yang dicontohkan.
(4.) Gerakan yang terbiasa, yaitu mencakup kemampuan untuk melkukan
serangkaian gerakan dengan lancer, tanpa memperhatikan lagi contoh yang pernah
diberikan, karena sudah terlatih secukupnya.
(5.) Penyelesaian pola gerakan, yaitu mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan kondisi setempat atau dengan
persyaratan khusus yang berlaku.
(6.) Kreativitas, yaitu mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola
gerakan yang baru, yang sepenuhnya berdasarkan prakarsanya sendiri.
6. Alat-alat
Penelitian
Observasi, sebagai salah satu alat penilaian non test ditujukan untuk
menilai aspek atau ranah psikomotorik.
Secara garis besar, teknik observasi, ditinjau dari segi rencana kerja
observer (petugas observasi), dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a.) Observasi yang terstruktur atau
terkontrol (structured or controlled observation). Dalam observasi jenis ini,
observer telah menentukan kerangka kerja yang memuat aspek-aspek atau
gejala-gejala apa yang diamati.
b.) Observasi yang tak terstruktur
(unstructured obesrvation). Dalam observasi jenis ini, pengamat tidak dibatasi
oleh suatu kerangka kerja yang pasti; kecuali hanya dibatasi oleh tujuan itu
sendiri.
7. Bentuk-bentuk Test
Adapun macam-macam test yang sering digunakan dalam bidang pendidika dan
pengajaran dapat dibedakan sebagai berikut:
a.) Dari segi jumlah testee, terdiri
dari:
(1.) Test berkelompok, yaitu yang diberikan dan dikerjakan secara
berkelompok;
(2.) Test perorangan (individual), yaitu test yang diberikan kepada
perorangan. (Penjelasan lebih lanjut, lihat hlm. 69)
b.) Dari segi tujuannya:
(1.) Test diagnostik, yaitu test yang dilaksanakan untuk menemukan
ataupunmengetahui kelemahan, kesulitan, dan sebagainya yang dialami seorang
anak.
(2.) Test prognostik, yaitu test dilaksanakan untuk meramalkan kemampuan
anak dimasa mendatang berdasarkan hasil test yang sekarang.
c.) Dari segi penyampainnya:
(1.) Test verbal (tes lisan), yaitu tes yang disampaikan secara lisan
oleh seorang penguji (tester) atau lebih dan dijawab secara lisan pula oleh
teruji (testee).
(2.) Test non-verbal, yaitu tes yang diberikan dalam bentuk tulisan atau
perbuatan.
d.) Dari segi waktu yang diberikan:
(1.) Power test, yaitu tes yang diberikan untuk mengetahui kemmpuan
seseorang anak dalam waktu yng rlatif tak terbatas, misalnya boleh satu jam,
boleh satu hari atau lebih.
(2.) Speed test, yaitu yang penjawabannya dibatasi oleh waktu yang
relattif singkat, misalnya, 15, 20, atau 30 menit, dan sebagainya.
e.) Dari segi obyek yang di test:
(1.) Test kemampuan (ability test), yaitu tes yang diberikan dengan
tujuan untuk menakar kemampuan seorang: macamnya bisa berupa:
a. Test intelegensi atau tes
kapasitas, yaitu untuk meramalkan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam
bidang tertentu dikemudian hari.
b. Test kecakapan nyata
(achievement test), yaitu tes yang diberkan dengan maksud untuk menakar
kecakapan seseorang dalam suatu bidang diselenggarakannya tes.
(2. Tes kepribadian (personality test), yaitu tes yang digunakan untuk
mengetahui kadar kepribadian seseorang.
f.) Dari segi pembuatannya:
(1.) Test yang telah dibakukan (standarized test), sifatnya obyektif dan
dibuat atau disusun oleh para ahli tes yang berpengalaman.
(2.) Test buatan sendiri-dalam hal ini oleh guru yang bersangkutan-untuk
keperluan, ujian dan sebagainya sepereti yang sudah lazim dilakukan di
lingkungan sekolah manapun.
g.) Dari segi proses atau waktu
pelaksanaannya:
(1.) Test pendahuluan (initial) atau pretest, yaitu tes yang diberikan
sebelum pengajaran dimulai, dan bertujuan untuk mengetahui sampai dimana siswa
menguasai bahan pengajaran yang hendak diajarkan;
(2.) Test formatif atau posttest, yaitu tes yang diberikan pada akhir
ssetiap program.
(3.) Tes terakhir atau sumatif atau final test, yaitu test yang diberikan
pada setiap akhir satu pokok bahasan program yang lebih besar; fungsinya ialah
untuk menentukan angka atau hasil belajar siswa dalam tahap-tahap tertentu
(akhir catur wulan untuk SD; akhir semester – untuk SMP dan seterusnya).
h.) Dari segi bentuk itemnya:
(1.) Test essay (test uraian), yaitu test yang jawabannya dalam bentuk
cerita atau uraian atau karangan, baik secara bebas (free essay) maupun
terbatas (limited essay);
(2.) Test obyektif (objective test), yaitu test yang memberikan
kemungkinan kepada testee jawaban yang telah tersedia, dengan disertai nomor
penilaian yang telah ditentukan
8. Beberapa
Petunjuk dan Cara Pemberian Skor
Setiap tes memiliki kelemahan dan kekurangan, disamping adanya kebaikan
pada masing-masing test, maka untuk meniadakan atau mengurangi kelemahannya,
berturut-turut dikemukakan beberapa petunjuknya; kemudian dikemukakan pula cara
memberikan skornya.
a. Test lisan (verbal test) – soal
dan jawabannya disampakan secara lisan.
Kebaikannya, antara lain:
1) Dapat dilaksanakan dengan cepat
dan hasilnya dapat segera diketahui oleh testee;
2) Pada situasi tertentu, test ini
merupakan satu-satunya teknik untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang
(testee).
Kelemahannya, antara lain:
1) Guru harus selalu mengngat
jawaban-jawabannya testee, disamping mengajukan pertanyaan berikutnya;
2) Bobot pertanyaan yang diberikan
kepada testee belum tentu sama;
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
1) Hendaknya diusahakan agar
situasinya tidak menakutkan, sehingga testee dapat berpikr dan menjawab dengan
tenang;
2) Pilih dan persiapkan
pokok-pokok pertanyaan dengan sebaik-baiknya, sambil memperhatikan jumlah
testee, pertanyaan dan variasinya;
3) Perlu dijaga bobot pertanyaan
yang disampakan kepada setiap testee;
4) Yang perlu dipertimbangkan
dalam pemberian skor ialah perihal kelancaran jawaban, kelengkapan menjawab dan
kemampuan dalam mempertahankan pendapat;
5) Skor maksimun yang diberikan
pada testee hendaknya sama dengan skor ujian tertulis yaitu 100.
b. Test perbuatan (performance
test) pertanyaan dan perintah disampaikan secara lisan (verbal) atau tertulis,
biasanya dalam bentuk tugas-tugas dan penilaiannya dilakukan baik terhadap
proses pelaksanaan maupun hasilnya.
Kebaikannya, antara lain:
1) Pengetahuan dan pengertian yang
diperoleh dapat segera diketahui lewat praktek;
2) Menghindari verbalisasi;
3) Terpenuhinya prinsip belajar
(learning by doing).
Kelemahannya, antara lain:
1) Memerlukan waktu dan tempat
khusus;
2) Menyerap tenaga, disamping
perlu menyediakan alat-alat khusus;
3) Butir 1 dan 3 semakan terasa
bila jumlah testee cukup banyak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Tentukan lebih dahulu hal-hal
yang akan dinilai: cara melakukannya, prestasinya;
2) Skornya ialah 100 dengan
memperhatikan aspek-aspek di atas.
c. Test tertulis – pertanyaa dan
jawaban disampaikan secara tertulis.
Kebaikannya, antara lain:
1) Lebih mudah menyusunnya
dibandingkan dengan obyektif test
2) Ekonomis (waktu, tenaga, dan
biaya)
3) Merupakan latihan yang baik
untuk mengemukakan pendapat, pikiran, gagasan, dan harapan secara sistematis
dalam menganalisis sesuatu.
Kelemahannya, antara lain:
1) Tingkat validitasnya atau
keshihannya rendah, karena tidak menggambarkan seluruh kemampuan testee
mengenai bahan yang di tes;
2) Tingkat reliabilitasnya, pada
umumnya kurang, mengingat jumlah soal dan minat testee terhadapnya
berbeda-beda;
3) Agak sulit memberikan skor,
karena banyak kemungkinan jwaban yang homogen.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1) Waktu yang disediakan untuk
menyelesaikan soal hendaknya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh.
2) Setiap jawaban baku untuk
setiap nomor soal perlu disiapkan dengan maksud untuk menghindari kekhilafan;
3) Mementukan skor maksimum untuk
setiap soal.
Rumusnya adalah:
Keterangan:
s = skor maksimum setiap nomor
soal
w = waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan soal
W = waktu yang diperlukan untuk
meneyelesaikan seluruh soal
100 = jumlah maksimum
skor untuk seluruh soal
d. Test obyektif
Kebaikannya, antara lain:
1) Dapat digunakan untuk menilai
bahan dalam jumlah banyak;
2) Para siswa dapat menjawabnya
secara bebas, baik dalam bentuk pilihan maupun isian;
3) Memaksa para siswa untuk
mempelajarinya seluruh bahan
Kelemahannya, antara lain:
1) Kurang memberikan kesempatan
untuk menyatakan isi hati, pikiran atau pendapatnya;
2) Kemungkinan untuk menerka-nerka
jawaban besar sekali;
3) Penyusunnya tidak ekonomis
(menyerap waktu, tenaga, dan biaya)
BAB IX REMEDIAL TEACHING
1. Pengertian
Remedial Teaching
Salah satu darai sepuluh kompetentensi guru adalah “mengelola interaksi
belajar mengajar” yang langkah-langkahnya antara lain : mengenal kemampuan
(entry behavior) anak didik dan merencanakan dan melaksanakan pengajaran
remedial, langkah tersebut ditempuh berdasarkan kenyataan bahwa anak didik yang
dihadapi guru dikelas memiliki perbedaan tersendiri termasuk dalam kemapuan.
Langkah mengenal kemampuan anak didik
bisa dilakukan dengan observasi.
Remedial Teaching atau pengajaran perbaikan dapat diartikan sebagai
barikut : “bentuk pengajaran yang diberikan kepada seoarang murid untuk
membantu memecahkan kesulitan belajar yang dihadapi” (Djumhur dan Moh.surya,
1981, hlm.109).
2. Maksud
dan tujuan Kegiatan Remedial Teaching
Diselenggarakannya Kegiatan remedial teaching itu memiliki maksud dan
tujuan, baik dalam arti luas atau ideal maupun dalam arti sempit, atau
operasional. Dalam arti Luas atau ideal remedia teaching bertujuan memberikan”
bantuan“ baik berupa perlakuan pengajaran maupun berupa bimbingan dalam upaya
mengatasi kasus-kasus yang dihadapi siswa. Bantuan yang berupa bimbingan lebih
banyak menekankan pada kesejahteraan mental siswa.
Kemudian dalam arti sempit
atau opersional, kegiatan remedial teaching bertujuan untuk memberikan bantuan
yang berupa perlakuan pengajaran kepada siswa yang lambat, sulit, gagal
belajar, agar mereka secara tuntas dapat menguasai bahan pelajaran yang
diberikan kepada mereka. (Ischak dan Warji, 1987, hlm.34-36)
3. Jenis-Jenis
Kegiatan Remedial Teaching
Jenis-jenis kegiatan Remedial
Teaching tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan mengenai factor-faktor yang
terkandung dalam kegiatan tersebut. Menurut Nana Sukmadinata dan Thomas,
factor-faktor yang dimaksud antara lain :
1) Sifat Perbaikan, yang pokok
adalah
a) Meyederhanakan konsep-konsep
yang kompleks
b) Menjelaskan konsep-konsep yang
takabur
c) Memperbaiki konsep-konsep yang
disalah tafsirkan
2) Jumlah siswa yang memerlukan
bantuan bantuan perbaikan
3) Tempat kegiatan perbaikan
diberikan
4) Waktu penyelenggaraan;
Meliputi; pagi, siang, malam hari dan sebaginya
5) Siapa yang memberikannya;
Tentunya guru yang bersangkutan, bisa juga meminta bantuan teman sekelasnya.
6) Methode yang digunakan;
misalnya method ceramah, Diskusi, Demontrasi, Tanya jawab dll.
7) Sarana / Alat yang sesuai
dengan kegiatan tersebut; maksudnya bisa buku-buku, lembar kegiatan, lembar
kerja, gambar dll.
8) Tingkat kesulitan belajar
siswa; bisa dibedaka menjadi tiga tingkatan : ringan,sSedang dan berat.
Dengan memperhatikan factor-faktor yang terdapat dalam kegiatan remedial
teaching, kini dapat diplih dan
ditentukan bentuk-bentuk kegiatan yang lainnya, antara lain :
a) Mengajarkan kembali
(reteaching) bahan yang sama, tetapi dengan cara penyajian yang berbeda
b) Bimbingan individu / kelompok
kecil
c) Menyuruh siswa mempelajari
sendiri sumber-sumber yang ditunjuk guru
d) Menggunakan alat-alat
audio-visual yang lebih banyak
e) Bimbingan oleh wali kelas, guru
bidang studi dan guru BP (ischak dan Warji 1987, hlm.42-43)
Sebagai penutup uraian ini, kiranya perlu kita sadari bahwa “ remedial teaching”
berikut bentuk-bentuk kegiatannya bukanlah suatu resep yang pasti. Karena perlu
ketelitian dan kesungguhan serta kemampuan menggunakan sumber yang cukup .
BAB III
PEMBAHASAN
A. Keunggulan
1. Mencakup luas mengenai
pisikologi pendidikan yaitu kejiwaan dan komponen komponen yang lain terkandung
didalamnya yang dibutuhkan pengajaran
pendidikan di indonesia
2. Menjelaskan dengan rinci tujuan
dan pentingnya ilmu kejiwaan tersendiri bagi kelancaran pendidikan yang
berlangsung
3. Memberikan rangkuman yang jelas
ditiap babnya dan,
4. Materi dijelaskan secara runtut
sehingga Nampak keterkaitan yang jelas antara materi pada bab berikut dengan
bab sebelumnya.
5. Aspek-aspek pengetahuan
psikologi pendidikan dijelaskan secara detail, mulai dari pengertian psikologi
pendidikan itu sendiri, teori-teori psikologi belajar, perkembangan dan
pertumbuhan serta hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik psikologi anak
serta kesulitan-kesulitan dalam belajarnya.
6. Bahasa yang digunakan dalam
buku ini mudah dimengerti sehingga bagi siapa saja yag membacanya akan mudah
memahami maksudnya.
B. Kelemahan
1. Terlalu banyak menggunakan
kalimat yang tidak penting (berlebihan, dimana yang dimaksud tidak singkat, jelas
dan padat melainkan banyak pemborosan kalimat yang tidak seharusnya
diletakan/digunakan)
2. Kurangnya memberikan pendapat
dari beberapa ahli mengenai topic dari tiap bab nya.
3. Tidak disajikan contoh dalam
buku ini dalam menjelaskan materi tentang sesuatu yang aplikatif sehingga tidak
tampak efek dari pengetahuan psikologi itu. Sebagai contoh tentang kesulitan
belajar, akan lebih baik jika diiringi dengan contoh sekaligus beberapa
alternative pemecahannya.
4. Tidak diberikan contoh
instrument untuk menyelidiki siswa yang mengalami kesulitan belajar, misalnya
instrument untuk observasi, interview dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, mengenai pembahasan isi dalam buku psikologi
Pendidikan karangan Martini Jamaris dengan buku karangan M Dalyono ini, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
1. Psikologi pendidikan adalah
sebuah pengetahuan tentang kejiwaan peserta didik dalam mengikuti proses
belajar mengajar. Ilmu jiwa pendidikan menitikberatkan kepada proses pendidikan
yang efisien, dimana aspek-aspek psikologi di perhatikan.
2. Sudah tiba masanya sekarang
pendidikan di Indonesia hendaknya lebih melayani kebutuhan dan hakekat
psikologis anak didik. Pendidikan harus mempunyai kreasi-kreasi baru yang berorientasi
kepada sifat dan hakekat anak didik.
3. Pengetahuan tentang teori-teori
psikologi belajar akan sangat bermanfaat bagi guru dalam membantu anak didik
dalam menemukan cara yang terbaik bagi dirinya unruk melakukan pembelajaran
yang lebih baik.
4. Pertumbuhan pada manusia dapat
diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil sebagai suatu akibat
adanya pengaruh lingkungan. Sedangkan perkembangan merujuk pada perubahan
secara kualitatif pada segi fungsional. Pertumbuhan dan perkembangan anak didik
berbeda natara yang satu dengan yang lain. Hal ini sangat tergantung oleh
factor-faktor yang mempengaruhiya.
5. Inteligensi anak didik sangat
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di kelas. Inteligensi itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh pembawaan, kematangan, pembentukan, minta dan pembawaan
yang khas dan kebebasan. Inteligensi antara pria dan wanita pada umumnya tidak
meiliki perbedaan secara signifikan.
6. Pada dasarnya anak didik sering
mengalami kesulitan dalam belajarnya. Kesulitan belajar antara yang satu dengan
yang lain tidak sama. Hal ini sangat tergantung dari factor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang baik dan optimal, guru
harus membantu anak didik keluar dari masalahnya dan bahkan dapat mengatasi masalahnya
sendiri jika terjadi kembali. Dengan pengetahuan psikologi, guru harus
memberikan bantuan yang terbaik bagi mereka melalui metode yang tepat dan penuh
dengan cinta.
B. Saran
Saran untuk buku “Orientasi Baru dalam Pisikologi
Pendidikan” Prof. Dr. Martini Jamaris, M.Sc, ED yaitu :
1. lebih menggunakan kalimat yang
jelas, singkat dan padat (agar pembaca lebih mudah memahami)
2. memasukan pendapat-pendapat
dari beberapa ahli untuk membuat perbandingan yang lebih jelas mengenai sub
thema di tiap babnya.
IDENTITAS BUKU PEMBANDING
Nama pengarang : Drs. M. Dalyono
Kota Terbit :
Jakarta
Penerbit : Rineka Cipta
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 267 Halaman
Ukuran Buku : 14 cm x 21 cm
Cetakan Ke- : 8
IDENTITAS BUKU UTAMA
Nama pengarang : Prof. Dr. Martini
Jamaris, M.Sc, ED
Kota Terbit :
Jakarta
Penerbit : Ghalia Indonesia
Tahun Terbit : 2013
Tebal Buku : 270 Halaman
Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm
Cetakan Ke- : 1